-12-

14.3K 1K 12
                                    

"Keterlaluan kamu." ucap seseorang.

Disampingnya, ada Mamanya yang sedang dalam mode artis papan atas. Wanita itu mengenakan gaun selutut, memperlihatkan kakinya yang jenjang berhias high heels yang sangat pas dipakai dikakinya. Shani duduk didekat jendela, enggan terlalu dekat dengan wanita disampingnya. Penampilannya tidak kalah elegan dari wanita disampingnya.

"Mama udah bilang, Mama ga ngelarang kamu buat ikut kegiatan kampus. Tapi ini weekend Shani, Mama sudah minta kamu buat nemenin Mama dari jauh-jauh hari."

"Tadi pesta pembubaran panitia, bukan acara kampus. Temen-temen Shani udah kerja keras buat acara ini, Shani cuma meninggalkan kesan yang baik. Lagi pula, kita belum telat Ma. Ga usah membesarkan masalah yang ga penting.

Veranda menoleh ke anak semata wayangnya, tetapi Shani enggan menatapnya balik. Shani lebih memilih memainkan clutch yang berada dipangkuannya.

"Kamu udah kasih seluruh waktu kamu buat kegiatan kampus. Buat temen-temen kamu. Mama cuma minta satu hari bersama kamu di weekend kamu. Cuma satu hari. Kamu malah larang Mama marah." Veranda berujar lemah.

Waktu Mama merampas kebahagian aku juga, dan Aku tidak dibolehkan marah, batin Shani.

Veranda mendesah lemah. Supir telah membawa mobil mereka memasuki area sebuah hotel berbintang lima, menuj area drof off di lobi utama. Puluhan jurnalis dengan kamera dan berbagai alat perekam yang sudah berkumpul disepanjang karpet merah yang terbentang.

"Mama ingin kita kembali seperti dulu. Apa yang harus Mama lakuin buat kita kembali seperti dulu dan berhenti bersikap seperti ini?" Shani diam, matanya melirik pada lengannya yang disentuh Mamanya. Shani sendiri bingung harus bersikap seperti dulu dan memafkan Mama.

"Ok. Mama mohon jaga sikap kamu. Di luar banyak Wartawan." Sambung Veranda saat tidak mendengar balasan Shani.

***

Kelas pagi berlangsung membosankan. Satupun materi yang disampaikan tidak masuk ke otaknya. Suasana hati Shani kacau sejak ia menghadiri acara di sebuah hotel bersama Mamanya. Memasang senyum palsu sembari bersikap ramah dihadapan semua orang itu merupakan hal yang melelahkan bagi Shani. Ia juga tidak pernah terbiasa melakukan itu. Shani sangat tidak bersemangat melakukan apapun.

Ia sendiri. Nadia tidak bisa menemani Shani karena harus bertemu dengan salah satu dosen dalam rangka pelatihan menjelang lomba debat. Shani menyusuri lantai dasar, lalu tiba diperpustakaan. Suasana perpustakaan sedang sepi. Shani tersenyum semringah saat melihat Gracia yang berada dipojok perpus.

"Dor!" jahil Shani.

Gracia menghentikan aktivitas mengetiknya, kemudian menatap Shani. "Dor Ci, bukan doerr." Gracia meledek cadel Shani

"Wooo, berani ya sama Kaka tingkat?" Shani duduk disamping Gracia.

"Aku lagi fokus, ga bisa dikagetin. Kecuali kalo lagi ngelamun. Coba deh diulang, tapi dor ya. R nya dikoreksi dulu."

Shani mendengus sebal.

"Kenapa ada disini?"

"Numpang ngerjain tugas. Lagian disini juga bisa ngadem."

Shani menggumam singkat. Ia melihat tugas yang sedang dikerjakan Gracia. Masih pelajaran umum sepertinya.

"Tugas pendidikan pancasila ya?"

"Iya."

"Ini mah tugas yang gue kerjain dulu, lo ga mau copas punya gue aja?"

"No thanks. Ini udah mau selesai kok."

Shani tau Gracia pasti enggan menerima bantuannya. Ia hanya sedang menggoda Gracia. Shani menahan seringai jahilnya. Ia mengambil handphonenya memutuskan menunggu Gracia menyelesaikan tugasnya. Selang beberapa menit tugas Gracia telah selesai, Gracia mematikan laptopnya saat tugasnya berhasil terkirim.

WAKTU [GreShan]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora