30

6.2K 632 83
                                    

Sudah empat hari Yoongi dirawat di rumah sakit, dan siang ini Yoongi sudah diperbolehkan untuk pulang. Jahitan di kepalanya sudah dilepas, begitu juga dengan infusnya. 

"Ayo turun Yoon. Sini Hyung bantu," ujar Seokjin ketika selesai memarkirkan mobilnya.

Yoongi menggeleng kecil.

"Aku bisa, Hyung," tolaknya. Ia turun perlahan. Mengabaikan tatapan khawatir dari sang Kakak.

"Ayo ...," ajak Seokjin. Berjalan mendahului sang Adik untuk membuka pintu mansion.

"Apa Jungkook sedang keluar, Hyung?" Yoongi bertanya. Pasalnya, rumah terlihat begitu sepi.

"Mungkin iya," jawab Seokjin ragu. Yoongi hanya mengangguk. Mereka menaiki tangga satu-persatu.

"Wahh, Sudah pulang ya? Sini kuberi sambutan."

Plak!


"Yoon!"

Seokjin berteriak keras. Ia dengan sigap menopang tubuh sang Adik. Mencegahnya jatuh tergelincir di tangga.

"Terima kasih, Hyung," ucap Yoongi. Ia melepaskan diri dari pelukan kakaknya. Ia memejam, meresapi rasa sakit akibat tamparan dari sang Ayah.

"Appa ...," Seokjin melirih. "Kenapa?" tanyanya. Tangannya mengambang, melindungi Yoongi yang ia sembunyikan di belakang tubuh.

"Biarkan, Seokjin-ah .... Biar anak sialan ini tahu diri!" seru Jaehyun.

"Apa maksud Appa?" Seokjin melirih. 

"Tanyakan saja pada pada anak itu!" teriak Jaehyun. Setelahnya ia pergi menuruni tangga. Meninggalkan Seokjin dan Yoongi berdua.

"Ayo kita ke kamarmu dulu," ajak Seokjin. Yoongi mengangguk. Ia berjalan dibelakang sang Kakak sambil meremas tangannya erat.

Setelah ini, Seokjin pasti akan menuntut penjelasan padanya.

Seokjin membuka pintu kamar Yoongi. Ia memasuki kamar sang Adik, membuka gorden juga jendela kamar agar sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan.

"Kemari, Yoon ...," panggil Seokjin sembari menepuk kasur di sampingnya. 

"Ada apa, Hyung?"

"Tolong jelaskan, apa yang dimaksud Appa tadi," minta Seokjin. Yoongi menarik napas panjang.

"Kalau belum mau memberi tahu, ya sudah. Hyung tidak akan memaksa," ujar Seokjin cepat. 

Yoongi terdiam. "Hyung mau mendengarkan?" tanyanya. Seokjin mengangguk cepat.

"Tentu." 

"Sewaktu di rumah sakit kemarin, Hyung bertanya tentang dari mana aku mendapat luka-luka ini, 'kan?" tanya Yoongi. Seokjin mengangguk. 

Yoongi tersenyum tipis.

"Luka ini dan yang ada di punggung itu ... kudapat dari Appa," lirihnya, membuat Seokjin menatap tak percaya.

"Apa?! T-tapi, bagaimana bisa?"

Yoongi menceritakan semua pada Seokjin. Menceritakan apa yang terjadi hari itu, juga apa yang dilakukan oleh Ayahnya. Anak itu menunduk. Tak berani menatap Seokjin yang nampak marah setelah mendengar cerita darinya.

"Appa sangat keterlaluan ...," Seokjin mendesis geram. Ia membuka mulut, hendak menyumpah, sebelum dering ponsel membuatnya kembali menutup mulut.

"Siapa?" tanya Seokjin.

"Bogum Ahjussi ...," jawab Yoongi. 

"Loudspeaker," ucap Seokjin. Yoongi mengangguk patuh. Ia mengangkat panggilan itu dan menyalakan speaker. Seokjin diam, ia akan mendengarkan semua yang akan dikatakan Bogum.

"HaloYoongi-ssi?" Seokjin membulatkan mata saat mendengar suara di telepon. 

Ini ... benar-benar Park Bogum.

"Kali ini, apalagi, Ahjussi?" Kekehan samar terdengar. 

"Sama seperti pesanku kemarin, jaga adik kesayanganmu itu. Jika kau terlambat sedikit saja, bersiaplah merasakan kehilangan untuk yang kedua kalinya, haha ....." 

Seokjin meremas tangannya.

"Jangan Jungkook ...," Yoongi. Seokjin menatap sendu. Remasan pada tangannya melemah.

Bagaimana bisa ... Yoongi sebaik ini?

Tapi, ucapan Bogum dari seberang telepon, benar-benar membuatnya tersirap.

"Rasanya menyenangkan sekali melihat sahabatku hancur."

"Kau ... benar-benar gila! Setelah apa yang telah kau lakukan, bagaimana bisa kau menyebut dirimu sebagai sahabat?!" Yoongi menoleh. Menatap terkejut pada sang Kakak yang berteriak.

Ia hanya khawatir. Seokjin ... kenapa Kakaknya harus terlibat?

Hening. Tidak ada suara apapun selain napas Seokjin yang masih memburu.

"Apa itu kau, Min Seokjin? Aku benar, 'kan?" 





TBC

Mianhae Yoongi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang