ASPIA 46 BUKA SEGEL

33K 4.5K 283
                                    


Aku tuh....aduh. Ini aku beneran nggak bisa ngungkapin apa yang baru saja aku alami. Aku beneran pingin telepon Bunda atau Mbak Anisa untuk menceritakan semuanya. Tapi aku tidak mungkin bercerita juga setelah apa yang..haisssshhh aku beneran merasa pingin ngilang aja ke kutub utara.

"Dek.."

Panggilan itu membuat aku membuka selimut. Sebenarnya aku tuh udah mandi, udah kedinginan malah karena mandinya malah menjelang sore eh maghrib. Terus udah shalat maghrib dan Isya juga sebenarnya. Dan sekarang aku kembali berbaring di atas kasur yang beberapa jam lalu telah terjadi....

Ah aku nggak bisa cerita. Pokoknya itulah dan aku harus itu. Kenapa juga harus canggung seperti ini coba? Padahal tadi juga...

"Kamu udah ngantuk lagi?"

Pertanyaan Aslan yang kini berdiri di samping ranjang membuat aku mengerjap. Dia kok tampak beda ya malam ini? Rambutnya basah, kaos hitam yang dikenakannya kini malah tampak seksi membebat tubuhnya yang tegap itu. Tubuh yang tadi sempat aku peluk dan merasakan liatnya ototnya. Duh pipiku memanas lagi ini.

Aslan kini menggeser aku untuk dia duduk di tepi kasur. Padahal posisinya aku tuh udah berbaring dan dengan selimut menutupi sampai leher.

"Nggak gerah apa? Orang aku aja keringetan. Udara malam ini panas."

Ucapan Aslan hanya membuat aku menggelengkan kepala. Aslan kini mengulurkan tangan untuk menyingkap selimut tapi aku langsung bergerak mundur.

"Hei, kenapa sih?"

Aku tentu saja hanya menggelengkan kepala, tidak berani membuka suara. Duh ini aku kenapa coba? Padahal Aslan kan memang pria yang sudah aku ikat di hatiku sejak masih SMA. Menjadi calon imam yang potensial. Tapi setelah semuanya sempurna, kenapa aku jadi masih canggung seperti ini? Kupejamkan mata dan mencoba mengalihkan bayangan intim tadi siang. Sejak mengajakku pulang tadi Aslan memang selalu menempel kepadaku. Membuat tubuhku meremang dan aku meresponnya dengan takut-takut.

"Jadi udah siap kan?"

"Siap apa?

Aslan tersenyum dan matanya tampak menatapku dengan kilau yang lain. Padahal baru saja kita masuk ke dalam kamar. Tapi Aslan sudah mengulurkan tangan untuk menarikku ke dekatnya. Lalu tangan itu melingkar di pinggangku dan wajah Aslan sudah berada persis di depanku. Saat aku akan mengucapkan sesuatu, Aslan sudah mencium bibirku. Aku memang sudah beberapa kali dicium oleh Aslan. Hanya saja ciumannya kali ini lebih intens. Tangannya yang tadinya ada di pinggangku bahkan sudah mengusap punggungku secara perlahan. Membuat bulu kudukku meremang. 

"Bercintalah denganku."

Bisikan di telingaku itulah yang membuat aku mengerjap, mata kami saling bertatapan. Lalu aku seperti terhipnotis dan menuruti semuanya. 

"Hei.."

Aslan sudah mengusap keningku yang membuat aku membuka mata. Kilasan kejadian tadi langsung menghilang. Kini tergantikan wajah Aslan yang benar-benar menatapku dengan khawatir.

"Kamu nggak apa-apa? Atau masih nyeri?"

Tentu saja mataku membulat mendengar pertanyaanya. "Owh anu... enggak. Eh tapi iya buat jalan rasanya gimana gitu."

Astaghfirullah. AKu kok keceplosan kayak gini coba? Aku langsung membekap mulut dengan tangan. Membuat Aslan kini malah tersenyum. Dia naik ke atas kasur lalu duduk di sampingku. Mengulurkan tangan untuk mengusap rambutku yang tergerai di atas bantal.

"Makasih ya. Dan maaf udah buat kamu tadi sempet nangis."

Aih aku malu. Aku menutup kedua wajahku dengan tangan, tapi Aslan langsung menggenggam jemariku. Menurunkan dari wajahku. Dia menunduk dan menatapku lekat.

"Makasih karena mau menjaga harta paling berharga milikmu hanya untukku. I love you."

Sungguh. Jantungku rasanya mau lepas saja kalau seperti ini. Aslan yang tadi sangat galak saat di kantor kini berubah menjadi seseorang yang begitu lembut. Tapi memang dia sangat lembut sejak tadi. Perlakuannya kepadaku benar-benar perlahan. Mencumbuku tanpa terburu-buru. Memberiku waktu untuk menyesuaikan semuanya. Bahkan tadi saat aku mulai menangis karena ketakutan. Karena selama ini kalau malam pertama atau kita kehilangan kesucian itu katanya akan terasa sakit. Aslan bahkan menenangkanku dan mengatakan kalau aku belum siap dia akan menunda. Tapi aku tidak boleh menolaknya lagi, maka saat itu terjadi aku memeluknya erat dan menangis dalam pelukannya. Tangis bahagia bukan kesakitan. Tangis yang menandakan kalau aku bahagia selama ini orang yang aku perjuangkan akhirnya memilikiku sepenuhnya secara halal. Dan yang semua halal itu lebih nikmat berkali-kali lipat. 

"Mas..."

"Hemm.."

Aslan kini sudah merubah posisinya untuk berbaring di sebelahku. Dia menopang kepalanya dengan tangan yang disandarkan di atas kasur. badannya miring menghadapku.

"Jadi ini Pia bisa hamil ya?"

Mendengar pertanyaanku yang konyol membuat Aslan kini terkekeh. Dia menyentil keningku.

"Ya sebenarnya dalam sekali aja udah bisa bikin kamu hamil tapi itu kalau kamu sedang dalam..."

Aku langsung menganggukkan kepala, memotong ucapan Aslan agar aku tak terlalu malu lagi.

"Iya itu Pia udah tahu. Maksudnya tadi Mas itu...ehm aduh.."

Aku menutup wajahku lagi karena memang ini terlalu intim untuk dibahas. Tapi tawa Aslan membuat aku rileks. Bahkan kini kurasakan tubuhku ditarik ke dalam pelukannya. Masuk ke  lingkup tangannya yang besar dan hangat itu. Aku bisa merasakan jantung Aslan yang juga berdegup kencang.

"Pia.. pia. Kamu itu buat aku gemes. Pingin aku ciumin kamu lagi. Kamu pikir kamu aja yang malu? Aku juga malu Pia. Ini pengalaman pertama untukku. 1 kali yang membuat semuanya berbeda. Kita sudah bersatu, dan yah kamu sudah milikku sepenuhnya dan seutuhnya. Jadi kita sama-sama udah buka segel sekarang."

Aku merasakan kecupan hangat di pucuk kepalaku. Kalau seperti ini terus, apa ya aku bisa berjauhan dengan Aslan. Ah rasanya sekarang aku yang posesif sepertinya.

BERSAMBUNG

Yuhuuuuu koment kemarin nembus 200 loh hayukkk komen yang banyak lagi seperti kemarin biar rame.


SIAP MAS BOS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang