#01. Awal

2.4K 67 5
                                    

Happy Reading

••🌼••

Kelas yang ramai penghuni tampak sunyi hanya terdengar suara jarum jam berdentang setiap detiknya. Saat ini jam menunjukkan pukul setengah empat sore. Di jajaran kursi paling depan duduk seorang gadis berusia 16 tahun.

Gadis itu tengah duduk bersandar, kedua tangannya bersedekap di depan dada. Earphone putih tersumpal di telinga kanan dan bersembunyi di balik rambut hitamnya yang panjang dan lurus.

Kelopak mata gadis itu sejak tadi terpejam, sekiranya hampir 15 menit. Dia tidak tertidur hanya saja tengah menahan kantuk. Suara langkah kaki terdengar berderap, meskipun suara musik lebih mendominasi.

Di dalam hati dia menghitung mundur dari angka lima. Tepat di angka satu, pria paruh baya yang berkemeja polos masuk ke kelas. Gadis itu refleks membuka kelopak mata dibarengi melepas earphone. Binar matanya terlihat indah, tapi sedikit sayu. Belum lagi lingkaran hitam yang tercetak jelas di kantung mata.

Pandangan mata gadis itu tertuju pada setumpuk kertas yang pria itu bawa. Pria itu duduk, beberapa detik kemudian nama siswa satu persatu dipanggil.

"Alesa Diandra." Kini giliran nama gadis itu dipanggil. Dia langsung bangkit, kakinya melangkah menuju kursi tempat di mana pria berkemeja polos itu duduk.

"Sempurna," puji pria itu sembari menyodorkan selembar kertas. Dengan berbahagia hati Alesa menerima. Senyum manis terbit di bibir tipisnya begitu dia melihat tiga angka yang tertulis di lembar kertas itu.

Alesa kembali duduk. Angka seratus benar-benar sempurna, dan itu sesuai dengan perkiraan Alesa. Tidak sia-sia dia belajar semalaman.

Alesa mengedarkan tatapannya ke seisi kelas, melihat satu persatu raut wajah teman-temannya. Beberapa dari mereka tampak senang, murung, bahkan tanpa ekspresi. Dia kembali menatap kertas ulangan itu, lalu dilipat dengan rapi dan dia masukkan ke tas.

Sebentar lagi bel sekolah akan berbunyi, itu artinya dia akan segera pulang. Alesa terlalu excited untuk memberitahu nilai ini kepada mamahnya.

Meskipun Alesa sudah sering mendapatkan nilai sempurna, tetapi tetap saja dia selalu merasa bangga ketika dirinya lagi-lagi mendapatkan.

Tepat pukul empat sore bel berbunyi, dibarengi keluarnya pria berkemeja polos. Alesa menyampirkan tas ranselnya di pundak, beberapa tumpukan buku tebal dia bawa secara terpisah.

"Alesa," panggil seseorang saat ia berjalan di koridor. Belum sempat Alesa berbalik orang itu sudah berdiri tepat di depannya.

Dia Jia, teman sekelas Alesa. Jia memberikan buku catatan dengan background cover berwarna merah muda dan bergambar lebah. Itu buku catatan biologi milik Alesa.

"Makasih ya, udah gue salin catatan punya lo," tutur Jia tersenyum.

Alesa mengangguk lantas memasukkan buku itu ke tas.

"Pulang sama siapa?" tanya Jia hendak menawarkan tumpangan sebagai imbalan.

"Bentar lagi Kak Dante jemput."

"Ouh kakak lo mau jemput. Gue duluan ya," pamit Jia berlalu pergi.

Alesa mengangguk, dia kembali melanjutkan langkah kaki di lantai koridor. Banyak teman seangkatan bahkan adik kelas tersenyum saat melihatnya, Alesa membalas dengan senyum sekilas.

Alesa sangat dikenal di SMA Angkasa. Dari kelas 10 sampai dia menginjak kelas 12. Dia dianggap sebagai pemegang nilai ujian tertinggi, karena tidak ada yang mampu mengalahkan dirinya. Alesa layaknya putri dari negri dongeng, segala hal dia miliki. Cantik jelita, pesona unik, dan pintar.

Teman-temannya sering menganggap ia gadis manis, penuh tanda tanya, dan naif. Beberapa juga mengganggap dirinya gadis menyebalkan dan pelit yang hanya berfokus pada nilai. Belum lagi Alesa sangat selektif dalam hal pertemanan.

Baru beberapa menit dia menunggu di halte sekolah, mobil berwarna hitam berhenti tepat di sana. Itu kakaknya.

Alesa masuk ke mobil, terlihat pakaian kakaknya yang tidak rapi. Pasti kakaknya terburu-buru saat akan menjemputnya. Namun, Alesa tidak mempermasalahkan.

Mobil hitam itu membelah jalanan kota yang padat. Alesa hendak bercerita sesuatu ke Dante yang baru saja dia alami hari ini, tapi kakaknya terlihat lelah.

Ia tidak tega, takut kakaknya mempunyai banyak pikiran. Alesa memilih bungkam, dia menatap ke kaca mobil memperhatikan jalanan kota.

"Kalau mau cerita, cerita aja." Alesa menoleh ke samping, Dante mengucapkan kalimat itu dengan raut datar. Kakaknya terlihat fokus menyetir.

Layaknya sebuah perintah, Alesa dengan antusias bercerita banyak hal. Mulai dari teman sekelasnya yang terlambat, tidak mengerjakan tugas, dan berakhir mendapatkan hukuman. Dia juga bercerita sulitnya menahan kantuk saat guru menjelaskan, dan dia juga bercerita kalau dia mendapatkan nilai yang sempurna.

Rentetan cerita Alesa lontarkan, sembari menatap wajah Dante. Meskipun diam, Alesa tahu kalau kakaknya mendengarkan cerita yang dia lontarkan.

Karena dia tahu kakaknya adalah pendengar yang baik. Selesai bercerita, Dante baru menoleh ke arah Alesa. Telapak tangan Dante mengusap lembut kepala Alesa.

Saat ini mereka sudah sampai di rumah. Gerbang mewah yang menjulang tinggi berwarna putih tulang tampak di depan sana.

Seseorang satpam rumah membukakan pintu gerbang. Mobil hitam yang mereka tumpangi melesat masuk.

Mereka memang keluarga kaya raya. Bisa dibilang mereka berdua memiliki masa depan yang cerah, terlebih lagi keduanya memiliki segudang prestasi yang tidak perlu diragukan lagi.

Alesa berjalan di belakang Dante, kakaknya membuka pintu rumah. Di sana terlihat wanita muda menyambut kehadiran mereka.

"Gimana sekolahnya?" Pertanyaan itu terlontar dari mamahnya yang tengah duduk di sofa ruang keluarga.

"Seperti biasa." Hanya kalimat itu yang bisa Alesa lontarkan.

"Habis ini mandi, lalu istirahat." Alesa mengangguk patuh. Dante yang tidak berminat pada obrolan, memilih masuk ke kamar.

"Aku ke atas duluan, Mah." Mamahnya mengangguk, Alesa yang merasa capek juga mengikuti jejak kakaknya.

"Aku juga ke kamar mau mandi habis itu langsung istirahat."

"Banyakin istirahat, biar gak sakit," ucap mamahnya layaknya sebuah perintah. Alesa mengangguk.

Hubungan Alesa dengan mamahnya bisa dibilang dekat bisa dibilang tidak. Hanya pada kondisi tertentu mereka terlihat seperti seorang ibu dan anak, karena mereka berdua juga terkadang terlihat seperti dua orang asing yang tinggal satu atap.

Alesa meletakan tas sekolah di atas meja belajar. Melonggarkan sabuk dan dasi yang dipakai. Kemudian, dia menjatuhkan badan di atas kasur. Beberapa saat mencoba untuk memejamkan mata, tidak sampai lima menit telinganya seolah mendengar seruan yang menyuruh dia segera mandi.

Dengan langkah malas, Alesa menuju kamar mandi. Dia memilih untuk berendam pada air hangat agar sedikit menenangkan seluruh badannya.

••🌼••

Terima kasih sudah menyempatkan untuk baca.

Semoga kalian suka.🌷💕

 06 Juli 2021


आप प्रकाशित भागों के अंत तक पहुँच चुके हैं।

⏰ पिछला अद्यतन: Jul 07, 2023 ⏰

नए भागों की सूचना पाने के लिए इस कहानी को अपनी लाइब्रेरी में जोड़ें!

Diary Alesaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें