Chapter 4

943 80 8
                                    

Renjun POV

Siang itu, sudah dua puluh menit jarum jam menyingkir dari angka dua belas. Ku terdiam membisu dimeja makan dengan perasaan gundah. Rasa hampa seakan menyelimuti hatiku kala pengelihatan ku tidak menemukan keberadaan Donghyuck di ruang makan sejak pagi tadi. Sedih, sekaligus cemas. Takut jika hal yang buruk terjadi padanya.

Donghyuck telah mengurung dirinya selama 2 hari. Dia selalu menangis dan terus menerus menyalahkan dirinya di dalam kamar. Madam tak memberinya jatah makan dan tak membiarkan satu pun anak madam untuk mendekatinya karena Donghyuck dianggap tidak becus dan merusak pertunjukan pada malam itu.

Sebagai teman sekamarnya, mana mungkin aku tega melihat dia menderita seperti itu. Setelah perdebatan panjang membujuk madam, aku kembali ke kamar dengan membawa satu nampan berisikan semangkuk bubur untuk Donghyuck.

Perlahan aku membuka pintu dan seketika langkah ku terhenti. Lama aku tertegun di ambang pintu melihat Donghyuck yang masih meringkuk di atas ranjang berselimutkan lara. Dapat ku rasakan ribuan batu menghantam sanubarinya. Mengapa orang-orang begitu tega melukai lelaki sebaik dan selugu dia?

"Donghyuck-a..," panggil ku cemas, tapi tak ada balasan darinya.

Terhuyung-huyung aku melangkah dan meletakkan nampan tersebut di atas meja nakas. Ku amati matanya menatap kosong rintikan air hujan di luar jendela. Aku memberanikan diri duduk di tepi ranjang dan ku raih punggung tangannya.

"Makanlah..," suara ku tercekat di tenggorokan, tak sanggup melihatnya terpuruk dalam kepedihan yang mendera. "Kamu belum makan sejak dua hari yang lalu," lanjutku sedih.

"Darimana kau dapatkan makanan itu?" tanya Donghyuck lirih dengan tatapan yang masih kosong.

"Dari madam..," Donghyuck menggerakkan bola matanya menatap heran ke arahku, seakan masih belum percaya makanan-makanan itu pemberian madam. "Aku tadi berhasil membujuknya. Aku tidak ingin melihatmu jatuh sakit," jelas ku setelah mencoba menebak isi pikirannya.

Perlahan aku membantunya duduk pada sandaran kasur. Ku letakkan nampan tadi di atas pangkuannya. Donghyuck masih membisu menatap semangkuk bubur tersebut. Matanya tampak berkaca-kaca. Biasanya dia mendapatkan makanan basi dari madam, tapi sekarang dia bisa merasakan hangatnya masakan yang baru keluar dari tungku perapian.

Ku raih tangan Donghyuck, menyerahkan sendok kepadanya. Meyakinkan bahwa makanan itu benar-benar disediakan untuk dirinya. Dengan tangan yang gemetar Donghyuck mulai menyuapkan sendok demi sendok bubur ke dalam mulutnya, dan tetesan air mata mulai mengalir dari pelupuknya.

***

Donghyuck POV

Malam itu, Renjun mengajakku pergi keluar untuk mencari udara segar mengingat hari ini aku dan Renjun tidak memiliki job di Bar. Awalnya madam tidak memberinya izin sebab dia takut jika kami pergi melarikan diri dari Sparkling Star. Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, akhirnya madam pun mengizinkannya dengan syarat kami harus didampingi satu bodyguard yang akan mengikuti kemanapun kami pergi. Itu tidak menjadi masalah bagi kami sebab kami hanya mencari street food di kawasan Myeongdong.

Cukup lama kami mengelilingi kawasan tersebut hingga kami memutuskan untuk berhenti di salah satu kedai untuk mencicipi tteokbokki dan beberapa gelas soju.

"Hei! Apa yang kau lakukan disitu?!" gertak Renjun saat bodyguard madam ikut duduk bersama kami. Renjun tidak pernah takut kepada siapapun di Sparkling Star bahkan madam pun pernah dia bentak.

"Saya hanya menumpang duduk disini," dalihnya gelagapan.

"Aishh... Tidak tidak! Aku tidak punya cukup uang untuk mentraktir mu makan. Cepat berdiri disana!" bentak Renjun sambil menunjuk tiang listrik. "Tugas mu disini hanya memantau kami, bukan ikut bersenang-senang bersama kami!" lanjutnya tegas.

Perlahan, bodyguard tersebut menuruti perintah Renjun. Dia memantau kami dari tiang listrik yang jaraknya sekitar 5 meter dari kedai yang kami singgahi.

"Renjun... Kau tidak boleh bersikap kasar seperti itu kepada anak buah madam. Kita bisa terkena masalah besar," bisikku perlahan.

"Aku tidak takut. Aku hanya ingin berbicara empat mata denganmu. Aku tidak ingin ada orang lain yang menguping pembicaraan kita," balas Renjun. Tak lama pesanan kami datang. Renjun segera meneguk sojunya dan pertanyaan demi pertanyaan mulai keluar dari mulutnya.

"Donghyuck-a, sebenarnya ada masalah apa kamu di Sparkling Star? Bisakah kau ceritakan kepadaku semua hal yang tidak aku ketahui?" cecar Renjun.

Aku hanya menunduk sedih dan memainkan gelas sojuku. "Aku akan menceritakan awal mula aku bergabung kedalam dunia gemerlap ini," ucapku. Renjun semakin diselimuti rasa penasaran hingga lelaki itu menggeser posisi duduknya sedikit lebih dekat untuk bisa mendengar lebih jelas suaraku.

"Aku tidak seberuntung dirimu, Renjun. Aku pergi ke Sparkling Star atas kemauanku sendiri–" Ku mulai menelankan suaraku. "–Setelah panti asuhan yang aku tinggali ditutup oleh pemerintah," sambungku.

"Madam telah menolak ku berkali-kali dengan alasan aku tidak cocok bekerja sebagai kupu-kupu malam ditempat prostitusi itu tapi aku tetap bersikeras untuk dapat menyambung hidupku." Ku genggam erat gelas soju ditanganku untuk melampiaskan kesedihan ku. Tapi seberapa keras aku menggenggam gelas tersebut, itu tidak bisa menghapus semua luka di hatiku.

"Lalu apa yang membuat mereka begitu membencimu?" tanya Renjun penasaran.

"Mereka membenciku karena aku belum mendapat satupun pelanggan sejak aku bekerja di tempat ini."

"Hah? Berarti ... Itu artinya kamu masih perawan?" tanya Renjun kembali. Aku hanya mengangguk lemah mengiyakan ucapannya. "Sebentar.. sebentar.. ini sangat aneh. Bagaimana bisa kamu tidak memiliki satu pelanggan pun?"

"Tidak ada yang bisa dibanggakan dari diriku Renjun. Aku tidak memiliki bentuk tubuh yang indah, wajah juga pas-pasan dan..." Suara ku tiba-tiba tercekat di tenggorokan, dadaku terasa sesak dan air mata mulai berkumpul di pelupuk mataku. "Ditambah lagi aku memiliki kulit yang gelap."

Renjun mengerutkan keningnya seolah tak mengerti dengan perkataan ku. "Memangnya apa yang salah dengan kulit gelapmu?"

"Kamu tahu sendiri kan orang Korea sangat anti dengan kulit gelap? Mereka akan menjadikan orang tersebut bahan bully-an. Kulit gelap tidak terlalu diterima disini." Aku tersenyum tipis. Sekuat mungkin aku mencoba untuk tetap tegar meskipun diskriminasi dan rasisme meluluhlantakkan kebahagiaan ku.

Protes sudah menyerbu di ujung mulutnya. Dia tampak emosi melihat semua ketidakadilan ini. Tapi, ia lebih memilih untuk menyimpan semua protesnya. Merasa tak pantas meluapkan emosinya di tempat umum. "Lalu kenapa kamu tidak mencoba keluar dari tempat itu?"

"Itu sangat mustahil, Renjun. Sudah berulang kali aku mencoba keluar dari tempat itu tetapi madam selalu menahanku karena aku memiliki banyak utang yang harus ku lunasi."

"Hah? Utang? Utang apa?"

"Tempat tidur, makan, kostum, dan lain sebagainya. Semua itu tidak gratis," aku menjeda ucapanku, mencoba menguatkan hatiku. "Aku harus mencari setidaknya satu pelanggan untuk dapat melunasi semua utang ku kepada madam. Hanya itu satu-satunya cara agar aku bisa terbebas dari tempat prostitusi ini."

To Be Continued

.

.

.

Hallo readers, sudah lama sekali author tidak update cerita ini. Maaf telah membuat kalian menunggu lama. Semoga chapter ini menjawab semua pertanyaan kalian.

Jangan lupa like, comment, dan follow akun ini jika kalian menyukai ceritanya.

Terima kasih 😊🙏🏻

The NightflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang