Hello, Mello! | Prolog

102K 6.9K 1.2K
                                    


Happy reading. ❤️
***


Semester dua di kelas X, Adra masih begitu ingat kejadian pagi itu. Ia baru saja memarkirkan motor di lahan parkir khusus siswa, lalu menyerahkan SIM dan STNK pada Pak Yatno di pos sekuriti, dan melangkah masuk ke gedung sekolah.

Sebuah rangkulan tiba-tiba datang dari arah belakang, membuat Adra mengumpat karena hampir saja membuatnya tersungkur ke lantai koridor.

"Tam! Minggir, elah!" Adra menepis tangan Tama yang tadi merangkulnya.

Tama mengabaikan Adra dan segera menebar senyum ketika berpapasan dengan beberapa siswi.

"Pagi, Tama," sapa salah satu dari mereka.

"Eh, pagi." Tama tersenyum semakin manis, senyum kolak pisang andalannya.

Kenapa disebut 'Senyum Kolak Pisang'? Karena menurut Prof. Jejen, Tama Mahawira itu manis dan punya pisang.

Tolong, ya. Jejen belum muncul, tapi sudah bikin orang kesal dengan filosofinya.

Adra berjalan duluan, meninggalkan Si Banci Tampil yang sekarang dikerumuni cewek-cewek karena dimintai tolong untuk mengerjakan PR. Entah benar-benar minta tolong atau hanya alasan untuk bisa dekat-dekat dengan Tama, semua cewek-cewek itu bahkan sekarang mengerumuni Tama di bangku depan mading sekolah layaknya semut mengerumuni ceceran air kolak pisang.

Adra melangkah memasuki kelas. Dan dadanya tiba-tiba berdegup lebih kencang, karena orang pertama yang dilihatnya adalah Arin, sekretaris kelas yang kini sedang duduk di meja guru untuk mengisi agenda kelas.

Adra masuk, melewati Arin begitu saja. Pura-pura tidak melihat. Ia bergerak ke belakang kelas. Tempat duduknya ada di sisi kanan. Dari belakang, formasi duduknya: Ganesh dan Danar, di depannya Adra dan Ilham, di depannya lagi ada Tama dan Jejen, dan di jejeran depan diisi oleh para perempuan.

Adra menyimpan tas di meja, melirik Ganesh dengan posisi andalannya—tertidur dengan sebelah pipi menempel di meja, sementara Danar asyik dengan dunianya sendiri, bermain game di ponsel.

Saat Adra duduk, Ilham datang. "Tama masih dikerubutin di depan," ujarnya memberitahu.

"Iya, tahu. Tadi kan sempat bareng gue," jawab Adra.

"Tapi, setelah Jejen dateng, semua kerumunannya bubar." Ilham tertawa.

Adra ikut tertawa, melihat Tama yang baru saja hadir di kelas dengan senyum ramahnya pada semua orang, diikuti Jejen yang mengikuti gaya Tama, tapi malah membuat semua orang terlihat muak.

"Eh, kaca! Kaca dong, kaca!" Jejen datang dengan tingkah rusuhnya. Ia mengambil alih tas Adra tanpa meminta izin lalu mengacak-acak isinya.

Dan ..., hari sial Adra dimulai. "Weh, ada surat nih!" Jejen mengambil surat beramplop biru muda milik Adra dari dalam tas dan mengacung-acungkannya ke atas sembari berlari ke depan kelas.

"Eh, anjing!" Adra tanpa sadar berteriak. Itu alasan kenapa Adra gugup saat memasuki kelas, saat melihat Arin di kelas.

Beberapa hari yang lalu, Adra menemukan selembar surat di laci mejanya bersama sebungkus permen jelly dari Arin. Selama ini, ia tidak menyangka bahwa Arin menyukainya.

"Tolong ya anjing-anjing peternakanku!" Jejen menunjuk Tama dan Ilham agar segera menahan Adra.

Tama dan Ilham bergerak cepat, memegangi tangan Adra dan menahannya tetap diam di bangku.

"Jen! Lo buka suratnya, mampus lo, anjing!" ancam Adra, lalu ia mendengar Tama dan Ilham tertawa.

Jejen berdeham. Di meja guru sekarang sudah kosong dan ia berdiri di sana. "Tolong dengar ya semua." Aksi Jejen mengalihkan perhatian seisi kelas. "Untuk Syanala Arin."

Hello, Mello! [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang