Prolog

1.8K 132 12
                                    

Tuk tuk tuk.

Suara ketukan tumit sepatu terdengar menggema diruang resepsionis. Titik pandangku terfokus pada sosok pria berjas hitam dengan tongkat berlapis berlian pada pegangannya. Dengan postur tubuh yang tegas, pria tersebut berjalan mendekat dengan dua orang bodyguard bertubuh kekar di belakangnya.

"Huang Renjun?" panggil ramah pria berambut pirang tersebut, seorang pria yang nantinya akan menjadi Madam ku.

"Aku sangat senang karena akhirnya kamu datang juga." sesuai dugaan ku, pria tersebut memelukku seolah-olah dia telah lama mengenalku. Sedangkan aku yang terpaksa datang ke tempat prostitusi ini hanya menatapnya datar, tanpa membalas sambutan hangatnya.

"Perkenalkan, nama ku Chittaphon Leechaiyapornkul. Anak-anak disini biasanya memanggil ku dengan sebutan Madam Ten agar lebih mudah diingat," ucapnya, memaksa ku berjabat tangan dengannya.

Menyadari akan sifat dingin ku, pria bernama Ten tadi tak ingin lama-lama berbasa-basi dengan ku. Mungkin dia tau, sebanyak apapun dia berbasa-basi, aku hanya diam tanpa membalas ucapannya.

"Kamu pasti lelah setelah perjalanan jauh. Mari, aku tunjukkan kamar mu agar kamu bisa beristirahat sejenak." Kedua bodyguard yang sejak tadi berdiri dibelakang pria tersebut mulai bergerak mengambil koper-koper yang nantinya akan diletakkan ke kamar baruku.

Madam Ten kembali menggerakkan tumit sepatunya, membawaku menuju lantai 2 yang dimana dilantai tersebut terdapat banyak lorong dengan kamar-kamar kecil yang telah ia sediakan untuk tempat tinggal para pelacur. Pencahayaan di lantai 2 yang didominasi oleh warna biru dan ungu membuat nuansa di dalamnya sedikit redup.

Aku mengedarkan pandanganku menatap sekeliling yang tampak sangat sunyi dan sepi bahkan tak ada satupun eksistensi manusia selain kami berempat. Pintu-pintu kamar di lantai 2 tertutup rapat, entah apakah didalam ada penghuninya atau tidak. Aku mencoba untuk tidak memperdulikan mereka dan terus berjalan menyeimbangi langkah kaki majikan disamping ku.

Tanpa terasa, sampailah kami di depan pintu kamar yang terletak diujung lorong. Diketuknya pintu tersebut hingga seorang lelaki berambut merah maroon membukakan pintu dari dalam. Di lihat dari segi wajahnya, sepertinya lelaki bersurai maroon tersebut memiliki usia yang tak terpaut jauh dengan usiaku. Dia tampak manis dan juga lembut.

"Donghyuck, perkenalan namanya Renjun, penghuni baru yang akan tinggal sekamar denganmu. Madam harap kamu dapat berteman baik dengannya," ketus Madam Ten kepada lelaki bernama Donghyuck itu.

"Baik Madam," jawab lelaki itu dengan kepala tertunduk.

Perlakuan yang Madam berikan kepada lelaki itu terlihat sangat berbeda dengan perlakuan yang ia berikan kepadaku, sebab Madam lebih angkuh dan juga dingin. Dari perbedaan sifat itu, membuat ku sedikit bertanya dalam benakku 'Apa karena aku pendatang baru jadi Madam memperlakukan ku sebaik mungkin?' pikirku.

Madam Ten berbalik badan dan menepuk pundak kiri ku dengan senyuman ramah yang hanya ia tunjukkan kepadaku tentunya. "Nah Renjun, silahkan masuk. Nikmati waktu istirahat mu, Madam tidak ingin kamu sakit karena kelelahan," ujarnya yang hanya ku balas dengan anggukan kepala.

Sejurus kemudian, Madam beserta kedua bodyguard-nya pergi meninggalkan kami diujung lorong.

"Ayo masuk Renjun," ajaknya membuat lamunan ku bubar.

Aku mengangguk lalu melangkah memasuki kamar baru ku. Ku rapikan dan ku tata semua pakaianku di dalam lemari, sedangkan Donghyuck membantu menata barang-barang ku di atas meja seperti pigura foto hingga barang-barang kecil lainnya.

"Renjun..," panggilnya dari arah belakang, membuat ku menoleh menatapnya.

"Aku ucapkan selamat datang ke tempat ini," Donghyuck menghela nafas panjang sebelum akhirnya dia melanjutkan ucapannya kembali. "Akhirnya aku tidak sendirian lagi di kamar ini, aku senang karena aku mendapatkan teman baru," imbuhnya dengan seulas senyuman tulus di pipinya. Donghyuck mengulurkan tangan kanannya, mengajakku berjabat tangan dengannya.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung menerima jabatan tangan tersebut dan terseyum tipis. "Terima kasih," jawabku sekenanya.

Kami tak pernah menyangka sebelumnya bahwa jabatan tangan itu membawa kami ke dalam tali sahabatan yang abadi.

TBC / UNPUBLISH?

The NightflyWhere stories live. Discover now