Hello, Mello! | 27

36.2K 5.5K 2.2K
                                    


Pegangan dong di kapalnya. Siap, siap. xD Happy reading. ❤️
***

Saya menulis cerita ini, khusus untuk mereka yang suka dan mau baca. Kalau nggak suka, ya nggak usah dibaca dan cari cerita lain. Hehe. Ayok, yang seneng-seneng aja idup mah. 😅

***


Seharusnya, Arin sudah sampai di Kampus Respati, duduk di tribun samping lapangan voli untuk menyaksikan pertandingan tim voli 72 melawan sekolah lain. Ini adalah pertandingan terakhir sebelum masuk ke babak final, seperti yang Jejen infokan tadi pagi.

Namun, di mana Arin sekarang? Ia sedang berlari di lorong rumah sakit bersama Ganesh, menggenggam tangan cowok itu erat-erat karena sejak tadi ia terlihat panik, panik sekali. Lebih panik saat terakhir kali Arin mengantarnya ke rumah sakit.

Untuk ke-dua kalinya, setelah Ganesh menjemputnya ke rumah, di tengah perjalanan ia mendapat kabar bahwa ibunya masuk rumah sakit. Namun, ini berbeda, jika dulu Ganesh hanya terlihat panik, kali ini ia juga terlihat marah.

Di depan pintu kamar tempat di mana ibu Ganesh dirawat, terlihat seorang pria paruh baya sedang berbincang dengan Mbak Desi, tangannya bergerak-gerak panik, ekspresinya tampak gusar. Melihat hal itu, tiba-tiba Ganesh melepaskan tangan Arin dan melangkah duluan.

"Ngapain ke sini?!" bentak Ganesh pada pria itu. Ganesh melotot, berdiri di depan pria itu dengan tatapan menantang. "Mau apa? Bikin Mama kolaps, biar Papa bisa hidup tenang dengan keluarga kecil Papa itu?!"

"Ganesh, nggak boleh gitu sama Papa!" Mbak Desi tampak terkejut dengan ucapan Ganesh pada sosok pria itu.

Arin diam di tempat, baru tahu kalau pria itu adalah ayahnya Ganesh.

"Nesh, Papa mau nengok Mama."

"Ceraikan Mama, Pa," pinta Ganesh, suaranya tidak selantang tadi. Ada getar marah campur sedih yang membuat suaranya agak tertahan. "Pergi dari kehidupan kami."

Ayah Ganesh menggeleng. "Nesh, biaya hidup kamu—"

"Pa, demi tuhan aku akan bayar semua yang Papa kasih untuk aku dan Mama ketika aku sudah punya uang nanti." Dua tangan Ganesh terkepal di sisi tubuhnya. "Pergi, Pa. Aku mohon."

Ayahnya menghampiri, hendak memegang pundaknya, tapi Ganesh menghindar. "Nesh, maafkan Papa."

Ganesh menggeleng. "Pergi, Pa."

Ayahnya mengangguk, menatap Mbak Desi sesaat, lalu melangkah pergi.  Tatapannya sempat bertemu dengan Arin, ada senyum samar yang membuat Arin membalasnya dengan anggukkan sopan, lalu pria paruh paruh baya itu melangkah lunglai meninggalkan lorong rumah sakit.

"Nesh?" Mbak Desi menghampiri Ganesh. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya, khawatir, pada Ganesh yang kini masih berdiri di tempat dengan kedua tangan yang masih terkepal di sisi tubuhnya.

***

"Nesh?" Setelah terdiam selama kurang lebih satu jam, setelah Arin pergi meninggalkannya ke toilet, membeli minuman ringan, dan akhirnya kembali, Ganesh masih duduk di kursi tunggu depan ruang perawatan sembari menopangkan dua sikutnya ke lutut, wajahnya ditutup oleh dua telapak tangan.

Hello, Mello! [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang