Aspia 11

26.4K 3.9K 84
                                    

Aku tak tahu apa yang aku rasakan kini. Campur aduk jadi satu. Ingin rasanya menangis tapi aku tahan semuanya. Ini di tempat umum dan aku tidak mau terlihat cengeng.

"Sofia..."

Suara itu terdengar begitu berat. Aku tahu Aslan Adyatma Serkan juga shock mendengar ucapanku. Dia hanya bisa diam dan menatapku sejak aku melampiaskan unek-unekku selama ini. Tapi memang benar, itulah yang aku rasakan. Aku menunduk dan tidak mau menatapnya.

"Antar aku pulang."


Hanya itu yang aku ucapkan saat ini. Sunyi lagi. Hanya terdengar obrolan orang-orang di sekitar kami. Tapi tidak terdengar suara dari pria yang duduk di depanku ini.

"Baik." Aku baru mengangkat wajahku saat dia mengatakan itu.

Kak Atma-ku atau si bos tidak menatapku lagi. Dia sudah beranjak berdiri lalu melangkah ke arah kasir. Akhirnya aku mengikutinya. Berdiri di sampingnya sambil menunggu dia menyelesaikan pembayaran. Aku juga tidak bisa mengucapkan apapun lagi. Sesak di dadaku sudah sampai ke tenggorokan dan membuat aku ingin menangis langsung saat ini.

"Aku antar kamu pakai mobil."

Aku hanya menganggukkan kepala. Berjalan beriringan keluar dari restoran. Lalu dia mengambil mobilnya yang masih ada di parkiran kantor. Setelah itu menyuruhku untuk duduk tapi bukan di depan, melainkan di jok belakang. Aku juga tidak mau memprotes karena rasanya sudah begitu sesak. Tidak punya kekuatan lagi untuk berbicara.

Mobil melaju, hening terasa.

"Pak..rumah.."

"Aku tahu."

Dia memotong pembicaraanku dan aku menatap sosoknya yang ada di depanku. Fokus ke kemudi tapi bisa terlihat kalau bahunya tampak tegang saat ini. Mobil melaju melewati jalan magelang, menembus keriuhan lalu lintas. Tepat di depan Jogja City Mal antrian mobil untuk masuk ke sana merayap. Otomatis mobil Kak Atma berhenti. Mal yang berdampingan dengan The Rich Hotel itu memang selalu padat pengunjung. Apalagi malam minggu begini selalu ada acara.

Aku canggung untuk saat ini. Kak Atma tetap diam saja. Mobil mulai melaju lagi.
Rasanya begitu lama saat akhirnya mobil yang kami tumpangi berbelok ke jalan mataram. Rumah bude ada di sini. Mobil berhenti tepat di jalan masuk rumah bude.  Aku membuka pintu tapi Kak Atma sudah terlebih dahulu membuka pintuku.

"Makasih."

Hanya itu yang aku katakan saat menginjak tanah. Lalu bergeser untuk menjauh dari Kak Atma.

"Sofia.."

Setelah menutup pintu mobil dia kini bersandar di sana lalu menatapku. Tatapannya kini terlihat sedih.

"Aku tidak bermaksud untuk membuatmu menangis selama ini. Aku juga tidak pernah membuatmu untuk menunggu. Tapi.."

Kak Atma kini menyugar rambutnya yang tebal itu. Tampak sangat bingung dengan apa yang akan diucapkannya.

"Aku juga tidak tahu akhirnya dipertemukan lagi denganmu. Semuanya terasa sulit untukku. Aku ..
"
Kak Atma kembali menghela nafasnya.

"Boleh kita bicara di teras?"

*****

Hening lagi. Akhirnya kami duduk di kursi kayu yang ada di teras. Kak Atma masih juga diam. Aku sendiri tidak tahu harus mengatakan apa lagi.

"Aku sudah dijodohkan Pia."

Deg


Aku langsung menatapnya yang kini tampak menunduk. Dia menangkup kedua tangannya di atas lutut.

"Dijodohkan?"

Kak Atma menatapku perlahan, lalu menganggukkan kepala.

"Papa sakit keras setelah dua tahun aku di Mesir. Beliau membuatku berjanji untuk menikah dengan putri dari temannya. Aku sulit Pia. Aku masih belum ingin menikah karena ingin meneruskan pendidikanku. Hanya saja papa sudah terlalu sakit. Akhirnya kami pulang ke Turki, terpaksa aku menyetujui papa. Tapi satu hari sebelum aku menikah, papa meninggal."

Jantungku berdegup begitu kencang mendengar cerita Kak Atma. Rasanya begitu pilu mendengar itu semua. Kak Atma menangkup wajah dengan kedua tangannya.

"Kak.."

Tapi dia menggelengkan kepala dan kini menatapku lagi. kali ini tersenyum tipis.

"Maaf. Aku hanya sedikit mengenang papa. Ehmm setelah itu calon istriku yang membatalkan perjodohan kami. Aku berduka 6 bulan tapi kemudian aku ingat kalau harus meneruskan hidup. Aku kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikanku. Sampai akhirnya aku di sini. Pia maafkan aku."

Aku tidak bisa mengatakan apapun lagi. Terlalu picik dan naif aku menuduh Kak Atma jahat. Padahal apa yang dia lakukan saat kami jauh juga bukan suatu kesalahan.

"Pia yang minta maaf."

Kak Atma kini tersenyum.
"Tidak perlu minta maaf. Tapi aku memang sudah membuat kamu sedih Pia. Permintaan maafku tidak akan bisa membayar tangisan kamu selama ini. Maafkan aku."

Wajah Kak Atma terlihat begitu sedih saat ini. Tidak ada lagi tatapan mengintimidasi. Dia hanya menatapku tapi kemudian menunduk. Sepertinya lebih asyik menatap lantai yang berwarna putih daripada menatapku. Aku makin merasa bersalah. 

"Kak.. Pia merasa bersalah."

Akhirnya aku mengatakan hal itu. Kak Atma mengangkat kepalanya dan kini menggelengkan kepala saat menatapku. 

"Aku yang brengsek Pia. Dulu, saat meninggalkan kamu di SMA, aku memang tidak memberikan kamu ruang untuk menungguku. Karena aku juga tahu saat itu, kemungkinan kembali ke Indonesia itu sangat kecil. Aku merasa terlalu jahat membuatmu seperti itu. Aku tahu kamu mencintaiku dengan tulus."

Kak Atma tersenyum tipis, matanya menerawang membayangkan masa lalu.

"Gadis cantik yang lincah dan lugu. Kamu terlalu bersemangat saat itu. Tapi Pia, asal kamu tahu, karena cintamu itulah yang membawaku kembali ke sini. Lama setelah papa meninggal, dan aku sudah meraih gelarku. Aku memantapkan hati karena kamu. Di setiap doaku dan shalat-shalat malam, aku meminta kepada Allah untuk memantapkan hati ini. Kalau kamu memang jodohku, maka dekatkanlah. Dan yah..."

Kak Atma menepuk kedua pahanya dengan tangannya. Lalu tersenyum kepadaku.

"Aku ada di sini. Tawaran pekerjaan di sini, lalu dengan mudah aku pindah ke Yogya ini Pia. Semua karena kita berjodoh. Insyaallah. Tapi aku tidak akan memaksakan kamu. Ini ikhtiarku, untuk mendapatkan kamu. Kalau kamu merasa aku mengecewakan dengan bersikap seperti ini. Maafkan aku ya?"

Kak Atma beranjak berdiri lalu berpamitan kepadaku. Dan yang hanya bisa kulakukan hanya menganggukkan kepala. Terdiam di tempat ini. Kenapa rasanya masih begitu perih?

Bersambung


Ehmmm nyesek memang nyeseeeekkk... tisu mana tisu. Eh votemen lagi yuuk biar rameeee

SIAP MAS BOS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang