Empat

54.1K 9.6K 2.5K
                                    


©motonoona

Tidak ada angin, tidak ada hujan, tidak ada badai, tiba-tiba saja Yuta bilang kalau hari pernikahan kami diundur.

Dia tidak memberitahuku alasan lengkapnya, hanya mengatakan kalau ada sesuatu yang harus dia urus dulu.

Lalu aku?

Memangnya aku bisa apa?

Beginilah yang harus dirasakan jika menjadi calon istri seorang milyader muda.

Hidupnya hanya dikelilingi uang dan orang-orang penting.

Semua persiapan yang sudah kami pesan, terpaksa harus ditunda. Beruntung, orang-orang mengenal siapa itu Nakamoto Yuta. Tidak ada yang berani melawan jika sang Tuan muda sudah berkata.

Bahkan, tukang foto copy sekali pun.

Dan malam ini, tiba-tiba saja dia memintaku datang ke rumahnya. Seperti kebiasaan seorang Nakamoto Yuta, tidak memberitahu apa alasannya, dia seenak hati memerintah.

Terpaksa, aku harus menggunakan taxi untuk menuju kediamannya. Karena Johnny masih di kantor, dan aku tidak punya kendaraan pribadi sama sekali.

Diotaknya saja berisi "Uang. Uang. Uang", tidak heran Seo Johnny memiliki pribadi yang perhitungan. Bahkan, kepada adik kandungnya sendiri.

Nyonya Oh, kepala pelayan di rumah Yuta, menyambutku. Wajahnya setiap melihat kedatanganku, tidak berbeda jauh dari sang Tuan. Datar dan tampak kaku.

"Silakan masuk. Tuan sudah menunggu Nona di ruang tengah."

Aku mengekor saja di belakang Nyonya Oh. Bukan, bukan karena tidak tahu dimana letak ruangan itu, hanya saja... tidak sopan kalau aku mendahuluinya, kan?

Lagi pula, aku masih terhitung orang asing disini.

"Tuan, Nona Seo telah tiba."

Wah, aku merasa seperti putri kerajaan, yang kedatangannya saja diumumkan.

Pandangan Yuta masih terfokus pada layar laptop dihadapannya. Dia hanya melakukan gerakan mengusir dengan tangan, dan Nyonya Oh pun meninggalkan kami berdua.

"Duduk."

Lagi-lagi, langsung menurut. Aku merasa seperti de javu.

Hanya diam. Tidak tahu harus melakukan apa. Langsung menanyakan apa tujuannya menyuruhku datang? Atau tetap mendiamkannya, sampai Yuta sendiri yang buka suara?

Tidak pernah aku tidak dilema, jika berhadapan dengan seorang Nakamoto Yuta.

"Lo lihat amplop di atas meja ini?"

Mataku otomatis melakukan gerakan men-scan seluruh permukaan meja. Sampai berhenti disatu titik. Amplop putih.

Mengangguk, kembali melirik Yuta yang belum berniat mengalihkan netranya dari benda dihadapan.

"Lihat tidak?"

Astaga.

"Iya, aku lihat."

"Ambil."

Tanpa alasan yang jelas, tiba-tiba saja aku merasa takut. Aku tidak tahu apa isi amplop itu.

Bagaimana kalau itu kontrak perjanjian yang beberapa hari lalu aku tanda tangani? Yuta ingin membatalkannya?

Tuhan, aku bisa ditendang Johnny.

"Yuta, ini apa?"

"Gaji lo bulan ini."

Istri Paruh Waktu | Nakamoto YutaWhere stories live. Discover now