Bab Satu

55 20 25
                                    

Hanya sebuah senyum sendu yang bisa ditunjukkannya. Lagi, dan lagi. Paginya selalu ditemani oleh hampa. Rasa sepi kerap kali menggerogoti dirinya. Sekarang, hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu miliknya. Tidak, ia tidak menyendokkan makanannya sesuap pun. Sedari tadi, ia hanya mengaduk-aduk makanannya. Tanpa tertarik untuk memakannya. Rambut hitam panjangnya dibiarkan berantakan. Ia sama sekali tak berniat untuk merapikannya.

"Non Amare, makanannya dimakan atuh. Jangan diaduk-aduk doang."

Orang yang dipanggil Amare itu menoleh, sembari menjawab, "Amare lagi gak nafsu makan, Bi."

Bi Imah manggut-manggut. "Yowes, Non Amare ke kamar aja. Kalo laper nanti panggil Bibi. Nanti Bibi bawain makanan untuk Non."

"Ok, Bi." Amare bangkit dari bangkunya. Ia tidak memiliki ide kemana ia harus pergi sekarang. Kamar? Tidak, itu terlalu membosankan. Teras? Tidak, disitu sangat panas. Mungkin ruang tamu adalah pilihan terbaik, batinnya.

Amare melangkahkan kakinya menuju arah ruang tamu. Namun urung saat ia mencium aroma alkohol. Amare menghentikan langkahnya. Ia menoleh, menatap pintu kamar Abangnya, Alby. Amare bisa menerka, pastilah Abangnya yang meminum alkohol ini. Pasti. Amare mengubah tujuannya, ia melangkah pelan menuju pintu kamar Alby. Ia mencari tau keadaan kamar Abangnya lewat lubang pintu. Rapi.

Amare memutar pelan knop pintu, berusaha keras untuk tidak menimbulkan suara apapun. Amare menelisik seisi kamar, didapatinya dua botol whisky dalam keadaan kosong. Matilah Alby jika Ayah mereka melihat ini. Alby tertidur pulas diatas ranjangnya, juga dengan memeluk sebotol whisky yang hanya tersisa setengah botol.

Amare menghela napas panjang. Ia mengambil dua botol whisky yang kosong itu, kemudian membuangnya dengan rapi. Amare melangkah mendekati Abangnya. Dari jarak beberapa meter saja, bau alkoholnya benar-benar menyengat. Amare mengambil botol wishky yang masih terisi setengah itu, lalu menyimpannya ke tempat yang aman.

"Bang, lo itu ganteng, pinter, kenapa lo kayak gini? Dulu lo gak kayak gini, Bang. Kenapa lo berubah?" lirihnya.

Sembari tersenyum sendu, Amare menatap Abangnya itu. Selagi berkata, "Bang, kembali jadi Abang gue kayak dulu. Jujur, gue kangen lo yang dulu, Bang."

Setelah itu, Amare melenggang pergi. Meninggalkan Alby yang sedang tertidur pulas di situ sendirian. Hilang sudah mood Amare untuk bersantai di ruang tamu. Karena itu, ia memilih untuk kembali ke dalam kamarnya. Merenungi hidupnya yang begitu sendu ini.

---

Amare bersenandung kecil, menikmati alunan musik yang menari di dalam gendang telinganya. Alunan nada-nada yang membentuk sebuah harmoni yang khas, menemani dirinya dalam lautan emosi. Matanya menerawang jauh, menikmati sinar hangat Sang Syamsu. Pikirannya menerawang pula, membangkitkan memori indah semasa kecil.

"Siapa yang belani gangguin kamu? Kasih tau Abang, nanti Abang malahin!"

Amare masih tetap menangis, tidak menjawab pertanyaan Abangnya itu. Malah, Amare menangis semakin kencang. Alby mulai sedikit panik, "Kok tambah nangis? Siapa yang gangguin kamu? Nanti Abang malahin olangnya! Kasih tau Abang!"

Sembari terisak, Amare menunjuk seorang anak yang berada tak jauh dari mereka. Alby menoleh, dan ia seketika mengerti mengapa adiknya ini menangis. "Dia ambil boneka yang Papa kasih ya?" tanya Alby memastikan.

Amare mengangguk pelan. Saat itu pula, Alby berjalan mendekati anak  itu. Ia langsung merebut boneka yang dipegangnya, sembari berkata, "Belani-belaninya kamu ngambil boneka adikku! Kamu mau cari masalah sama aku?"

"Aku gak ambil boneka adik kamu! Adik kkamu yang ambil boneka aku! Ini boneka aku, bukan boneka adik kamu tau!" jawab anak itu.

"Kamu bohong! Ini boneka adik aku!" Tanpa basa-basi, Alby langsung memukul anak itu. Anak itu terjatuh, matanya mulai berkaca-kaca. "Kenapa nangis? Orang kamu yang salah!" maki Alby. Anak itu mulai menangis, ia langsung pergi menuju orangtuanya. Sedangkan Alby, ia kembali ke Amare dengan boneka ditangannya.

"Amale jangan nangis. Ini boneka kamu."

Amare mendongak, mengambil kembali bonekanya. "Telimakasih, Abang."

Alby menepuk pucuk kepala Amare, "Udah jangan nangis, dia udah Abang malahin!"

"Amale, yuk pulang. Udah mau malem, nanti kalau kemaleman Papa sama Mama bisa malah, lho!"

"Iya, yuk pulang!" Amare bangkit. Ia berjalan di samping Alby, dan Alby menggenggam tangan adiknya itu.

Amare tersenyum kecil, ia langsung menolehkan kepalanya ke arah ranjangnya. Dimana terdapat boneka pemberian Papanya semasa kecil itu. "Seandainya, lo tetep masih yang sama, Bang. Gue kangen lo yang dulu," gumam Amare.

"AMARE! TURUN LO!"

Amare tersentak. Degub jantungnya mulai tak beraturan. Ia melepaskan earphonenya dan langsung menuju asal suara. Jujur, Amare takut. Takut sekali. Dibawah sana terlihat Alby yang tampak murka. Amare terhenti sejenak di ujung tangga atas, ia menyiapkan mentalnya. Namun, dari bawah sana Alby sudah melihat dirinya. "WOI TURUN B*NGS*T!"

Amare tersentak, ia lansung turun. Amare menundukkan kepalanya, tak berani menatap mata Alby, Abangnya itu.

"Botol whisky gue yang sisa setengah lo taruh di mana?"

"Di lemari paling bawah rak TV  kamar lo, Bang."

"Ngapain lo taruh botol whisky gue di situ? Apa hak lo, ha!"

"Kalo Papa liat, nanti Papa marah besar. Gue gak mau---"

"Si Fajar gak bakalan pulang! Dia pasti lagi main sama selingkuhannya itu!"

"Ga sopan, Bang manggil Papa pake---"

"SHUT UP! Dia bukan Papa gue, Papa gue udah mati!"

Alby melenggang pergi, entah kemana. Dada Amare terasa sesak, ia kembali teringat dengan kejadian itu. Kejadian yang mengubah segalanya. Kejadian yang menghancurkan segalanya. "Gue ... gue pengen balikkin waktu, apa bisa?"

---

Hai hai hai!
Tau kok ini bab pendek banget, maaf ya semua:(
Gimana pendapat kalian tentang bab ini? Apakah kalian ada krisar? Ataukah ada sesuatu yang harus aku perbaiki lagi? Comment di inline ini ya!

Sepertinya aku akan mulai belajar untuk konsisten, so aku bakal update Amare tiap hari Senin!
Iya, aku akan mulai belajar konsisten, karena cerita ini sayang banget sih kalau ga selesai.

That's all, sampai jumpa Senin depan^^

Amare (HIATUS)Where stories live. Discover now