Delapan

47.5K 8.2K 1.5K
                                    

©motonoona



NAKAMOTO YUTA POV

Seo Grace namanya. Adik dari salah satu rekan kerja gue, Seo Johnny. Gadis biasa, yang tidak bisa gue sebut cantik atau pun tidak. Dengan sikap yang cenderung pendiam dan penurut.

Gue pernah melihatnya. Kali pertama bertemu Grace saat dia masih berusia dua belas tahun. Dalam balutan seragam sekolah dan tas ransel dipunggung, dia tersenyum menghampiri.

Menjabat dan mencium punggung tangan, tersenyum mengucapkan salam.

Hanya itu kenangan yang gue punya tentang Seo Grace. Selebihnya? Kami tidak pernah bertemu lagi.

Sampai pada suatu hari, Seo Johnny datang. Salah satu CEO perusahaan besar dalam negara, mengajukan kerja sama demi menyelamatkan warisan keluarga.

Gue dan Johnny memang saling mengenal, tapi tidak bisa dibilang akrab. Jarang bertemu, hanya sesekali berpapasan saat sedang mencari makan siang. Hubungan gue dengan Johnny hanya sebatas mitra kerja.

Dia mengatakan akan membalas dengan apa pun yang dipunya, selama gue bersedia mengalirkan dana. Gue yang tidak begitu mengenalnya cukup terkejut kala itu.

Perusahaan besar milik keluarga Seo terancam bangkrut? Dan pemimpin utamanya sedang berlutut? Memohon bantuan yang terkesan menuntut.

Berpikir sesaat, gue nyaris menolak. Menimbang-nimbang keuntungan apa yang bisa didapat? Menjalin kerja sama dengan perusahaan yang nyaris gulung tikar? Gue masih waras.

Untuk kemudian sebuah percakapan melintas dibenak. Obrolan dengan Mama beberapa hari yang lalu. Atau mungkin, lebih pantas disebut debat keluarga?

Sekedar informasi saja, gue tidak lajang. Mempunyai kekasih seorang model, membuat popularitas gue semakin dikenal. Seolah sebuah perpaduan yang pas, seorang CEO muda menjalin hubungan asmara dengan wanita yang banyak dipuja-puja.

Tapi, tidak semua orang bisa menerima. Salah satunya Mama. Beliau menentang terang-terangan hubungan ini. Berkali-kali menyuruh putus, bahkan sampai memberikan uang kepada kekasih gue.

Mama selalu bilang, kalau dia bukan wanita yang baik untuk gue maupun keluarga besar. Hanya melihat dari pakaian, cukup Mama jadikan sebagai penilaian sepihak.

"Wanita macam apa yang hampir 24 jam dalam hidupnya selalu menunjukkan setiap sisi kulitnya? Bisa hancur nama anak Mama kalau publik melihat."

Kurang lebih begitu yang Mama ucapkan. Setelahnya, kami jadi jarang berkomunikasi. Mama benar-benar tidak akan merestui kalau gue tetap berpegang teguh ingin menikahi.

Sampai suatu hari, beliau mengeluarkan sebuah titah mutlak.

"Putus dengan dia dan cari calon istri yang lebih baik, atau Mama turunkan kamu dari jabatan utama di perusahaan?"

Begitulah. Dari sana gue mulai mencari cara, bagaimana tetap mempertahankan kursi kebanggaan tanpa melepas seseorang yang gue sayang?

Bisa gue sebut kedatangan Johnny hari itu adalah jalan keluar. Gue setuju membantu, dengan syarat dia harus mencarikan seorang gadis yang bersedia gue sewa sebagai istri setengah hari.

Istri Paruh Waktu | Nakamoto YutaWhere stories live. Discover now