Dua Puluh Tiga

59.6K 9.5K 3.1K
                                    

©motonoona

©motonoonaㅤ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Lo yang siapin ini semua?"

Jaehyun duduk di tepi tempat tidur, di kamarku. Pemuda itu memangku kotak kardus yang dijejali berbagai macam barang: satu buah album musik band idolanya, sweater krem dengan rajutan namanya dibagian dada kiri, foto-foto aku dan Jaehyun bersama Johnny dan seluruh teman kami, dan beberapa lembar kertas berisi cerita pendek buatanku yang ditulis tangan. Satu dari kertas-kertas berisi cerita pendek tersebut ada dalam genggaman Jaehyun.

"Ini?"

"Bisa kamu baca kalau kamu gak bisa tidur."

Dia tersenyum, kembali menjelajahi isi kotak. Aku meliriknya ketus dari tempatku di hadapan meja belajar. Melipat tangan di depan dada, masih melanjutkan aksi merajuk sejak sore tadi.

Ini adalah malam terakhir Jaehyun disini. Malam yang amat memilukan bagiku, tetapi sekaligus malam yang amat manis.

Keluarga besar Jaehyun berkumpul. Bibi-bibinya. Pamannya yang datang jauh-jauh. Sepupu-sepupunya. Mereka membawa berbagai macam barang, membekali Jaehyun mau pun kedua orang tuanya dengan baju hangat, selimut, teh beraroma khas, dan masih banyak lagi. Terpaksa harus membongkar koper yang telah rapi, agar barang-barang itu bisa ikut terbang bersama mereka esok hari.

Aku dan Johnny diundang. Bertegur sapa sebentar dengan Mama dan Papa Jaehyun, langsung diarahkan menuju dapur. Dipersilakan mengambil apa saja yang ada, menyantap dengan sesuka hati sampai kenyang. Aku bahkan menambah dua piring karena terlalu lapar.

Masakan Mama Jaehyun memang yang terbaik.

Sementara itu, Jaehyun sibuk berbincang dengan sepupunya. Entah apa yang mereka bahas, aku belum sempat bertemu pandang dengannya sejak datang. Memutuskan untuk berpamitan setelah mengirim pesan singkat, menyuruh Jaehyun datang ke rumah saat acara sudah selesai.

Disini lah kami.

"Jam berapa?"

Jaehyun mengangkat wajah, balas menatap. "Pesawat gue lepas landas jam sepuluh."

"Ck."

"Kenapa? Lo gak bisa antar gue ke Bandara?"

"Dan nge-skip pendaftaran sekolah?"

Itu bohong. Bukan itu alasanku yang sesungguhnya. Aku tidak peduli jika sekolah baruku tidak mau menerima karena aku terlambat datang untuk pendaftaran. Aku tidak ingin melepas Jaehyun di Bandara, ini alasanku yang sebenarnya. Aku tidak sanggup melihat sahabatku itu pergi meninggalkanku dan berjalan menjauh.

Jaehyun tampak kecewa. Namun, senyum kembali mengembang diwajahnya.

"Berarti gue harus ngasih ini sekarang."

Mengangkat alis, memperhatikan gerak-gerik pemuda yang sekarang sudah berdiri. Merogoh kantung celananya, kemudian berjalan mendekat dengan tangan yang terkepal.

Istri Paruh Waktu | Nakamoto YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang