•02° Si Arogan - B••••

44.6K 2.8K 216
                                    

T E K A N B I N T A N G
V O T E S
••••••

Ribut mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Membelah jalanan kota Bandung di siang hari. Ia hanya ingin cepat sampai di Jakarta dan menemui seseorang yang mungkin tahu apa jawaban dari semua pertanyaan dalam kepalanya.

Kondisi kediaman keluarga Mahendra ramai. Ada acara makan malam bersama rekan bisnis Mahendra juga sekalian merayakan hari ulang tahun Reyhan.

"Bu, di depan sudah banyak tamu." Rahma diam-diam mengintip dari kejauhan.

"Rahma, cepat siapakan minumannya dan bawa ke depan."

"Iya, Bu..." Rahma membuka lemari pendingin dan mengambil sirup dari sana. Bagi Rahma, percuma ia menyiapkan minumannya sirup jika nanti yang diminum oleh para tamu tetap anggur, tapi, ya, sudahlah. "Reno sudah pulang, Bu?"

"Belum," jawab Marni.

Lalu Rahma membawa nampan berisi minuman itu ke ruang tamu. Di sana ada orang-orang seumuran dengan Reyhan. Tak lama kemudian, Reyhan muncul untuk ikut bergabung.

Rahma tak bisa menyembunyikan senyumnya kala melihat Reyhan. Lewat senyum yang ia kembangkan itu, Rahma berharap Reyhan tahu jika dirinya sangat berterima kasih akan bantuan laki-laki itu.

Makan malam itu berjalan lancar. Rahma sampai kelelahan. Seharian ini tak istirahat sedikit pun. Pekerjaannya banyak sekali. Ia melirik sang ibu, Marni juga terlihat lelah sama seperti dirinya.

"Bu, biar Rahma aja yang cuci piringnya. Ibu istirahat aja." Rahma tahu Marni lebih lelah dari dirinya, faktor usia juga.

"Nggak usah, Rahma. Ibu bisa," kilah Marni menyembunyikan lelahnya. "Kamu bawa gih dessert yang ada di atas meja ke depan."

"Iya, Bu..."

"Langsung kembali ke sini, ya. Katanya, Tuan muda hari ini pulang. Pasti terjadi kekacauan lagi di keluarga ini, kamu jangan ikut campur."

Rahma menganggukkan kepala.

Tuan muda?

Iya, anak kedua dari majikannya itu. Yang katanya, introvert. Tidak bisa berinteraksi dengan yang lain. Makanya, diasingkan entah ke mana. Sampai saat ini pun Rahma tidak tahu bagaimana raut mukanya, tingginya, dan siapa nama laki-laki itu. Rahma hanya mendengar rumor tentangnya.

Sesampainya di ruang tamu, para tamu sudah tidak ada. Sepi.

Rahma mendengar ada pertikaian di ruang keluarga. Dengan langkah mengendap-endap Rahma mengintip di balik selambu. Di sana ada Tuan Besar, Nyonya, Reyhan, dan... sepertinya Tuan Muda yang ibunya itu bicarakan. Rahma tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana wajahnya karena posisi yang membelakanginya.

"Untuk apa kamu pulang?!" hardik Reyhan. "Kamu bukan bagian dari keluarga ini."

"Kak..."

Ah, suaranya sungguh lembut. Diam-diam Rahma menguping.

"Rey, sudahlah. Sudah saatnya kamu berdamai dengan Adikmu ini." Itu ucapan permohonan Alina.

Wah, baru kali ini Nyonya memohon seperti itu.

"ADIK? SAYA TIDAK PERNAH MENGANGGAP DIA BAGIAN DARI KELUARGA INI." Sahut Reyhan penuh emosi.

Nah, itulah Reyhan yang Rahma kenal selama bertahun-tahun ini. Bukan Reyhan yang perkataannya lembut seperti tadi malam.

"PAPA PILIH AKU ATAU ANAK HARAM INI?!" Reyhan menunjuk adiknya dengan mata nyalang.

Sang papa hanya bisa geleng-geleng kepala melihat dua putranya yang tidak akur.

R2•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang