45

6.1K 558 89
                                    

"HEI! JUNG HOSEOK, KEMBALI!!"

Teriakan itu menggelegar sampai keluar kelas. Tapi Hoseok tak peduli, ia terus memacu langkah lebih cepat menuju lapangan sekolah.

Ia secepat mungkin meninggalkan kelas ketika melihat Yoongi rebah. Teriakan sang Guru tak digubris. Hoseok seakan menulikan telinganya.

.

.

.

"Jung Hoseok, ayo bantu saya membawa Yoongi ke ruang kesehatan," Hoseok mengangguk cepat. Ia segera membantu Park Ssaem membawa Yoongi ke ruang kesehatan.

"Demamnya cukup tinggi. Biarkan Yoongi beristirahat. Kau di sini untuk menjaga Yoongi, ya? Ssaem akan izinkan ke guru yang mengajar di kelasmu," ucap Park Ssaem. Hoseok membungkukkan badannya, berterima kasih.

"Baik. Terima kasih, Ssaem," ucap Hoseok.

"Sama-sama. Kalau begitu Ssaem pergi dulu," pamit Park Ssaem. Hoseok mengangguk lalu membungkukkan badannya. Memuji Park Ssaem dalam hatinya.

Demi apapun, Park Ssaem yang terbaik!!

Ia jadi bisa mebolos dengan aman seharian ini.

***

Bel pulang sudah berbunyi sedari tadi, tapi Yoongi belum bangun, dan itu membuat Hoseok bertambah khawatir. Mau tidak mau Hoseok harus menelepon Seokjin karena jam sudah menunjukkan pukul setengah empat. Yang artinya sudah satu jam lebihnya sejak bel pulang berbunyi.

"Halo, Hyung ...," sapa Hoseok saat teleponnya tersambung.

"Hoseok-ah, ada apa?"

"Bisakah Hyung ke sekolah sekarang? Yoongi ada di ruang kesehatan," ungkap Hoseok, dan seketika, ia menjauhkan ponselnya dari teling saat sahutan dari Seokjin terdengar.

"Apa yang terjadi?!" Sungguh, jika saja Hoseok masih menempelkan benda pipih itu pada telinganya, pasti telinga kesayangannya akan berdenging.

"Kuberitahu saat Hyung sampai di sini. Tolong datang, ya, Hyung?"

"Aku berangkat," sahut Seokjin sebelum mematikan sambungan telepon.

***

Seokjin masih saja memandangi wajah pucat Yoongi. Mengenai kejadian yang terjadi hari ini, Hoseok sudah menceritakan semuanya. 

"Anda Kakaknya?"  Seokjin membalikkan badan saat suara mengintruksi. Ia mendapati seorang lelaki yang berhadapan dengannya.

"Iya ... saya Kakak Yoongi," jawab Seokjin.

"Saya petugas kesehatan di sini. Yoongi dibawa kemari sejak masuk jam pelajaran kedua. Suhu tubuhnya cukup tinggi. Sebaiknya Anda membawa Yoongi ke rumah sakit untuk diperiksa," tutur petugas kesehatan. Seokjin mengangguk paham.

"Baik ... terima kasih," ucapnya. Petugas itu mengangguk dan tersenyum ramah. Pamit untuk undur diri, lalu berlalu dari sana.

Seokjin mengambil tas Yoongi yang dibawakan oleh Hoseok tadi, kemudian memakainya di punggung. Ia berjalan mendekati Yoongi, menyibak perlahan selimut yang dipakai Adiknya sejak tadi, lantas menyelipkan tangannya di bawah lutut dan perpotongan leher Yoongi, untuk menggendong yang lebih muda menuju mobil.

***

Seokjin tidak membawa Yoongi kerumah sakit, karena ia melajukan mobilnya menyusuri jalan pulang. Jika ke rumah sakit, Seokjin berani menjamin, Yoongi akan langsung meminta pulang segera setelah ia bangun. Jadi, lelaki itu memutuskan untuk membawa Yoongi pulang, lalu memanggil dokter keluarga untuk memeriksa.

"Ahjumma, tolong bukakan pintunya ...!" Seokjin berucap cukup keras, dan tak lama berselang, pintu di depannya terbuka.

"Astaga, ada apa dengan Tuan Muda Yoongi?" 

"Demamnya bertambah tinggi, Ahjumma. Yoongi akan kubawa ke kamarnya, tolong telepon Junhae Hyung agar datang kemari," ucap Seokjin. Kang Ahjumma mengangguk mengiyakan. Dan setelahnya, Seokjin membawa Yoongi ke lantai atas dengan hati-hati.

.

.

.

"Bagaimana dengan Yoongi, Hyung?" tanya Seokjin pada Junhae. 

"Hanya demam dan kekurangan vitamin saja. Yoongi sudah kuberi suntikan penurun demam. Juga, ia tidak boleh kelelahan, kurang lebih hingga lusa," ucap dokter muda itu. Seokjin mengangguk paham.

"Kalau begitu aku pergi dulu, Seokjin-ssi ... obat beserta aturan minumnya kuletakkan di atas nakas," pamit Junhae. Seokjin membungkuk sopan. Menawarkan diri untuk mengantar sang dokter hingga pintu depan.

"Tuan Muda, bagaimana dengan Tuan Muda Yoongi?" Seokjin berbalik kala mendengar pertanyaan ditujukan untuknya.

"Hanya demam dan kelelahan Ahjumma. Tidak perlu khawatir," balas Seokjin sambil tersenyum tipis.

"Seokjin ke atas dulu, Ahjumma," lanjutnya.

.

.

.

"Seokjin Hyung!"

"Ya?" Seokjin berujar, menjawab panggilan telepon dari Jung Hoseok.

"Hyung, Yoongi baik-baik saja, 'kan?" tanya Hoseok.

"Yah ... hanya demam dan kelelahan."

"Ahh, syukurlah ...," lega Hoseok. Ia benar-benar khawatir saat Yoongi mendadak rebah tadi. Beruntung ada Park Ssaem yang menangkap tubuh Yoongi sebelum sahabatnya itu jatuh menyentuh tanah.

"Bisa kau izinkan Yoongi untuk dua hari kedepan, Seok?" tanya Seokjin. Hoseok mengangguk cepat.

"Eoh? Tentu, Hyung. Tenang saja, akan kuizinkan pada wali kelas besok," jawab Hoseok. Seokjin tersenyum tipis. Merasa senang juga lega karena Yoongi memiliki sahabat sebaik Hoseok.

"Terima kasih, Seok-ah ...."

"Ya ... dan maaf karena aku tidak bisa menjenguk Yoongi hari ini. Mungkin besok aku akan datang sepulang sekolah," ucap Hoseok.

"Tidak apa, Yoongi juga belum bangun sejak tadi."

"Benarkah?! Tapi itu sudah lama sekali, Hyung! Bagaimana bisa Yoongi belum bangun?" Seokjin terkekeh pelan.

"Hanya lelah, mungkin. Junhae Hyung bilang Yoongi akan segera bangun," balasnya.

"Seenak jidat membuatku khawatir. Lihat saja anak itu, akan kuberi ia pencerahan besok," sungut Hoseok. Seokjin tertawa lepas, membuat yang lebih muda berpikir bahwa ia salah berucap.

"Ada apa, Hyung? Kenapa tertawa?" Seokjin menggeleng cepat.

"Haha, tidak ada. Ya sudah, kumatikan dulu teleponnya," ucap Seokjin.

"Oke," jawab Hoseok, sebelum Seokjin mematikan sambungan. Jujur saja, dahinya masih mengerut bingung mengenai tawa Seokjin yang tiba-tiba tadi.

"Hahh ... dasar kuda itu, memangnya pencerahan apa yang ia maksud?" Seokjin terkekeh kecil. Menyimpan ponsel, hendak keluar dari kamar sang Adik. Sebelum panggilan membuatnya mengurungkan langkah.

"Hyung ...."








TBC

Mianhae Yoongi ✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant