07; Senja Untuk Semesta

689 54 0
                                    

Tangan Senja kini sibuk menggunting kertas yang sudah di pola oleh anggota osis. Ia duduk lesehan dilantai aula yang sudah digelari karpet oleh anak osis. Dari tadi Mega belum sampai. Padahal sudah satu jam Mega dan Sarah pergi. Senja curiga, Mega 'kan suka jajan. Sepertinya Mega menghasut Sarah untuk mampir ke toko sekedar jajan.

Tiba-tiba tangan Senja berhenti bekerja menggunting kertas. Ditaruhnya kertas yang sudah membentuk awan. Guntingnya juga Senja taruh di depannya.

Dengan gelisah, Senja mengepalkan tangannya. Sesekali ia remas rok yang sedang ia pakai. Sebenarnya Senja sedang ingin ke toilet, kebelet buang air kecil.

Kelakuan Senja mengundang perhatian Bintang yang duduk di sebrangnya, "Senja kenapa?"

Menggelengkan kepala, Senja tersenyum kecut, "Nggak apa-apa kok."

Bintang ber-oh ria merespon pernyataan yang Senja berikan. Senja bohong ke Bintang karena malu. Masa iya dia bilang ke gebetannya sendiri kalau dia kebelet pipis. Malu Senja tuh.

Maka dari itu, Senja merapatkan tubuhnya ke Semesta. Menusuk lengan laki-laki itu pelan sehingga membuat Semesta berhenti menggambar pola diatas kertas.

"Kenapa?" tanya Semesta.

Senja menautkan alisnya. Keringat kini mengalir di pelipisnya. Wajah Senja bahkan sekarang memerah karena malu. "Anterin pipis dong, Ta."

Semesta tertawa melihat ekspresi Senja. Wajah Senja memerah, membuatnya semakin lucu di mata Semesta. "Masa nggak berani, sih?"

Kepala Senja mengangguk, "Udah malem soalnya. Takut. Temenin yaaa?"

Semesta bangkit dari duduknya, "Ayo!" ajak Semesta. "Guys, gue sama Senja ke parkiran bentar ya mau ngambil power bank. Ketinggalan soalnya." bohong Semesta kepada sekumpulan orang yang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Semesta tau, Senja akan malu jika ia berkata akan mengantarkan Senja ke toilet karena ingin buang air kecil. Semesta juga tau, Senja itu tipe orang jaga image di depan gebetannya alias Bintang.

Mendapat persetujuan setelah berpamitan dengan para anggota osis,  MPK, dan para relawan lainnya, Semesta dan Senja meninggalkan aula.

Di luar aula Semesta jalan duluan meninggalkan Senja yang berjalan di belakangnya. Senja sendiri tengah merapalkan doa-doa agar dia tidak di ganggu oleh sang penunggu sekolah.

"Ata! Tungguin!" seru Senja pelan sambil berlari berusaha menyamakan langkahnya dengan Semesta.

"Lama lo." kata Semesta dengan santai. Mungkin dia tidak memikirkan perasaan Senja yang kacau dan hatinya yang berdebar kencang karena ketakutan.

Tanpa di duga sebelumnya oleh Semesta, Senja menggandeng tangannya dan menggenggam tangan Semesta erat. "Gue tuh takut, Ta. Jahat banget lo ninggalin gue!"

Digenggam erat balik tangan Senja yang terasa dingin di genggaman Semesta. Rupanya perempuan yang kerap berlagak tangguh di depan Semesta sedang ketakutan.

Sepanjang perjalanan menuju toilet perempuan, Senja benar-benar ketakutan. Dari tadi tangan Senja masih terasa dingin di dalam genggaman Semesta.

"Temenin masuk. Tapi lo di depan kaca aja, nggak usah masuk ke toilet!" kata Senja begitu sampai di depan toilet perempuan.

Semesta membelalakan matanya lalu melepas genggamannya terhadap Senja. "Lo gila? Ini toilet cewek!"

"Ya tapi gue kebelet! Gue juga takut!"

"Gue juga takut dikira kita aneh-aneh ntar!"

Senja mengerjapkan matanya menatap Semesta, "Nggak kok, nggak bakal dikira aneh-aneh. Lagian juga kita nggak ngapa-ngapain."

Suara Senja mulai parau. Semesta paham jika suara Senja mulai serak, tandanya perempuan itu sedang menahan tangis. Maka, Semesta mengalah dan menggandeng tangan Senja membawanya ke toilet perempuan.

"Gue tungguin disini," Semesta buka suara setelah tadi membentak Senja secara tidak sengaja. "Cepetan, jangan lama-lama."

Senja mengangguk lalu masuk ke bilik toilet meninggalkan Semesta yang berdiri dan menyandarkan punggungnya ke tembok. Rasa bersalah menyeruak setelah ia sadar bahwa tadi ia sempat membentak Senja.

Tangan Semesta terangkat untuk menyugar rambutnya. Tidak seharusnya dia membentak Senja saat Senja tengah dirundung rasa takut. Ini salah Semesta. Tidak seharusnya dia begitu.

Setelah beberapa menit Senja berada di bilik toilet, perempuan itu keluar sambil mengusap hidungnya yang gatal karena sehabis menangis.

"Makasih ya, Ta."

Bukannya menjawab pernyataan terimakasih Senja, Semesta malah menarik perempuan itu kedalam pelukannya. "Maafin gue ya. Tadi gue nggak sengaja bentak lo."

Dalam dekapan Semesta yang menenangkan Senja, dapat dirasakan oleh Semesta bahwa Senja mengangguk lalu membalas pelukan Semesta.

Senja Untuk SemestaWhere stories live. Discover now