Chapter 31☑️

5.2K 406 2
                                    

Don't forget to give a vote⭐️

Jimin memandangi tubuhnya yang sudah terbalut oleh kemeja putih rapi di depan cermin besar yang berada di kamar hotelnya.

Sebelum berangkat, ia merapikan sedikit rambutnya. Sebetulnya, ia sangat gugup saat ini. Bagaimana tidak? Alasan dirinya rapih sekarang yaitu untuk bertemu kedua orang tua kekasihnya. Gugupnya melebihi gugup ketika memimpin sebuah rapat besar. Jimin sangat takut menemui orang tua Valerie untuk pertama kalinya.

Sungguh Jimin sangat beruntung dan bersyukur Valerie memaafkaannya meski kesalahan yang ia perbuat tergolong berat, sangat berat.

Dia menghilangkan satu nyawa sahabat Valerie dan membuat keadaan seolah-olah anak yang dikandung sahabat Valerie tersebut tiada, sebuah kebohongan besar. Terlebih dia menutupi masalah ini dengan kekuasaan yang ia miliki.

Terlepas dari perawakannya yang bagai malaikat, mempunyai harta berlimpah, dan tahta. Ia seorang laki-laki pengecut yang lebih memilih lari masalah yang ia buat sendiri.

Tapi, tetap saja ia adalah seorang Hwang Jimin. Seseorang yang terkenal dan berpengaruh di negeri gingseng. Semua mengenalnya sebagai pria baik yang terhormat.

Tak ingin terlambat, Jimin segera berangkat ke tempat yang dituju. Butuh 45 menit, akhirnya ia sampai di salah satu restoran terbaik di Jakarta.

Jimin mengedarkan pandangannya ke penjuru restoran. Hingga pandangannya berhenti pada seorang wanita yang berdiri sembari melambaikan tangan padanya. Tak lain Valerie, yang terbalut oleh dress sopan bermotif bunga.

Dia sangat menawan, batin Jimin.

Dengan hati yang masih gugup, Jimin segera berjalan ke arah kekasihnya itu tanpa melepas pandangannya pada hazel eyes Valerie hingga ia menyadari adanya kehadiran kedua orang tua Valerie beserta sesosok pria terlihat seumuran dengannya yang ia yakini kakak kekasihnya itu.

Jimin segera membungkukkan badannya tanda memberi hormat, "good evening, Mr. Johnson." Sapanya sopaan.

"Please, have a seat," ujar ayah Valerie sambil tersenyum. Jimin yang dipersilahkan pun duduk di depan kedua orang tua Valerie dan ia duduk diapit oleh kakaknya.

Melihat Jimin yang gugup, Valerie menggenggam tangan Jimin yang berada di paha pria itu. Dingin yang ia rasakan ketika telapak tangannya mengenai milik Jimin.

Jimin yang mendapati apa yang Valerie lakukan, membalas dengan tersenyum manis ke arah Valerie seraya meremas genggaman tangan mereka. Akhirnya ayah Valerie pun membuka pembicaraan selagi menunggu makanan yang dipesan datang.

"Jadi, sejak kapan kalian menjalin hubungan?" Tanya ayah Vally sambil menatap Jimin. Kini ia sadar, Valerie mendapat mata berwarna coklat madu yang ia sukai itu darimana.

Ia tersenyum ke arah ayah Valerie, "sekitar 6 bulan?" Jawabnya sambil menatap kekasihnya itu.

Ayah Valerie mengangguk mengerti, "awal pertemuan kalian di TK dimana tempat Valerie mengajar, bukan?" Jimin yang mendapat pertanyaan tersebut hanya membalas anggukan pelan.

Kali ini, gantian Nyonya Johnson yang menatap Jimin, "tepatnya, dimana anak Taeyeon di sekolahkan, ya?"

Mendengar ucapan ibunya, Valerie langsung menatap ibunya tajam, "Mom..." Jimin yang paham pun mengelus pelan punggung tangan Valerie lembut dan tersenyum.

"Ya, saya menyekolahkan anak Taeyeon dimana Valerie mengajar," jawabnya. Karena, sesungguhnya kedua orang tua Valerie sudah mengetahui tentang masa lalunya tersebut.

"Kau membesarkan anak itu sendiri?"

"Mom... kita sudah membicarakan ini bukan?" Sela Valerie..

Lagi-lagi Jimin hanya bisa tersenyum ke arah Valerie dan menatapnya dalam seakan memberi isyarat jika tidak apa-apa, "saya membesarkan Jiya sendiri, juga memakai jasa babysitter. Dan, saya menganggap Jiya sebagai anak kandung saya sendiri. Mungkin itu satu-satunya cara untuk menebus kesalahan yang saja perbuat di masa lalu."

Jawaban Jimin membuat semua membisu hingga pelayan membawa sebuah makanan yang dipesan. Pelayan-pelayan tersebut meletakkan semua piring dengan rapi di atas meja sampai meja dipenuhi oleh hidangan lezat.

"Okay, mari kita makan." Ujar ayah Valerie memecah keheningan.

Semuanya pun mengambil pisau dan garpu lalu mulai menyantap makanan masing-masing. Selama makan, mulai dari appetizer hingga dessert, hanya suara pisau dan garpu mengenai permukaan piring yang terdengar. Mereka semua diam dan sibuk pada pikiran masing-masing. Suasana sangat canggung.

Valerie tahu ibunya belum bisa merestui sepenuhnya hubungan mereka. Terlebih saat mengetahui Jimin yang mengakibatkan Taeyeon tiada. Ibunya menjadi sangat ragu, apakah Jimin bisa membuat putri satu-satunya bahagia atau sebaliknya. Juga dengan kehadiran Jiya.

Meski begitu, Soraya Johnson, ibu Valerie salut terhadap Jimin yang bisa merawat Jiya bahkan menganggap anak yang bukan darah dagingnya seperti anak kandung. Itu bukan hal yang mudah, apalagi Jimin tidak mengetahui asal-usul Taeyeon. Terlebih Jimin tidak tahu bahwa ayah kandung Jiya masih hidup. Ayah kandungnya Jiya pun berpikiran yang sama. Menganggap buah hasilnya bersama Taeyeon sudah tiada.

"Kapan kalian kembali ke Korea?" Tanya Brian, Vally sambil menatap Jimin dan adiknya bergantian. 

"Besok," jawab Jimin. Valerie mengangguk.

"Ya, besok. Pekerjaan kami sudah menumpuk." Sambung Valerie. Yang lain hanya mengangguk paham. Tiba-tiba, Valerie merasakan penuh pada kantung kemihnya yang meronta ingin segera dikeluarkan.

Valerie bangkit dari kursinya, "aku ke toilet sebentar," ujarnya sebelum melangkah pergi menyisakan Jimin dengan keluarganya.

Jimin menoleh ketika ke arah Brian yang menepuk bahunya pelan. Kakak kekasihnya itu tersenyum sambil menatap dirinya, "jaga adikku baik-baik, dude." Titahnya.

Ia tersenyum, "tentu."

"Kau harus menjaga putriku. Jika kau hanya ingin bermain-main, tinggalkan dirinya saat ini juga."

Jimin beralih menatap Ibu Valerie, ia mengangguk lalu tersenyum kembali, "kau bisa percaya padaku Mrs. Johnson. Aku mencintai putrimu, sangat dan aku akan selalu menjaganya."

Kini, Mr. Johnson yang tersenyum akibat tutur manis Jimin, "kupegang ucapanmu, nak."

Hari semakin larut, acara makan malam pun sudah selesai, ayah dan ibu Valerie serta kakaknya sudah berada di mobil. Berbeda dengan Valerie yang masih di dalam restoran bersama Jimin. "Aku akan menjemput besok di rumah, okay?" Ujar Jimin.

Valerie mengangguk mengerti dan menatap bola mata Jimin yang berwarna hitam. Mata yang bisa membuat dirinya hanyut dalam pesona Hwang Jimin.

Sang pria yang merasa ditatap intens oleh wanitanya terkekeh dan merengkuh pinggang wanita itu, mengikis jarak antara mereka. Untung saja, mereka berada di dalam area private room. Valerie senantiasa melingkarkan lengannya pada leher Jimin, "ingat janjimu?"

Kepala Jimin mengangguk dan tersenyum, "baiklah," lanjut Valerie seraya melepaskan dirinya dari Jimin. Namun, Jimin malah mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping Valerie.

Dengan cepat, Jimin langsung mendaratkan bibirnya pada bibir Valerie dan melumatnya pelan. Valerie tersenyum dalam ciuman ini dan segera membalas.

Mendapat balasan dari Valerie, Jimin menekan tengkuk Valerie untuk memperdalam ciuman mereka. Lidahnya juga sudah masuk dalam rongga mulut dan mulai mengabsen gigi rapi kekasihnya.

Usai dengan gigi, Jimin segera membelit lidah Valerie dengan lidahnya, membuat suara decakan. Valerie yang sudah kehabisan oksigen, segera melepas paksa ciuman mereka.

"Aku harus segera ke mobil," ujarnya. Jimin mengangguk dan mencium kening Valerie sebelum menggandeng tangan Valerie menuju luar.

-Tbc-

Telah direvisi.

CONNECTED [end]Where stories live. Discover now