•03° Diperbudak••••

51.5K 2.7K 357
                                    

T E K A N B I N T A N G
V O T E S
••••••

Pernah dengar istilah bucin?
Nah, seperti itulah gambaran yang sedang terjadi sekarang.

Aku pernah mencintai seseorang, tapi tidak pernah seperti ini rasanya.

Aku pernah mengikat orang dengan kekuasaan, tapi tidak pernah kamu yang lemah ini.

Aku pernah berharap seseorang itu yang kelak akan mendampingiku, tapi dia meninggalkanku.

Lalu,
Tuhan mengirim kamu yang entah dari mana datangnya.

Dan, aku pastikan tidak akan melepaskanmu meskipun tahu bahwa kamulah kehilangan-kehilanganku yang selanjutnya.

••••••••••

Udara malam yang dingin menerpa wajah Rahma saat Reyhan membawanya keluar rumah menuju masuk ke dalam mobil laki-laki itu. Rahma mengendap-endap keluar dari kamar, tidak mau mengusik tidur nyenyak Marni. Ia hanya berpamitan pada Reno bahwa akan pergi ke warung sebentar.

Meskipun Rahma tahu dengan jelas bahwa kali ini ia tidak akan pergi hanya sebentar. Pasti memakan banyak waktu. Ah, belum tentu juga.

Reyhan membukakan pintu untuk Rahma, perempuan itu dibuat bingung karena Reyhan sendiri yang mengendarai mobilnya. Tidak menggunakan jasa sopir. Padahal, Rahma sering memerhatikan Reyhan diam-diam. Laki-laki itu jarang sekali bahkan hampir tidak pernah selama ini Rahma melihatnya membawa kendaraan sendiri dengan kedua tangannya yang kekar itu.

"Apa? Ada yang ingin kamu tanyakan?" Reyhan tahu Rahma menahan kata-kata di bibir tipisnya itu. Terlihat sekali Rahma ingin buka mulut.

Rahma hanya menggelengkan kepalanya.

"Saya sengaja menyetir sendiri malam ini agar kita berdua bisa lebih intim lagi."

Pipi Rahma bersemu merah. Reyhan pintar sekali dalam berucap, sangat mampu meluluhkan hatinya.

"Bagaimana? Kamu sudah daftar sekolah?" tanya Reyhan memastikan keinginan Rahma benar-benar terwujud. "Jika belum----"

"Su-sudah."

"Baguslah," Reyhan tersenyum. Menghentikan mobilnya di lampu merah. "Jangan terlalu kaku begitu. Santai."

"Ehm, bisakah aku menggunakan bahasa sehari-hari?" tanya Rahma pelan. Ia menyadari percakapan keduanya terasa canggung karena pola kalimat Reyhan yang terlalu baku, menurut Rahma. "Rasanya... masih belum terbiasa."

"Hahaha," Reyhan terbahak, ia menginjak pedal gasnya karena lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau. Waktunya meneruskan perjalanan. "Terserah kamu. Pakai lo-gue, aku-kamu, tidak masalah."

"Terima kasih," Rahma meringis. "Kita mau pergi ke mana? Aku takut Ibu terbangun dan menyadari aku tidak ada di rumah."

"Tenang saja. Saya akan mengantarkanmu pulang tepat waktu nanti."

Bagi Rahma, ini kali pertama ada orang yang mengajaknya pergi bahkan hanya sekadar untuk jalan-jalan. Naik mobil pribadi yang mewah lagi. Seperti tiba-tiba mendapatkan kesempatan mendadak jadi orang kaya sebentar saja.

Mobil Reyhan berhenti di sebuah mall di ibu kota Jakarta.

Rahma hanya menggunakan baju santainya, ia menjadi sedikit tidak percaya diri kala berjalan bersama Reyhan.

Reyhan yang berwibawa, Reyhan yang rapi, Reyhan yang berpenampilan menawan nan mewah.

Rahma pikir, Reyhan akan mengajaknya berbelanja sesuatu untuk kepentingan laki-laki itu, pikiran Rahma salah.

Reyhan dan Rahma memasuki salah satu butik yang ada di mall itu, laki-laki itu mengatakan pada pelayan toko untuk mencarikan baju seukuran Rahma yang elegan.

R2•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang