Tenang

3.6K 296 126
                                    

Aku senang sekaligus terharu dan deg-degan dan merasa bersalah dan -- (stop!) karena banyak banget yang nge-dm buat lanjutin cerita ini huhu:")

Oke gais cekidott~
-----

Friden tersenyum bangga setelah berhasil memetik nada gitarnya yang terakhir. Satu dewan juri memberikan applause dan dua lainnya tampak sumringah melihat penampilan cowok itu. Friden menatap ke arah jendela, sudah ada empat sahabatnya yang sedang tersenyum bangga.

Seandainya bisa, Friden ingin sekali memeluk mereka.

"Terima kasih," Pungkas Friden sambil sedikit membungkukkan badan, lalu izin keluar sebentar pada panitia.

"KEREN!" Sambut Charisa bertepuk tangan, ketiga sahabatnya menyusul dari belakang.

"Makasih," Jawab Friden terbata-bata, cuma itu yang bisa ia katakan. Terlalu gugup untuk bercerita panjang lebar seperti dulu, terlalu malu untuk tertawa keras setelah semua ketegangannya berlalu.

"Kok gak bilang?"

"Apa?" Friden menatap Deven bingung. Seingat dia, Deven sudah tahu bahwa dirinya akan mengikuti lomba hari ini.

"Kok gak bilang lo bisa ciptain lagu sebagus itu?"

Sedikit tersentak, Friden memalingkan muka dan menahan senyumnya. Seluruh bagian dari hati Friden sangat bahagia ketika akhirnya Deven bisa bertingkah seperti dulu. Friden kembali menghadap sahabat-sahabatnya, menatap mereka sedikit geli, sebab ia tahu bahwa selama menonton, mereka tidak mengobrol sama sekali.

"Lomba film udah mulai belum?"

"Dua menit lagi, -eh!" Joa dan Nashwa menutup mulutnya, sedikit kesal dan lebih senang karena menjawab pertanyaan Friden bersamaan.

"Biasanya ya kalau dua orang ngomong barengan itu, bakal rebutan jodoh- Adaw!" Deven meringis pelan ketika Ucha menyenggol tangannya yang terkilir. Ucha cuman melotot gak peduli.

Deven balas mendelik dengan tatapan, 'apa lo Cha? Kesindir ya?' tapi sayangnya Ucha enggak peka karena dia lagi fokus sama Joa dan Nashwa. Takut-takut mereka baku hantam, Ucha bisa langsung kabur. Eh, maksudnya, langsung melerai.

Friden nyengir canggung mendengar ucapan sok polos dari Deven, ditatapnya Joa dan Nashwa bergantian. Nampaknya kedua cewek itu masih belum menunjukkan tanda-tanda akan baikan. Ya seperti dirinya dengan Deven, baru aja Friden senang eh si Deven malah ngomong ceplas-ceplos begitu.

Ya meskipun Friden sudah sangat tahu sifat Deven. Tapi terkadang, candaan dari teman terdekat itu rasanya lebih kelewatan, ya? Maksudnya, dalam beberapa situasi, justru teman terdekatlah yang harus menguatkan kita, bukan mengejek. Memang sih katanya bercanda, tapi apakah tawa dari lelucon garing lebih mahal daripada hati sahabat kita?

Friden menggelengkan kepala, ah mungkin sekarang dia cuman lagi baper doang.

Joa melirih dengan sinis, "Udah kali, Dev. Bukan 'bakal'."

Nashwa yang samar-samar mendengar ucapan Joa hanya tersenyum pasrah, ia jadi ingat perkataan ibundanya tempo hari. Soal Joa, soal persahabatan mereka, dan soal penerimaan untuk setiap masalah yang datang.

Kelimanya terpaku beberaoa saat dalam keheningan, sampai-

"WOY!" Sebuah suara yang lantang terdengar, "Raisya sama Anneth mau tampil, tuh!"

Charisa segera membuka tutup lensa kamera yang tadi digunakan untuk merekam penampilan Friden. Ia baru saja akan berlari, namun takdir baik belum datang.

"Aw!"

Charisa bertabrakan dengan Deven.

"Apa sih Dev? Buru-buru banget!"

Pelangi Berjubah Hujan [T A M A T]Where stories live. Discover now