Dua Puluh Sembilan

60.7K 9K 2.2K
                                    

©motonoona

Yang katanya sakit malah jadi juri masak dadakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yang katanya sakit malah jadi juri masak dadakan

Anyway, this chapter will... aduh cringe lalala lah pokoknya.

Sore itu hujan rintik-rintik membasahi bumi, seperti ikut menambah suasana sunyi seorang laki-laki

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sore itu hujan rintik-rintik membasahi bumi, seperti ikut menambah suasana sunyi seorang laki-laki. Duduk di balkon lantai dua, dengan selimut membungkus tubuh dan secangkir teh panas yang masih utuh.

Hatchi!

Dia bersin, menggosok-gosok puncak hidungnya yang sudah memerah. Tangannya bergerak menjauhkan ponsel dari telinga, ketika didengarnya seruan amarah di seberang sana.

"Tuh, kan, bersin. Pasti kebanyakan minum kopi."

Baru ingin membantah, tapi lebih memilih menelan kata. Omelan sang adik semakin lama semakin tidak ada korelasinya, sejak kapan minum kopi membuat hidung gatal?

"Pasti sekarang lagi di balkon, kan?"

Dia tempelkan satu tangannya ke sisi cangkir, menikmati sensasi hangat yang dihantarkan benda porselen itu. Berdeham sekali sebelum menjawab. "Gak, kok."

"Bohong. Pasti Kakak lagi duduk di balkon sambil selimutan dan minum teh hangat buatan tetangga?"

Meringis. Kenapa adiknya bisa tahu sedetail itu padahal bentangan jarak diantara mereka tidak sanggup ditangkap oleh netra?

"Kakak gak kenapa-kenapa. Cuma flu biasa karena dua hari lembur ngejar deadline."

"Gak lucu kalau besok pagi aku bangun dan baca berita 'seorang pria ditemukan tewas karena deadline pekerjaan'."

"Mulut."

Mendengar helaan napas sang adik, mau tidak mau membuat Johnny dirundung rasa bersalah. Dia tahu adiknya khawatir. Terlalu banyak hal yang gadis itu pikirkan. Dunianya yang sekarang tidak hanya seputar dirinya sendiri, keluarga, dan kuliah. Adiknya sudah menjadi pendamping seseorang dan calon ibu. Semestanya sudah berubah.

Istri Paruh Waktu | Nakamoto YutaWhere stories live. Discover now