Agista Erithia

13.8K 883 22
                                    

"Terus foto ini maksudnya apa?" gadis dengan balutan seragam SMA itu menunjukan layar ponselnya kearah gadis lainnya yang sedang balik menatapnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Terus foto ini maksudnya apa?" gadis dengan balutan seragam SMA itu menunjukan layar ponselnya kearah gadis lainnya yang sedang balik menatapnya.

"Kenapa?" bukannya menjawab, dia malah balik bertanya. Gadis dengan senyuman sinisnya. "Sadar kali Ma, dia udah nggak sayang sama lo. Dia itu—, dia itu, dia—dia itu."

"CUT!" teriak sang sutradara. Lelaki berumur sekitar 40 tahunan itu tampak putus asa, dilihat dari caranya membuka kacamata. "Kinara, ini kali kelima kamu lupa dialog. Semakin lama scene ini selesai, maka semakin lama juga kalian akan pulang. Tolong kerjasama dan keseriusannya," tegasnya.

Artis dengan nama Kinara itu menarik napasnya panjang, mengangguk pelan sembari merapihkan anak rambutnya yang keluar.

Banu—sang sutradara melepas headphonenya seraya berdiri dari kursi. "Kita break lima belas menit, saya mau ini adalah take terakhir," tutupnya yang lagi-lagi dijawab anggukan dari gadis itu.

Artis pendatang baru itu mengusap pelan wajahnya, ini sudah jam satu pagi. Dan dia masih belum bisa menyelesaikan scenenya yang bahkan tak terbilang banyak itu.

Saat Kinara ingin kembali ke tempat para artis lain beristirahat sambil menunggu giliran selanjutnya, perempuan di depannya tiba-tiba menahan lengannya.

"Lo sebenernya bisa acting nggak sih?"

Kinara menoleh. "Iya?" tanyanya memastikan kalau-kalau dia salah dengar.

Perempuan di depannya menaikan sebelah alisnya sinis. "Lo tau, gue nggak sudi ngabisin waktu disini cuma buat denger kesalahan dialog lo yang kesekian kalinya," katanya. Dia mendekat. "Gue nggak ngerti kenapa Pak Banu ngerekrut lo jadi second lead female disini. Asisten gue bahkan bisa jauh lebih bagus dari lo."

Kalimat itu sukses membuat semua orang di sekitar set terdiam. Manajer perempuan bermulut pedas itu segera menepuk tangannya kencang seraya tertawa. "HAHAHA, maaf ya Kinara. Gistanya emang akhir-akhir ini lagi sensitif, biasalah tamu bulanan. Dia nggak ada maksud apa-apa kok, serius. Maaf ya," ujarnya canggung berusaha mencairkan suasana yang dibalas kekehan pelan dari Kinara.

Shena segera menarik Gista memasuki mobil pribadi mereka, menghindari kemungkinan buruk yang bisa terjadi jika bos yang sudah ia anggap seperti artisnya itu tetap berada disana. "Gis lo apa-apaan sih? Lo mau buat masalah apa lagi?" jangan kaget. Dia memang sudah bekerja sebagai Manajer sejak Gista masih kecil, masih membintangi beberapa iklan dan sinetron tanpa dibayar. Wajar jika sekarang mereka bisa sedekat ini hingga tak perlu canggung untuk berbicara secara non formal.

Gista mengibaskan tangannya acuh, menutup matanya sembari menyenderkan diri pada jok mobil yang telah direndahkan. "Gue lagi nggak mood buat berantem. Jadi lo mending diem."

Shena membuka mulutnya tak percaya.

Terus tadi itu maksudnya apa?!

"Yang harusnya ngomong itu tuh gue! Lo tuh harus bisa jaga emosi Gis, gue tau lo capek. Tapi artis-artis disana, semua kru termasuk gue juga capek, jadi tolong tahan diri lo. Hargain semua orang, oke?"

Kata-kata yang terdengar lebih seperti nasihat itu sama sekali tak digubris Gista. Perempuan cantik itu masih menutup matanya. "Gue nggak mau ya kejadian yang dulu-dulu keulang! Gimana kalau nggak ada satupun Stasiun yang make lo buat film atau dramanya? Mau jadi apa lo? Gelandangan?"

Kalimat terakhir Shena rupanya menarik perhatian Gista. Dia membuka matanya sembari tersenyum. "Lah iya ya? Boleh juga tuh, gue pengen deh ngerasain jadi gelandangan gimana," jawabnya. "Besok kalau dapet tawaran yang perannya jadi pengemis atau gelandangan, ambil aja Shen," lanjutnya.

Shena yang tampak kehabisan kata-kata itu, meremas tangannya gemas tepat di depan wajah Gista.

Gila.

Majikannya itu memang sudah gila.

Terlebih saat Gista kembali melanjutkan kalimatnya yang ternyata masih memiliki sambungan.

"Eh, tapi muka gue nggak ada cocok-cocoknya buat jadi orang susah. Jadi nggak bisa pasti ya?"

Disaat itu juga, Shena benar-benar ingin resign.

***

Ini adalah hari pertama sekolah di tahun ajaran baru.

Mungkin bagi beberapa murid hari ini adalah hari yang mereka tunggu. Setelah sekian lama, bisa bertemu dengan teman, gebetan atau pacar.

Tapi tidak untuk Gista.

Sekolah tidak ada seru-serunya.

Selain karena harus belajar, untuk kesekian kalinya dia harus bertemu dengan ribuan orang yang bahkan tidak ia sukai. Tak satupun, selama dua tahun bersekolah disini.

Alasannya.

Gista tak butuh teman.

Kalau dia sudah punya uang, kepopuleritasan dan menjadi pusat perhatian. Jadi apa gunanya teman?

Mereka semua iblis yang tinggal di dalam tubuh manusia. Dengan senjata utama jari-jari panjang dan mulut lebarnya.

Bahkan memikirkan untuk bersosialisasi di lingkungan sekolahnya sudah hampir membuat Gista putar balik ke Apartemen hari ini.

Perempuan dengan rambut hitam bergelombang yang ia biarkan terurai itu berdeham sembari nyelonong masuk ke dalam kelas.

Hal itu sukses membuat guru yang tadinya sedang menjelaskan, terdiam.

Iya, Gista telat.

Di hari pertamanya masuk.

Gardigan peach yang membalut indah seragam dan rok ketatnya sudah mampu menarik perhatian kelas, ditambah dengan tas kecil bling-bling yang ia bawa.

Tanpa merasa risih atau takut, dia berjalan mengarah tempat duduknya yang berada di pojok belakang kelas, namun sebuah suara mencegahnya. "Ibu sudah mengajukan kamu untuk dipindahkan ke kelas XII IPS 5," ujar Bu Raina pelan. Wajahnya tampak takut dengan tangan gemetar. "Mulai sekarang kamu bisa mulai belajar disana, tanpa harus terganggu sama teman-teman kamu."

Gista menoleh, menatap kearah Bu Raina. "Oh ya?" jawabnya dengan satu alis terangkat. "Ah, sayang banget. Padahal saya kangeeen banget sama Ibu, sama temen-temen juga," sambungnya memasang wajah sedih.

Gadis itu menarik tasnya yang tadi ia letakan di atas meja. Gista melangkah maju dengan mantap hingga sampai tepat di hadapan Bu Raina. "Ibu ngarep saya ngomong gitu 'kan?" tebaknya dengan senyuman licik. "Terserah mau pindahin saya kemanapun, saya nggak peduli," tutupnya tersenyum.

Gista menghadap kearah seluruh siswa di kelas. "Selamat! Karena kalian nggak akan punya temen secantik dan sepopuler gue lagi. Nggak ada bahan buat gosip sama pansos lagi deh. Bye temen-temen." setelah berseru dengan menekankan kata teman, ia kemudian melangkah menjauhi kelas.

Gista seharusnya berjalan mengarah kelas khusus yang dimaksud, tapi gadis itu malah berjalan mengarah parkiran sembari menelfon seseorang. "Jemput gue, sekolah nggak asik."

A/N

Hai semuaanyaa.

oke jadi gue bingung mau mulai dari mana.

semoga kalian sukaa yaa sama ceritanyaa
❤️🖤

An Angel Love Me [END]Where stories live. Discover now