A;A31-Khawatir bermakna

3.2K 280 73
                                    

Besok ultah RI dong ya :)))

Tapi aku up sekarang aja deh ya, vote dan komen jangan lupa kawan-kawan :*


LANGIT seperti tengah menertawakan. Pagi ini cerah. Matahari bersinar bahagia. Sayang, hal itu berbanding terbalik dengan wajah Avisha yang mendung menghiasinya.

Selama perjalanan menuju sekolah, wajahnya tertekuk sebal. Tingkah yang tentunya jarang dia tunjukkan. Sopir ayahnya sampai beberapa kali melirik kaca, memastikan jika di kursi penumpang benarlah anak majikannya yang selalu ceria dan banyak bicara.

"Non," Avisha tak bodoh jika Pak Ihsan, supirnya itu sejak tadi merasa aneh dengan dirinya. "Non udah sarapan kan?"

"Udah!" Singkat dan jelas. Sesuatu yang sangat langka.

"Sarapan pake apa Non?" Pak Ihsan berbasa-basi lagi.

"Permen cupi-cupi." Avisha asal saja.

Pak Ihsan meringis. "Non ..."

"Pak Ihsan ih, Visha lagi gak mau ngomong. Jangan diajak ngomong terus dong!" Avisha memotong langsung. Mungkin biasanya cuma dari nama Pak Ihsan Avisha bisa tertawa, karena teringat nama teman salah satu serial kartun anak kembar itu. Tapi, pagi ini moodnya sedang anjlok.

Tingkah anehnya ini punya alasan. Semua ini sebab Arven yang menghilang sejak semalam. Sudah beratus kali Avisha mencoba menghubungi Arven. Hal yang sia-sia saja tentunya. Jangankan diangkat, yang menjawab itu malah mbak-mbak operator.

Menyebalkan sekali!

Minimal Avisha ingin Arven menelpon atau mengirimkan pesan jika dia tidak bisa datang menjemput. Biasanya juga begitu dan Avisha tak memperpanjang lagi, ujungnya dia akan diantarkan supir, papanya, atau Darlan.

Malasnya sejak semalam Avisha tak dapat kabar apapun. Teleponnya diabaikan. Chatnya tak dibalas.

Avisha jadi kesal. Kesal karena Arven lagi-lagi mencuekinya dan kesal karena ... tidak ada kabarnya dari cowok itu membawa rasa tak enak di hati. Rasa yang pernah Avisha rasakan cuma sekali saat kecelakaan Darlan di pertandingan futsalnya.

Rasa yang biasa disebut khawatir.

Setibanya di sekolah, Avisha langsung bergegas ke kelas. Duduk termenung di kursi. Mengabaikan berisiknya anak cowok yang menyapa atau meledeknya.

"Sha, tumben gak berangkat bareng pangeran lo?"

Yang Avisha jawab, "Iya nih, pangerannya lagi berenang sama kecebong."

"Cieee yang sekarang dateng sendiri?"

"Hehe, gak papa kok sendiri. Malahan kalo berdua, ketiganya setan."

"Kak Arven udah capek kali sama kebawelan lo, Sha."

"Bukannya kebalik ya, Visha yang capek ngomong sama batu."

Setiap komentar teman-temannya Avisha jawab asal. Papan tulis depannya lebih menarik dibanding sekitarnya yang makin ramai nyinyir. Lama-kelamaan keramaian kelas justru mengantarkan Avisha pada lamunan.

"Sha!" Suara cempreng itu menyentak Avisha dari segala pertanyaan yang membumbung di kepalanya tentang Arven. Dia memutar kepala ke samping, menemukan Yania dan Ilona.

"Gak biasanya lo dateng pagi banget." Yania heran. Duduk di kursinya. Begitu pun Ilona yang memutar kursi untuk menghadap ke meja mereka.

"Visha dianter sopir."

"Kak Arven gak nganterin lo?" tanya Ilona.

Avisha terdiam sejenak. Menghela napas. "Kak Arven gak ngehubungin Visha dari malem."

|3| AfraidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang