•01° Simbol Kehidupan; Uang••••

65.9K 3.4K 402
                                    

T E K A N B I N T A N G
V O T E S
••••••

Ada yang lebih magis dari sihir.
Ada yang lebih tajam dari sebilah pisau.
Ada yang lebih kejam dari fitnah.

Orang-orang terkadang rela menukar apa pun yang ia punya demi sesuatu yang fana.
Apa pun.
Termasuk,
organ tubuh,
harga diri,
jabatan,
semua demi,
uang.

Simbol kehidupan.

Katanya, kehidupan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya jika tidak ada uang. Lantas, bisakah uang berguna jika tidak ada kehidupan?

Percayalah. Yang fana itu cepat hilang.'

••••••••••

Ada satu tempat di rumah bak istana itu yang sering Rahma kunjungi, rutin Rahma datangi, selalu menenangkan suasana hati Rahma.

Tempat yang sudah ia anggap miliknya sendiri. Di sana sepi, sunyi, penuh debu, jarang orang datang ke sana jika bukan dirinya yang memberanikan diri masuk diam-diam lalu duduk dengan tenang.

Rahma masih ingat, tiga tahun lalu, saat dirinya baru lulus SD, sang bapak memutuskan membawa anak dan istrinya merantau ke Jakarta lantaran terlilit hutang di kampung.

Bapaknya Rahma sudah bekerja di sana menjadi sopir belasan tahun lamanya. Dari Rahma masih kecil hingga tumbuh beranjak dewasa saat ini. Sampai detik-detik beliau jatuh sakit pun dalam kondisi bekerja di rumah majikan itu.

Rahma menyalakan sakelar lampu, cahaya remang-remang pun mulai menerangi keberadaannya. Ia tahu tempat itu kala dulu disuruh mengambil anggur oleh ibunya langsung dari gudang. Majikannya itu memang bisa memproduksi sendiri minuman yang mengandung kadar alkohol. Rahma tidak habis pikir apa gunanya meminum minuman seperti itu. Apa mereka tidak sayang dengan tubuhnya? Meminum alkohol itu sama saja merusak organ dalam tubuh secara perlahan-lahan, seperti kamu dengan sengaja menusukkan pisau ke dalam jantungmu.

Akan lebih berguna, jika mengkonsumsi susu segar atau teh, mungkin. Pikir Rahma sambil melihat-lihat beberapa botol yang ada dalam gudang itu.

Suara pintu terbuka membuat Rahma mengalihkan fokusnya dari botol anggur ke sumber suara.

Namanya Reyhan Angkasa Mahendra. Anak pertama dari keluarga Mahendra. Pewaris perusahaan. Laki-laki berumur 29 tahun dengan masa depan yang cerah. Hidupnya bagai permata yang selalu berkilau. Namun, di balik itu semua di mata Rahma... Reyhan itu menakutkan. Ada aura gelap yang memancar di kedua sorot mata pekat itu. Entah hanya perasaan berlebihannya Rahma atau memang benar adanya.

Beberapa kali mereka sering menghabiskan waktu bersama di gudang anggur itu secara tidak sengaja. Hanya saling diam untuk berjam-jam lamanya. Lalu, keluar dari gudang itu tanpa ada kelanjutan lagi. Sepertinya, itu tidak akan terjadi hari ini.

"Duduk," perintah Reyhan tegas. Rahma segera menjalankan perintahnya dengan duduk di salah satu kursi yang ada di gudang itu. Ada dua kursi di sana. Satu kursi biasanya Rahma gunakan untuk anak tangga kala mengambil anggur di deretan rak anggur paling atas. Dan satu kursi lagi untuk menumpuk dua kardus anggur yang belum dibuka. Stok baru.

Reyhan menaruh kardus anggur itu ke bawah lantai, menarik kursi itu untuk di dekatkan pada meja usang gudang anggurnya. Rahma melirik Reyhan sebentar lalu paham jika tuan majikannya itu ingin mereka mengobrol lebih dekat.

Yang jadi sebuah pokok pertanyaan dalam benak Rahma, perihal apa yang akan mereka berdua obrolkan?

"Tu-tuan... ada apa?" Rahma akhirnya berani bersuara sambil menundukkan pandangannya.

Reyhan meneliti setiap garis muka Rahma, lekuk bibir tipis, garis alis mata, hidung mancung, pipi yang merah, serta gerakan tangan perempuan itu yang selalu memainkan ujung kausnya. Reyhan sangat hafal sekali, seperti dia itu ibunya saja.

R2•Where stories live. Discover now