SATU

1.3K 650 2.7K
                                    

Bel istirahat pertama berbunyi. Semua murid berhamburan keluar kelas dengan berbagai tujuan. Ada yang hendak mengisi perut, ada juga yang mau memenuhi panggilan alam, bahkan ada yang menggunakan waktu dua puluh menit ini untuk pergi ke perpustakaan.

Awalnya aku memilih opsi ketiga. Namun setelah melihat tuan putri beranjak dari tempatnya, aku segera bangkit menyusul. Selama perjalanan, beberapa orang murid bertegur sapa dengan sang putri. Mereka dibuat kecewa. Lantaran Vanilla yang dikenal ceria tidak hadir hari ini. Tuan putri mengabaikan mereka. Berjalan lurus dengan tatapan kosong seolah hidup dalam dimensi lain.

Tiba di kantin, sang putri langsung dijadikan bahan gosipan. Banyak yang bertanya-tanya apa yang terjadi setelah kerumunan dibubarkan. Mereka putuskah? Atau Angkasa dikeluarkankah? Vanilla tak mengubris.

Ia mendekati salah satu meja yang ditempati kaum hawa ber-IQ tinggi. Ekspresinya datar. Ditanya tak menjawab, dipanggil tak menyahut. Salah satu dari gadis-gadis itu, menarik Vanilla duduk. Bella kalau tidak salah namanya. Putri kedua keluarga Manuvilla, hasil fertilisasi sperma Brazil dan ovum Indonesia.

Aku mengambil posisi di meja yang terdekat. "Muka lo napa tuh?" tanya si cewek blasteran.

Si putri tak menjawab. Cewek lainnya, yang bersurai coklat turut menimpali, "Ada masalah apa tadi sama Angkasa?"

"Angkasa beneran dikeluarin?"

"Sayang, padahal lagi seru-serunya malah disuruh bubar."

"Cerita dong masalah tadi."

"Kalian gak putus, kan?"

"Jangan, dong! Kalau putus nanti couple goals di sekolah kita kurang satu."

"Couple goals sempakmu."

"WOI!"

Seisi kantin seketika senyap. Aku hampir tersedak es teh manis yang kupesan.

"Kalian bisa gak sih ngasih dia waktu dulu? Gak liat apa mukanya udah kayak mau mati enggan, hidup segan?" lanjutnya dengan napas memburu.

Vanilla, selaku buah pembicaraan, menarik cewek blasteran itu duduk. "Kalau mau teriak liat tempat," bisiknya pelan.

Bella cengengesan. "Ya, maap."

Cewek-cewek lainnya menggeleng pasrah. Ada aja tingkah absurd si blasteran itu, pikir mereka. Gara-gara dia, mereka kini menjadi atensi seisi kantin.

"Bukan teman gue," canda si tengkorak berjalan, Mina. Saking kurusnya, Mina hampir terbang saat hujan deras tahun lalu. Seisi kelas panik lantaran Mina dengan begitu mudahnya terseret keluar. Kami sampai terpaksa mengunci setiap celah di kelas supaya angin tidak masuk. Kan gak lucu kalau sekolah kami masuk koran gara-gara muridnya terbang tertiup angin.

"Diem lo ranting!" sahut cewek lainnya.

Mina cemberut. "Anjir body soaping."

"Body shamming goblok!" Hani menoyor kening Mina. Sementara si korban sibuk mengabsen penghuni kebun binatang.

"Nanti malam," jeda Vanilla. Semua atensi otomatis mengarah pada sang putri. "Kalian sibuk gak?" lanjutnya kemudian diselingi senyuman paksa.

8 LETTERS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang