Bab Sembilan.

8.7K 618 27
                                    

Mangsaku telah kembali ke alam kesadarannya.
Luar biasan., tak kusangka di dalam tubuh mungil tersebut terdapat keteguhan yang kuat. Seharusnya aku tidak meremehkan mental gadisku. Seharusnya aku lebih menariknya kedalam kegelapan. Sehingga dia jatuh lebih dalam, menganggap diriku satu-satunya cahaya. Lalu tanpa sadar membuat dirinya tergantung pada ku sepenuhnya.

Aku bisa gagal kali ini tapi aku tinggal tidak akan gagal untuk kedua kalinya. Jiwanya. Aku menginginkan jiwanya memujaku, menganggap diriku sesosok dewa yang bisa menyelamatkan atau mengambil nyawanya. Menimbulkan perasaan delusi yang menyimpang dari logika.

Semua itu butuh trik spikologis yang keras dan kejam. Harus membuat jiwanya benar-benar putus asa seolah tanpa harapan.

Mengendalikan sirkuit pikirannya agar masuk ke dalam zona yang aku ciptakan. Hal yang sering aku buat sebagai perancang strategi sekaligus perencana proposal bisnis bersama dengan kakakku. Aku yakin tidak akan sulit namun rawan akan kegagalan.  Seolah menciptakan manusia agar sekarat dan kemudian terlahir kembali--terbentuklah manusia baru yang memujaku, hanya aku.

Memang resiko kegagalan itu cukup merugikan-baginya, tentu saja, karena timbul tanda-tanda kegilaan akibat delusi semasa penculikan sama sekali tidak mengejutkan.

Ini rumit, aku tidak ingin kehilangan satu-satunya gadis yang menarik perhatianku. Memberi angin segar pada hidupku yang gersang. Matanya, tawanya cara dia berjalan dan berbicara mampu menarik duniaku tertuju sepenuhnya padanya. Entah sejak kapan dia mulai menjadi pusat duniaku.

Aku akui jika penyimpangan yang aku derita, membuat tubuh ku antipati terhadap wanita dewasa yang usia-nya tidak berbeda jauh dengan ku. Beribu pemikiran negatif langsung muncul menghancurkan moment panas yang aku miliki bersama dengan wanita atau gadis yang cantik masih perawan.

Meskipun mereka masih gadis atau tidak, mata yang mereka tunjukkan padaku sama seperti mata ibuku dan wanita jalang ayahku. Sorot mata serakah, ambisius dan licik. Bayang-bayang keserakahan ibu dan betapa bajingan ayahku membuatku hampir seperti mati rasa pada wanita.

Penglihatan yang aku tangkap semasa kecil begitu melekat kuat. Saat ayah membawa para jalang itu ke rumah. Bercinta dengan mengerikan bahkan aku mendengar teriakan kesakitan wanita-wanita itu. Namun demi uang, kesakitan yang mereka derita tidak lagi mereka rasakan. Keserakahan karena benda-benda pemberian ayah menutup rasa sakit fisik yang mereka terima beberapa saat yang lalu.

Aku muak...

Aku muak melihat hal tersebut setiap hari...

Aku bisa gila jika terus menerus mendengar teriakan dan desahan laknat mereka...

Akhirnya kakakku mengakhiri penderitaan ku selama ini. Dengan membuat mereka meninggal seolah-olah kecelakaan, kakakku membebaskan jiwaku dari kegilaan mereka semua.

Sayangnya efek yang mereka tinggalkan menancap dengan kuat jauh lebih dalam dari pada yang aku kira.

Aku menyadari penyimpangan yang terjadi pada ku ketika secara tidak sengaja aku melihat gadis berusia delapan tahun berambut pink dan memiliki mata mafia emerald yang indah. Melihat mata polos itu secara mengejutkan membuat kebanggaanku mengeras. Hampir saja aku memperkosa gadis kecil itu saat itu juga. Beruntung kewarasanku masih tersisa. Segera aku meninggalkan gadis itu dan bertemu kembali beberapa tahunan tahun kemudian.

Yang menakjubkan, efek yang timbul ketika pertama kali bertemu masih sama dengan pertemuan kami untuk kedua kalinya. Hasratku mengamuk ketika melihat dirinya menolong seorang. nenek. Sungguh luar biasa, seolah dirinya memang diciptakan untukku. Satu-satunya gadis yang memicu libido yang selama ini mati.

Saat itu pula aku memutuskan untuk menculiknya dan mengubahnya menjadi boneka ku yang cantik.

Semuanya diketahui oleh Itachi-kakakku. Dia mengira jika aku memanas ketika melihat anak-anak atau menjadi pedhopil. Dia juga curiga jika aku mengkonsumsi obat untuk mengebiri diriku.

Kadang aku tertawa dengan pemikiran konyolnya. Tapi aku membiarkan dia berspekulasi apapun tentang diriku. Tanpa mengetahui jika hasratku hanya bangkit ketika melihat gadis bermata emerald dengan rambut pinknya.

.
.
.

Gadis berambut pink itu tengah berjuang melawan siksaan fisik yang menderanya. Bukan rasa sakit akibat pukulan atau luka-luka. Siksaan ini lebih ke arah kehampaan yang menimbulkan mati rasa pada saraf sensorik. Mengakibatkan tekanan mental berkali-kali lebih berat dari pada siksaan fisik yang berupa rasa sakit.

Namun Sakura menolak untuk menyerah pada siksaan ini. Pikirannya berusaha untuk mengarah pada sesuatu yang bisa mengalihkan perhatiannya dari kondisinya sekarang. Ia memejamkan matanya dan berusaha mengingat rasa belaian angin segar di kulitnya, rasa panas matahari di siang hari maupun dinginnya salju ketika musim dingin.

Metode yang ia rasa efektif agar dia tidak mati rasa yang membuat jiwanya kosong. Dia tidak mau tujuan Sasuke Uchiha itu berhasil. Yang terpenting dia tidak ingin kehilangan hidupnya karena dibunuh oleh Sasuke ketika pria itu berhasil mendapatkan tubuhnya.

"Kau belum menyerah?" Suara dalam dan menggetarkan hati terdengar dari arah jeruji.

"Kenapa... Kenapa Sasuke Uchiha...?"

"Kenapa kau menculikku?" Ulang,Sakura.

''Tidak ada yang spesial selain aku hanya ingin kamu," jawab Sasuke santai.

"Aku memiliki keluarga, bebaskan aku..." Ucap gadis itu lirih,"aku tidak pernah melakukan kejahatan hingga pantas diperlakukan seperti ini," keluh Sakura.

Sasuke hanya diam dan pergi meninggalkan Sakura.. Dia tidak ingin memenuhi kebutuhan Sakura untuk berinteraksi dengan makhluk lainnya.

Di sisi lain, Sakura merasa gatal dan tidak sabar melihat kehadiran Sasuke di ruang tanpa rangsangan sensorik ini. Efek yang tanpa ia sadari perlahan timbul dari metode penculikan Sasuke. Jadi perasaan perasaan apa yang dirasakan oleh Sakura terhadap Sasuke saat ini? Yang pasti sindrom Stockholm mulai mencemari jiwa Sakura sedikit demi sedikit.

Tbc

My Self ( NC 21+).Where stories live. Discover now