TLS (1) - 6. Waiting

1.2K 91 13
                                    

The Love Series (1) - 6. Waiting

I don't care - Justin Bieber ft. Ed Sheeran

••🌹••

Terkadang kita hanya perlu sebuah percakapan sederhana agar mengerti; bahwa perpisahan bukanlah sebuah pilihan.

ATLANA

••🌹••

Ruang theater ramai didominasi oleh suara nyaring seorang gadis bertubuh kurus dengan rambut cokelat gelapnya yang diikat satu terlapisi topi sport berwarna pink. Mengabaikan rasa lapar yang melilit perutnya karena belum diisi sejak pagi, gadis itu terus saja memberikan pengarahan singkat. Sesekali iris mata gelapnya mengabsen jumlah anggota yang hadir dan kemudian berdecak kesal menyadari masih ada saja yang tega membolos di tengah kesibukan mempersiapkan lomba seperti ini.

“Yang bawa alat peraga siapa? Terus si Ian kemana?!” teriak Ayana nyaring.

Baru saja Ayana menyelesaikan kalimatnya. Di ambang pintu ruang theater yang terbuka lebar muncul Ian dengan dua tumpuk kardus di lengannya. Ayana melangkah mendekat, ingin menyemburkan amarahnya karena lagi-lagi cowok itu selalu datang terlambat.

“Kali—”

“Bentar-bentar. Ini berat banget. Lo kalo mau marah pending dulu.” Ian memotong ucapan Ayana, berjalan melewati gadis itu dan meletakkan dua kardus yang dibawanya ke atas meja.

Tangan kiri Ian terangkat menyeka keringat di dahinya. Napasnya memburu menunjukkan bahwa butuh usaha keras membawa dua kardus tersebut ke ruang theater. Ayana mengekori Ian, berdiri tepat di sebelah cowok itu dengan tangan tersilang di dada.

“Itu apa?” Ayana mengendikkan dagunya menunjuk kardus lalu berpaling menatap Ian.

Bukannya menjawab, cowok yang terkenal bengal di sekolah itu malah membuka salah satu kardus. Mengeluarkan isinya dan menyodorkannya ke hadapan Ayana.

“Mama gue tadi ngasi ini. Katanya supaya anak theater semangat latihannya.” jawab Ian tenang.

Ayana menatap Ian sedetik lalu beralih menatap bungkusan yang ada di tangannya.

“Nolak, nih? Gue ambil lagi ya.” Ian menarik tangannya, berniat memasukkan kembali bungkusan berisi roti isi dan air mineral ke dalam kotak. Namun pergerakan tangan Ayana juga tidak kalah cepat menyambar bungkusan di tangan Ian. “Kata Mama gue, sesuatu yang udah dikasi terus diambil lagi ntar jadi gondokan.”

Ian tersenyum miring. “Janda elah. Sana lo makan. Muka udah pucet juga sok-sokan mau marahin gue.” usir Ian seraya membalikkan tubuh Ayana, mendorong gadis itu menjauhi dirinya.

“KAK IAN CURANG IH. MASA CUMA KAK AYA YANG DIKASI. BUAT KITA MANA?”

Ian terkekeh pelan. Tangannya mengibas udara, gestur menyuruh semua anggota theater yang berada di sana untuk mendekat ke arahnya. “Sini-sini. Antri yang rapi, kalau nggak tertib nggak bakalan gue kasi.”

Ayana menyapukan pandangannya hingga berhenti pada satu objek yang sedang asik menggunting dan menempel sesuatu di pojokan. Ayana mengayunkan kakinya untuk mendekat dan duduk bersila tidak jauh dari posisi Zion.

“Mau?” tawar Ayana menyodorkan roti miliknya.

Zion mengangkat kepalanya. Menatap Ayana lama sebelum akhirnya menggeleng pelan. “Lo aja yang abisin. Ntar gue juga kenyang.”

“Ada hubungannya emang? Kan gue yang makan.”

“Ada.”

“Paan?”

TLS (1) - ATLANA [#Wattys2019]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang