04. Bleedin'

18.6K 2.9K 322
                                    

•••

Hyunjin terus memikirkan tentang perkataan laki-laki kemarin perihal masa depannya.

Apa yang akan menimpanya tahun ini–yang katanya pernah terjadi di masa lalu? Terjatuh dari sepeda? Digigit anjing? Atau barangkali..

"Ah!" Hyunjin meringis, ketika tanpa sengaja seorang fotografer menabrak tubuhnya.

"Mian, mian." Perempuan yang memakai topi dan masker hitam itu menunduk.

Keduanya menjadi pusat perhatian. Jeongin yang berjalan di sebelah Hyunjin mendadak diam sesaat, begitupun dengan member lain yang ada di belakangnya. Mereka dalam perjalanan menghadiri persiapan untuk tampil di salah satu stasiun televisi. Promosi Miroh belum berakhir.

Hyunjin mendelik, melanjutkan langkahnya dengan lunglai karena sekarang, dia sedang malas dengan semua hal. Yang diinginkannya hanya duduk, melamun—kalau bisa.

Orang-orang berkerumun, berebut untuk mengambil posisi paling dekat dengan artis dan mengambil fotonya. Sebetulnya itu terasa mengganggu. Jujur, kali ini Hyunjin benar-benar malas tersenyum dan bertindak ramah.

Tanpa sengaja, lagi-lagi, orang yang sama menginjak kaki Hyunjin.

"Pergi!" Hyunjin mendorong keras tubuh perempuan itu, sampai ia tersungkur dan kameranya terlempar; pecah, banyak bagian yang terlepas dan berserakan.

"Udah gue bilang jangan terlalu deket, lo bikin gue risih!" bentaknya spontanitas.

Tindakan Hyunjin membuat semua orang terkejut bukan main. Ini pertama kalinya Hyunjin berlaku sebegitu kasarnya pada seseorang, dan banyak yang menyaksikannya secara langsung. Sebagian menolong, sisanya sibuk mengambil cuplikan.

"Ya!" pekik salah seorang dari fotografer, laki-laki. Merasa tidak terima dengan apa yang baru saja terjadi.

Hyunjin sempat menoleh, tapi menghiraukannya. Lagi pula, perempuan itu yang salah. Dia mengulang kesalahan yang baru dibuatnya kurang dari lima menit. Rasa-rasanya juga Hyunjin tidak mendorong begitu kencang, dia berlebihan.

Chan menarik lengan Hyunjin dengan kasar, menyuruhnya untuk bersegera meninggalkan tempat itu karena berdebat di tempat umum bukanlah hal yang baik. Ralat, bukan berdebat, lebih tepatnya menghabisi Hyunjin atas apa yang sudah diperbuatnya.

Banyak yang menghentikan aktivitasnya sementara, membantu perempuan tadi untuk bangkit.

Perempuan itu berkali-kali merendahkan tubuhnya pada Hyunjin, meminta maaf. Sedang Hyunjin yang terlanjur kesal hanya diam memperhatikan.

Member-member segera masuk ke gedung, beberapa manager dan staf masih berkumpul di bawah, menyelesaikan masalah tadi.

Hyunjin mendapat tamparan di pipi kanannya.

"Gue lagi males, lo ngerti nggak, sih? Gue nggak suka terus-terusan dipaksa buat senyum." Hyunjin menyentak, tidak terima dengan apa yang apa yang manager lakukan—bermaksud memberinya pelajaran.

"Sopan!" Manager balik membentak.

"Kalian tuh buta, nggak liat apa dia yang salah? Semuanya aja nyalahin gue."

Manager terdiam sesaat. Ia menatap dalam kedua bola mata Hyunjin yang terlihat merah. Anak itu nampak takut, khawatir, kebingungan. Tapi lebih didominasi oleh rasa kesal dan marah. Harusnya perdebatan itu memanjang, dalam artian segera diselesaikan. Tapi karena mereka harus segera tampil, maka manager menutup sementara kasus tersebut.

Ia berjalan menjauhi managernya, pergi untuk mengganti pakaian dan melakukan make-up.

"Biar saya aja," pinta Hyunjin ketika salah satu penata rias, menyuruhnya untuk membulatkan mata; berniat memakaikan softlens. Hyunjin pergi ke kamar mandi, padahal tersedia cermin yang begitu besar di sana. Ia memang sengaja mencari tempat pelarian sesaat.

Grow Up [ ✓ ]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt