Hello, Mello! | 14

36K 5K 1.7K
                                    


Halo? Masih kuat menghujat? xD wkwkwk. Happy reading.🖤
***


Adra masuk ke kamar membawa sepiring nasi dan telur ceplok pesanan Ganesh. Setelah mereka berhasil pulang dari kantor polisi berkat dijemput oleh Bapak yang mengaku sebagai orangtua Ganesh, Ganesh nggak pulang ke rumahnya, ia akan menginap di rumah Adra malam ini, atau mungkin untuk beberapa hari ke depan sampai memar di wajahnya nggak terlalu terlihat.

Ibunya tidak boleh tahu tentang perkelahiannya. Jangan sampai.

Ganesh itu lagi numpang di rumah Adra, tapi gayanya sudah kayak majikan. Setelah menyuruh Adra mengambilkan air untuk mengompres luka di wajahnya, dia juga menyuruh Adra membuatkan telur ceplok. Lapar, katanya.

Memang, ini adalah definisi nggak tahu diri.

"Heh! Ssst!" panggil Adra seraya menyimpan piring di atas meja belajar sementara Ganesh masih berdiri di sisi jendela sembari menelepon.

Ganesh menoleh, hanya mengangguk. Kemudian ia kembali bicara pada seseorang di seberang telepon. "Iya, Ma. Ganesh nginep di rumah Adra, ada tugas. Mama lagi apa?" tanyanya, manis sekali, nggak seperti Ganesh yang biasa ditunjukkan di depan orang-orang selama ini. "Oh, lagi sama Mbak Desi? Iya. Ini mau makan, abis dibikinin telur ceplok sama Adra," ujarnya. "Hah? Nggak kok, nggak ngerepotin Adra. Adra malah seneng Ganesh suruh-suruh."

Sialan nggak?

"Iya. Mama jangan lupa minum obat. Besok kontrol lagi kan ke rumah sakit? Maaf Ganesh nggak nemenin ya, Ma. Iya, Ganesh nggak nakal." Ganesh menutup sambungan telepon, lalu menyimpan ponselnya di atas meja belajar.

"Makan tuh," suruh Adra.

"Iya." Ganesh duduk menghadap meja belajar, lalu menggeser piring lebih dekat. "Ini memar gue kira-kira sembuhnya berapa hari? Apa jadinya kalau nyokap gue curiga?"

"Paling dua hari." Adra duduk di sisi tempat tidur, melihat Ganesh yang kini mulai menyuapkan nasi ke mulut. "Makanya, Nesh. Udah lah, kalau Rofiq nyamperin tuh jangan diladenin."

"Dia yang nyerang."

"Jangan lo lawan, pergi aja."

"Nggak bisa. Kalau dia nggak—" Ganesh meringis saat mengangkat tangannya yang mau menyuapkan lagi nasi ke mulut. Ada memar karena dipukul kayu balok oleh Anjar di bahu kanannya.

"Sakit tangan lo? Mau gue suapin?" tanya Adra.

Ganesh melambai kecil. "Sini gue muntah dulu di muka lo."

Adra mendecih. "Lagian, cengeng."

Ganesh kembali makan dengan lahap. Dan Adra membiarkan cowok itu menghabiskan setengah makanannya sebelum kembali bicara.

"Nesh?"

"Paan?"

Ya, sepertinya Adra harus menanyakannya sekarang. "Lo deketin Arin tujuannya apa, sih?"

Ganesh sesaat berhenti mengunyah, lalu melirik Adra. "Kayak bukan cowok aja lo, nanya-nanya kayak gitu. Ya lo tahu sendiri lah."

"Kalau ini tujuannya biar gue bisa deket sama Adis, beneran, Nesh, nggak usah. Lo nggak perlu kayak gini."

Ganesh tidak menjawab, masih sibuk mengunyah, tapi tangannya kini bergerak meraih kotak hadiah yang disimpan di rak buku Adra. Hadiah itu adalah hadiah untuk Adis yang rencananya akan diberikan di hari ulang tahunnya satu tahun lalu, tapi tidak jadi karena Arin keburu mengakui perasaannya pada Adra saat itu. "Masih ada aja nih hadiah?"

Hello, Mello! [Sudah Terbit]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora