29. Pengertian

3.5K 336 8
                                    

"Kakak masih cinta sama Binar?"

"Ran, jangan buat aku tambah gak mood lagi, aku udah pernah menjawab pertanyaan itu."

"Tapi sikap Kakak yang tadi menunjukkan hal lain."

"Maksud kamu?"

"Kalau orang sudah tidak peduli lagi, ya udah gak usah peduli, gak perlu sampai marah. Aku rasa ketika seseorang bereaksi berlebihan malah akan semakin menunjukkan bahwa orang tersebut masih sangat berpengaruh ke kita."

Dimas menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

"Maksud kamu apa Ran? Bukan seperti itu perasaanku, kamu tahu kan Aku sudah sangat hancur lalu  dengan susah payah membuka lembaran baru melupakan masa lalu, tapi dengan entengnya dia kembali tanpa rasa bersalah. Menurutmu aku harus baik dan memaafkan dia? Kamu gak pernah diposisiku dan aku tidak sebaik kamu." Kata Dimas penuh amarah.

Rania hanya tersenyum getir, entah kenapa dia merasa sikap Dimas itu semakin menunjukkan kalau dia masih mencintai  Binar.

"Kak...aku tahu bagaimana hancurnya kamu saat itu, tapi apa kamu pikir dengan bersikap marah padanya dan menunjukkan betapa tersakitinya kamu karenanya bisa membuatnya menyadari kesalahannya? Enggak Kak, dia akan malah semakin yakin kalau dia masih sangat berpengaruh untukmu. Buktinya sedikit saja dia memancing, Kakak sudah sangat berlebihan."

"JADI MENURUTMU AKU SALAH? LALU APA YANG BENAR?" Kali ini Dimas menjawab dengan emosi dan suara keras. Rania cukup terkejut dengan perubahan sikap Dimas, selama ini setelah sembuh Dimas tidak pernah berbicara kasar padanya. Dia paham sekali kondisi Dimas, namun dia tetap wanita biasa yang tidak bisa menahan tangisnya ketika dibentak oleh kekasihnya sendiri. Sambil berlinang air mata, Rania masih mencoba berbicara dengan tenang.

"Sebaiknya Kakak tenangin diri dulu, aku pulang naik taksi." Rania pamit dan langsung keluar mobil.

Dimas terkejut dengan apa yang Rania lakukan, dia sangat merasa bersalah. Lalu dia mencoba keluar dan berlari mengejar Rania, namun Rania baru saja mendapatkan taksi. Kemudian dia memutuskan untuk pulang, mungkin benar apa kata Rania, dia harus menenangkan diri.

Di dalam taksi Rania sekuat tenaga menahan perasaannya, dia berusaha selalu memahami perasaan Dimas. Dia tahu betapa terpuruknya Dimas saat itu, tapi dia juga ingin Dimas segera melupakan dan bebas dari bayang-bayang masa lalunya.

Sepanjang perjalanan Dimas juga terus memikirkan Rania, dia sangat menyesal telah membentaknya. Setelah keadaan tenang, dia akan sesegera mungkin menemui kekasih hatinya.

Sesampainya di rumah, Dimas segera melaksanakan sholat, setelahnya dia berdoa untuk ketenangan hatinya. 

Malam Sudah sangat larut tetapi Dimas belum bisa tidur, dia masih sangat gelisah memikirkan Rania. Berulang kali dia menelpon Rania, tapi nomornya tidak aktif, sepertinya Rania sengaja mematikan hpnya. Aryn yang khawatir dengan keadaan Kakaknya, mencoba menemui Kakaknya.

"Kak Dimas udah tidur?" Tanya Aryn dari luar 

Dimas tidak menjawab, dia membuka pintu lalu kembali duduk di tepi tempat tidur.

"Kakak baik-baik saja?" Tanya Aryn ragu

Dimas hanya mengangguk dan tersenyum kaku. Keduanya langsung masuk dan saling bertukar pikiran, Dimas juga menceritakan betapa dia menyesal telah membentak Rania.

"Sebenarnya perasaan Kakak gimana sama wanita itu?"

"Binar?" Dimas memastikan dan Aryn hanya mengangguk

"Demi Allah Ryn, gak ada lagi perasaan apapun untuk dia, saat ini hanya Rania yang ada di hati Kakak."

"Aku tahu Kak, tapi bener apa kata Rania. Seharusnya Kakak gak usah berlebihan menanggapi dia, cukup buktikan kalau Kakak bisa lebih bahagia dengan orang lain yang lebih tulus. Dengan Kakak bersikap seperti di cafe tadi, aku rasa dia akan semakin merasa di atas angin."

Jangan Bilang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang