9. Tatapan Dimas

4.8K 447 4
                                    

"Kamu sakit Ran?" tanya Dita khawatir melihat sahabatnya itu pucat.

"Gak kok Dit, cuma capek aja mungkin. Nanti aku izin gak ikut kunjungan luar aja."

"Sekalian gak usah berangkat aja Ran! Izin sehari buat istirahat."

"hari ini ada rapat penting Dit,"

"Tapi kamu lagi sakit gitu, "

"Udah gak apa-apa. "

"tapi hati-hati ya, kalau ada apa-apa langsung telepon aku."

"siapp"

Rania berangkat ke kantor dengan sedikit lesu. Dia merasa gak enak badan, mungkin terlalu kecapekan karena minggu ini dia banyak menguras tenaga dan pikirannya untuk pekerjaannya. Sebenarnya dia ingin sekali izin dan istirahat, tapi mengingat hari ini ada rapat penting dan timnya harus presentasi, dia tetap berangkat.

Ketika sampai di kantor, Rania bertemu Aryn dan bertutur sapa sebentar setelahnya dia menuju ke ruangan, begitu juga dengan Aryn. Sesampainya di ruangan Aryn kaget karena Kakaknya sudah ada di dalam. Tanpa disangka oleh Aryn, kakaknya menanyakan sesuatu yang membuatnya ingin berjingkrak-jingkrak.

"temanmu kenapa?" tanya Dimas sambil terus melihat buku di meja Aryn.

"siapa??" tanya Aryn memastikan

"yang tadi."

Aryn tersenyum ingin rasanya dia berteriak bahagia dengan perubahan kakaknya.

"yang mana?? Banyak temanku kak!" Aryn sebenarnya tahu maksud kakaknya dia hanya terus menggoda.

Dimas tidak menjawab, dia hendak keluar. Aryn yang tahu langsung berlari memeluk kakaknya dari belakang. Dimas kaget tapi tetap diam saja. Dengan berkaca-kaca Aryn berkata pada kakaknya.
"Terimakasih ya Kak.. Kakak sudah kembali."

Dimas hanya diam saja, kemudian Aryn melepaskan pelukannya. Saat Aryn hendak berbalik untuk duduk, dia sangat kaget dengan perlakuan kakaknya. Dimas gantian memeluk adiknya itu.

"Maafin kakak ya, sudah lama kakak tidak peduli sama kamu." ucap Dimas dengan tulus

"Nggak kak, lupakan yang sudah berlalu kak. Yang terpenting kakakku sudah kembali" jawab Aryn kali dengan isakan tangis.

Dimas mengeratkan pelukannya. "makasih ya kutil sudah selalu mendukung kakak." Dimas sudah bisa becanda dengan adiknya.

"Ah! Kakak depresi aja terus. Kalau udah sembuh pasti ngledek sukanya." kata Aryn sambil merajuk pada Sang Kakak, sesuatu yang sudah lama tidak dia lakukan.

Dimas tertawa sambil mencium puncak kepala Aryn. Pagi itu adalah pagi yang sangat membahagiakan bagi Aryn. Kakaknya perlahan telah kembali, dia bertekad untuk menjodohkan kakanya dengan sahabatnya Rania. Karena awal kembali kakaknya adalah sedikit banyak karena Rania.

^^^^^^^^

Sejak timnya berangkat kegiatan di luar kantor, Rania memutuskan untuk pergi ke klinik karena sudah tidak kuat lagi. Dia merasa sangat lemas. Dokter menyarankan Rania untuk istirahat di klinik sampai infus vitaminya habis. Karena merasa sangat lemas, dia di infus dan tertidur.

"Bagaimana keadaanya dok?" tanya Dita khawatir.

"Nggak usah khawatir, dia hanya kecapekan. Setelah istarahat nanti juga seger lagi."

Dita menunggu sahabatnya yang sedang tertidur dengan perasaan cemas. Dia menelpon Aryn untuk memintakan izin Rania istirahat 1-2 hari.

Setelah Aryn menutup telepon dari Dita, dia segera menyelesaikan kerjaan. Dia khawatir dengan keadaan sahabatnya itu dan ingin segera melihatnya. Ketika sedang sibuk menyelesaikan kerjaan, Dimas kembali ke ruangan Aryn.

"Temanmu masih sakit? " tanya Dimas agak ragu.

"Dari tadi temanmu.. temanmu.. Teman yang mana sih Kak?? Yang jelas dong!!"

"Rania."

"Nah gitu kan jelas!" jawab Aryn dengan senyum-senyum.

"Kenapa dengan Rania? "

"Dia sekarang lagi istirahat di klinik karena harus di infus buat memulihkan tenaganya. "

"Kalau gitu nanti gak bisa rapat? Biar ditunda dulu."

Aryn memutar bola matanya tanda jengah, "Kirain khawatir sama Rania, ternyata masalah kerjaan. Soal rapat, nanti aku konfirmasi ke Pak Andi dulu jadinya gimana."

"Ya. Aku pergi dulu. "

"Eh kak mau kemana? Gak ikut aku ke klinik?"

"Masih ada kerjaan, nanti aja nyusulin kamu."

Sesudah Dimas pergi, Aryn segera ke klinik tapi sebelumnya dia menemui Andi dulu untuk koordinasi rapat yang kemungkinan akan ditunda karena Rania sakit.

Setelah sampai di depan klinik, dia heran kenapa Dita dan Sari berdiri di luar pintu dengan posisi seperti orang mengintip.

"Kalian ngapain sih?? " tanya Aryn penasaran

"sssttt.. Jangan berisik!!" perintah Sari

Aryn yang penasaran mencoba ikut mengintip. Betapa dia terkejut dengan pemandangan yang dia lihat. Di dalam ruang rawat dia melihat kakaknya sedang menatap Rania yang tengah tertidur pulas dengan infus di tangannya.

"Itu Kakak ku kan? Kak Dimas udah lama di situ?" tanya Aryn

"Nggak tau, aku kan tadi keluar bentar nganter laporan terus balik ke sini bareng Sari, eh Pak Dimasnya udah ada di sini. Tapi dari tadi gitu,, dieeeem aje." jelas Dita.

"kira-kira Pak Dimas mikir apa ya sambil ngelihatin Rania?" bisik Sari

"Paling pengen di mutilasi." canda Aryn namun kali ini dengan tawa keras, sehingga Dimas mendengar dan terkejut. Buru-buru Dimas meninggalkan ruang rawat Rania dengan wajah yang sulit diartikan.

"kamu sih Ryn, kebiasaan banget suara gak kontrol!" omel Dita sedangkan Aryn hanya bisa nyengir karena merasa bersalah.

"Ryn kamu yakin dengan rencana kamu? " tanya Sari memastikan sesuatu yang pernah Aryn katakan.

"yakin dong, kalian bantuin ya, tapi pelan-pelan aja, kakakku kan belum waras sepenuhnya."

"Jahatnya, kakak sendiri dikatain gila. Tapi kamu beneran yakin Ryn?" tambah Dita

"Sebenarnya aku juga minta dukungan kalian, bagaimanapun kalian yang lebih lama sahabatan sama Rania, aku dah klik banget sama Rania buat dijodohin sama kakaku. Tapi kakakku gak akan semudah itu bisa buka hati lagi." jelas Aryn

"Rania belum pernah pacaran Ryn, semoga aja sih. Tapi kita gak boleh maksain mereka ya, biarkan mengalir aja. Aku juga lumayan yakin sama Pak Dimas, kan ada jaminannya." jawab Dita

"Jaminanya apa?" tanya Sari penasaran.

"Itu si Aryn.. Kalau ada apa-apa kita tuntut dia. "

"Rela aku mah!" tutur Aryn.

Begitulah obrolan 3 sahabat saat menunggu satu sahabatnya yang sedang sakit. Namun mereka khawatir, pasalnya infus sudah hampir habis tapi Rania belum juga sadar. Dita memanggil dokter untuk memastikan keadaanya. Dokter menyarankan Rania istirahat satu hari total agar segera pulih, sehingga Aryn memberikan cuti untuknya.

Jangan Bilang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang