Penghuni Kamar

8.2K 403 58
                                    

(Disarankan baca ayat kursi sebelum membaca ceritanya)

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Pagi itu mentari menyilau cukup terang. Seluruh embun mengering tak menyisakan lembab. Dedaunan dan jalanan juga tak terendap air lagi. Sayup hawa dingin tersempar akan hangatnya sinar sang surya. Hujan kemarin benar-benar sudah lenyap.

Maria tampak letih setelah sulit tidur semalaman. Ia mengutuk penampakan gaib yang tadi malam terus menerornya. Ia yakin, ada yang tidak beres di dalam kamarnya itu. Sesuatu yang terus saja menggangunya.

"Ya Allah, kepalaku pening sekali. Entah hanya berapa jam aku tidur semalam," keluh Maria.

Ia menengok jam Beker menunjuk pukul 06.00 pagi. Untung hari ini ia masih halangan, jadi ia tak memikirkan tentang kesiangan akan sholat subuh. Segera ia bangun dari ranjang, dan menjejakkan kakinya di lantai marmer.
Ia melangkah, membuka semua jendela untuk membiarkan udara sejuk pagi mengekspos kamarnya. Setelah itu, Maria segera keluar kamar, mengingat dia harus membantu ibunya memasak di dapur.

Begitu pintu kamar terbuka, suara cempreng Zara sudah memekakkan telinga Maria yang tersembunyi di balik hijab. Ditambah langkah Ziddan yang berkeliaran ke sana ke mari di depan Maria. Sepertinya hari ini benar-benar hari yang melelahkan.

"Zara! Tunggu aku!" Suara Ziddan yang terdengar lantang.

Maria menarik tangan Ziddan, hingga membuat anak berumur 7 tahun itu menghentikan langkahnya. "Kalian pagi-pagi sudah main. Nggak sekolah?" tanya Maria.

"Kakak lupa ya? Ini hari apa?" Zara menyahut sembari menghampiri mereka berdua.

"Ini hari Minggu, Kak. Kakak tahu 'kan hari Minggu sekolah kami libur," ucap Ziddan berlagak menggemaskan.

Maria mengerjap dan menepuk jidatnya yang berkerut. "Oh iya, gara-gara semalam tidak bisa tidur, aku sampai lupa kalau ini hari Minggu," gumam Maria.

"Semalam Kakak nggak bisa tidur? Dia ganggu Kakak lagi, ya?" tanya Ziddan, seolah ia tahu kalau ada makhluk dunia lain yang terus menggangu Maria.

"Atau Kakak sedang memikirkan kak Kareem? Kakak pasti mau pergi jalan-jalan 'kan sama dia, hari ini?" sahut Zara menggoda kakaknya.

"Ihh ... Zara! Kau ini masih kecil, jangan menggoda kakak seperti itu. Kalian pergi saja bermain, jangan ikut campur urusan orang dewasa." Wajah Maria menjadi memerah saat Zara dan Ziddan menggodanya.

"Baiklah, Zara. Ayo kita main petak umpet saja. Aku yang jaga, kau yang sembunyi, oke?" ajak Ziddan pada Zara.

"Baiklah. Hitung sampai 10 aku akan sembunyi dulu. Awas jangan curang!" Zara segera berlari mencari tempat sembunyi.

Maria menggelengkan kepalanya melihat tingkah lucu adik-adiknya. Ia seperti mengingat masa kecilnya, ketika melihat mereka berdua. Dulu pasti ia juga seimut Zara, dan sejahil Ziddan. Semua itu hanya tinggal kenangan yang terbelenggu akan sebuah senyuman simpul, seperti yang sekarang ia lakukan.

Tapi, satu hal terbesit dalam benaknya sekarang, dan sangat menggangu pikirannya. Tentang makhluk yang terus muncul di kamarnya. Karena dari kecil ia tak pernah diganggu oleh yang namanya hantu atau sebangsanya. Begitu dewasa, malah mereka tiada henti menerornya.

BUDAK NAFSU SETANWhere stories live. Discover now