Chapter 21☑️

5.6K 451 3
                                    

Don't forget to give a vote⭐️

Aku meraba sisi sebelahku dan tidak dapat menemukan Jimin yang awalnya tidur di sebelahku beberapa waktu lalu. Pada akhirnya, aku menginap di rumah Jimin atau mungkin aku akan tinggal disini untuk beberapa saat sampai semua teror yang kuterima berhenti dan pria misterius yang menyeramkan itu ditemukan.

Sebelum tidur, aku menceritakan semuanya pada Jimin secara rinci, aku bisa merasakan Jimin yang awalnya marah padaku karena menutupi masalah ini darinya, tapi kemarahan itu sirna begitu saja digantikan oleh kekhawatiran pada ku.

Aku bangkit dari tempat tidur untuk mencari Jimin dan hal pertama yang kulihat ialah pintu balkon terbuka lebar, kuputuskan untuk berjalan ke arah balkon lalu mendapati Jimin dengan tubuhnya membelakangiku. Dia sedang menelpon seseorang. Dari ambang pintu aku bisa mendengar suaranya samar.

"Cek CCTVnya, jangan sampai ada yang terlewat. Temukan pria brengsek itu secepatnya!"
Tanpa salam penutup, Jimin langsung memutus sambungan telepon sepihak. Aku pun berjalan ke arahnya dan memeluknya dari belakang, mendaratkan kepala ku untuk bersandar pada punggungnya. Bisa kurasakan tubuhnya yang terkejut lalu kembali normal ketika sadar yang memeluknya adalah aku.

"Apa tadi tentang penguntit itu?" Tanyaku to the point.

Aku meringis kecil ketika Jimin mencubit pelan lenganku yang melingkar pada perutnya, "kau menguping, gadis nakal." Ucapnya seraya mengusap lembut tepat dimana ia mencubit ku tadi. Aku hanya tertawa dibalik punggungnya.
"Kau tak perlu tau, sayang. Biarkan aku yang mengurusnya," jawabnya yang langsung disambut oleh decakan sebal dariku.

"Aku perlu tau! Karena pria itu yang menguntitku." Sanggahku seraya melepaskan pelukanku.

"Yang perlu kau tau hanya satu, yaitu aku disini akan selalu melindungimu, mengerti?" Jelasnya yang terdengar sedikit memaksa.

Aku menatapnya sebal dan memanyunkan bibir. Jimin terkekeh melihat tingkahku dan tangannya mendarat pada wajahku lalu memaksa bibirku untuk tersenyum, "aku hanya menyuruh seseorang mencari pria itu melalui nomor teleponnya dan CCTV yang terdapat pada lorong apartemen, puas Nona Valerie?"

Kepala ku mengangguk pelan dan Jimin segera membawaku masuk ke kamar. Aku kembali merebahkan tubuhku pada ranjang besarnya disusul oleh Jimin yang berbaring disebelahku.

Dia membuka lengannya lebar. Aku yang mengerti maksudnya langsung menjadikan lengannya sebagai bantalan. Kuletakkan kepalaku pada dadanya dan memeluknya erat. Sama sepertiku, Jimin juga mendekap tubuhku erat dan mendaratkan kecupan pada puncak kepalaku, "kau akan aman bersamaku, jadi jangan khawatir." Ucapnya sembari mengusap rambutku.

Aku menganggukkan kepalaku dan mulai memasuki alam mimpiku. Tidurku akan sangat nyenyak jika berada dalam pelukannya dan bangun dengan segar.

Esoknya, aku terbangun dengan pemandangan yang sangat indah dihadapanku. Aku melihat Jimin yang masih tertidur pulas, terlihat begitu tenang. Tanganku bergerak untuk mengelus pipinya dan mencium keningnya sebelum melepaskan pelukannya pada pinggangku secara pelan agar tidak mengganggu tidurnya.

Setelah itu bangkit dari tempat tidur untuk mandi dan segera membuat sarapan. Aku mulai membuat sarapan setelah tadi membangunkan Jiya dan memerintahkan Bibi Yeri, babysitternya untuk memandikan Jiya dan bersiap-siap untuk bersekolah.

Saat sedang merapikan makanan di meja makan, aku melihat Jimin dan Jiya yang menuruni tangga. Mereka sama-sama sudah rapih, Jimin lengkap dengan setelan kantornya sedangkan Jiya dengan seragam sekolahnya.
"Good morning, Mommy!" Sapa Ji Ya seraya memelukku.

"Ayo, kita sarapan." Ajakku. Kemudian kami sarapan bersama, usainya kami berangkat bersama.

Sampai di sekolah aku dan Ji Ya segera turun dari mobil, tapi saat hendak keluar dari mobil, Jimin segera menarikku kembali dan membisikkan sesuatu, "kau melupakan sesuatu," katanya.

Aku menatapnya bingung, "apa?"

Kemudian aku dikejutkan oleh tindakkannya yang tiba-tiba mencium bibirku lembut selama beberapa detik sebelum melepasnya, "kau melupakan morning kiss," katanya yang langsung disambut oleh pukulanku pada pahanya.

"Kau membuatku malu!"

Dia menciumku di dalam mobil yang juga berisikan Pak Kyung. Dasar! Dia tertawa dan menatapku sejenak, "berhati-hatilah," ucapnya. Aku menganggukkan kepalaku sambil memberi hormat lalu keluar dari mobil dan menggenggam tangan Jiya memasuki lorong sekolah.

Aku mulai mengajar seperti biasa sampai pukul sepuluh dan setelahnya pergi ke kantor. Oh, ya mulai hari ini juga aku diantar-jemput oleh Pak Heri, orang kepercayaan Jimin. Bahkan ia juga menungguku tidak sekadar mengantar, saat aku berkata padanya untuk pulang saja, ia menolak dengan alasan perintah dari tuannya.

Aku jadi merasa Pak Heri sopirku sekaligus merangkap menjadi bodyguardku. Menurutku Jimin sangat berlebihan, setakut-takutnya diriku, tapi tak perlu seperti ini juga.

Overprotective detected.

Tapi, aku juga menghargai tindakannya. Aku tahu dia melakukan ini hanya untuk melindungi diriku.

-Tbc-

Telah direvisi.

CONNECTED [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang