The Origin (DW): 18

2.5K 486 230
                                    

Jangan lupa coment yang banyak dan votenya.. biar update tiap hari:v

Seorang pria paruh baya terus memperhatikan pria lain yang lebih muda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang pria paruh baya terus memperhatikan pria lain yang lebih muda. Pria yang lebih muda itu kini tengah terbaring di atas brankar dengan begitu banyak selang yang menghubungkan tubuhnya ke monitor penunjuk detak jantung.

Semua alat itu seharusnya sudah dilepas jauh beberapa tahun lalu, saat si empu yang kini terbaring lemah dinyatakan tidak bisa hidup lagi, namun berkat banyaknya alat yang terpasang di tubuh lemah itu, ia masih bisa bertahan hidup sejauh ini.

Pria paruh baya yang tengah memperhatikan sosok di atas brankar itu tersenyum lemah, guratan lelah terlihat di wajahnya yang sudah tidak lagi muda, bahkan ada beberapa keriput di dahinya. Kelopak matanya juga tidak memancarkan cahaya hidup.

Sesungguhnya, ia lelah seperti ini. Berharap agar pria yang terbaring di atas brankar kembali membuka mata dan memeluknya lagi. Ini sudah sangat lama sejak keadaan pria di atas brankar mulai memburuk.

"Matthew." Sebuah nama keluar dari si pria paruh baya, pancaran kesedihan terlihat kelas di dalam matanya. "Maafkan aku." Isakan tangis memenuhi ruang rawat pria bernama Matthew yang tidak menunjukan tanda akan bangun.

Si pria paruh baya membekap mulutnya sendiri, menahan isakan yang tidak pernah bisa ia tahan ketika melihat anaknya sendiri terbaring tidak berdaya.

"Maaf Matthew, Daddy belum bisa menolongmu." Tangisan pilu terdengar semakin keras, si pria paruh baya bahkan memukul-mukul dadanya untuk menghilangkan sesak. "Maafkan Daddy, Nak."

Sementara di luar ruangan, ada seorang perempuan yang terus memperhatikan, pandangan orang itu kabur akibat air mata menggenang di bola matanya. Hatinya ikut terasa sesak setiap kali melihat si pria paruh baya menangis.

Tangan si perempuan menyentuh kaca jendela kamar rawat. "Matthew, apa kabarmu Nak? Semoga kamu selalu baik. Mommy selalu menunggu saat dimana kamu bangun. Mommy menyayangimu Nak, sama seperti Mommy menyayangi adik-adikmu."

.
.
.

Jisung memasuki kamar rawat Mark setelah membeli makanan di kantin rumah sakit. Kedua tangan Jisung menenteng banyak kantong plastik, ia sempat pergi ke mini market tadi, membeli beberapa buahan untuk Mark, seperti yang Nyonya Lee suruh.

Belanjaan yang Jisung bawa ia letakan di atas meja, sementara dirinya duduk di atas sofa yang memang terdapat di ruang rawat vvip milik Mark.

Jisung memperhatikan kakaknya yang baru saja menutup telepon.

"Eh Jisung?" Mark menaruh handphonenya di meja samping tempat tidur. "Sudah kembali?"

Dijawab anggukan oleh Jisung. "Menelepon siapa hyung? Serius sekali."

Mark tertawa rendah. "Hanya teman, menanyakan tugas kuliah."

"Teman? Tugas kuliah? Tapi yang aku dengar tidak begitu." Jisung membongkar plastik belanjaan, mengambil sebuah apel dari sana. Lantas Jisung berdiri, berjalan menuju Mark. Jisung menyodorkan apel untuk Mark.

[2] The Origin | NCT✔ [Open PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang