Chapter 4; Alítheia

151 92 234
                                    

Angan ada di awang-awang. Tak mampu dibantah bahwa kenyataan pahit menyapa tengkuk hingga ke tulang-tulang, perlahan-lahan meremukkannya sampai kaki Selene jatuh lemas tak sanggup menyaksikan apa yang tampak di hadapannya,

Bukan, bukan itu.

Kala pikiran tak risau akan kematian yang menghadang, Selene justru terbahak,

Bukan itu juga.

Serafim, ingatlah sesuatu! Sial, aku bahkan tidak mengingat sedikitpun soal bagian ini. Kapan kira-kira? Kapan waktu terjadinya penyerangan secara brutal itu? Setidaknya, aku ingin mencegah kematian setiap orang.

Lizia menyentak tangan Stiffani dan mulai terjadi adu mulut satu sama lain. Yang satu tak mau kalah, yang satu juga tak berniat menyudahi,

Tidak. Bukan ini. Tapi ...,

"Stiff, menyingkir!"

Kepalaku langsung tertuju kepada Arion yang berteriak, di mana kulihat laki-laki itu berlari ke arah Stiffani dan membawanya pergi dari serangan para pemburu. Kami semua terpisah jarak dan entah ke mana perginya yang lain. Yang jelas, tidak kulihat kehadiran sosok Wendy, Athlana serta Lizia di mana pun.

Wendy. Aku harus menemukannya.

"Ayo kita cari yang lain!" kataku kepada Petra, kala Arion dan Stiffani tiba di depan kami.

"Mereka pergi ke arah danau," ucap Stiffani memberitahu kami.

Otakku langsung berpikir keras mencari serpihan memori mengenai narasi yang pernah kubaca di buku After The Fall ini. Danau. Ingatanku samar. Namun sepertinya aku ingat ada adegan danau, dan setelah adegan danau, Selene dan yang lainnya mendapat serangan dari moris. Beberapa dari kawanan pemburu sukses ditumbangkan oleh moris dan Selene bersama yang lain berhasil melarikan diri.

"Kita harus cepat berge—" Kalimatku otomatis terpotong tatkala menyaksikan Petra berjongkok di depan kakiku dan mengikat kedua tali sepatuku kuat-kuat.

"Ikat yang kuat, bodoh. Terakhir kali kau tidak pakai sepatu gara-gara sepatumu copot di rumah jagal. Jangan menyusahkan orang lain hanya karena sepatu. Jika yang ini hilang lagi, kau nyeker saja sana."

TCH. SIKAP MACAM APA ITU, BRENGSEK?

Tidak kugubris kalimatnya. Kami langsung bergegas berjalan memasuki hutan kala kawanan para pemburu tidak lagi terlihat. Demi roti abon favoritku, berjalan secara was-was di tengah lebatnya pepohonan tinggi menjulang yang gelap dan dingin ini membuat jantungku berdegup ratusan kali lebih cepat. Dengan posisi paling depan, Petra memimpin jalan. Di belakangnya diikuti oleh Stiffani, aku dan di paling belakang ada Arion.

Dalam keheningan kami berjalan menyusuri hutan yang perlahan-lahan memudar, berubah menjadi terang dengan bunyi jangkrik serta gesekan daun kering di mana-mana. Sesekali aku celingukan waspada memperhatikan sekitar. Sadar tidak sadar, naluri alamiah manusia bisa mendeteksi ancaman dari titik buta. Insting namanya. Kalau bulu kuduk merinding, berarti memang ada sesuatu yang tidak terduga sedang mengawasi.

Kami tiba di depan danau. Namun tidak kulihat sama sekali adanya kehadiran tiga orang itu. Ke mana kira-kira perginya mereka?

Srekkkk!!!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 17 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

After The FallWhere stories live. Discover now