🌟28 - you didn't realize 🌟

1.3K 114 2
                                    


.
.
.


    Arvin berteriak frustasi ketika Nadine yang bertubuh Kara itu di bawa oleh Revan. Ia sudah mencoba segala cara agar Nadine tidak ikut dengan Revan. Namun dengan sekuat tenaga pula Nadine memberontak dan memilih ikut dengan Revan.

Zico menghampiri Arvin untuk menenangkannya. Masalah ini semakin rumit saja pikirnya.

"Apa yang harus gue lakuin?" Lirih Arvin. Wajahnya terlihat sangat frustasi.

Semua orang yang ada disitu menatap Arvin iba. Mereka tau Arvin. Bahkan tentang hubungan persahabatan nya dengan Kara pun mereka tau. Tentang tidak ada yang boleh melukai Kara barang seujung rambut pun. Tentang betapa berartinya Kara di hidup Arvin. Dan tentang seberapa posesifnya Arvin pada Kara. Bahkan tidak jarang orang berfikir mungkin inilah kisah persahabatan terumit.

"Tenangin diri lo Vin, gue yakin Nadine gak akan kenapa napa."

Arvin mengepalkan tangannya. "Gimana gue bisa tenang bangsat, Kara sekarang ada sama si bajingan itu." gumam Arvin.

Si bajingan Revan itu dengan licik nya memanfaatkan keadaan Kara hanya untuk membalas dendam pada Arvin. Bagaimana jika Revan menyakiti Kara dan Alter Alternya? Sejago apapun Nadine memberontak tetap saja ia seorang perempuan bukan? Apalagi jika nanti yang muncul adalah Alter Melody. Arvin tidak akan rela jika mereka terluka. Arvin memang bodoh karena ikut dalam permainan Revan. Apa mereka semua akan marah pada Arvin? Arvin bisa sedikit tenang karna bagi penderita DID mereka dapat amnesia sementara, setidaknya jika Nadine berubah menjadi Kara, Kara tidak akan ingat kejadian saat ini.

Arvin termenung sebentar ketika menyadari sesuatu hal. Ya, Revan hanya membawa Nadine. Yang berarti Kara dan Melody tidak tau akan hal itu. Arvin masih bisa untuk menjelaskan pada Kara.

"Gue pergi." dengan tergesa gesa Arvin menuju motornya, disusul dengan Zico yang juga mengikutinya. Jaga jaga jika Arvin berbuat yang aneh aneh.

Beberapa menit Arvin mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Akhirnya ia pun sampai di perkarangan rumah Kara bertepatan dengan motor Revan yang menjauh dari rumah itu. Arvin bernapas lega dengan tangan terkepal. Setidaknya bajingan itu membawa Kara ke rumah. Arvin langsung masuk ke dalam rumah itu untuk mencari Kara, ia tidak punya waktu untuk mengejar apalagi memikirkan Revan saat ini.

"Zico."

Zico yang hendak menyusul Arvin ke dalam terhenti ketika melihat Alan berlari ke arahnya. "Nadine dimana?" Tanya Alan. Ia tau apa yang terjadi, Alan mengikuti Nadine. Tapi saat Nadine di bawa oleh Revan, ia kehilangan jejaknya. Ia tidak terpikir kalau Revan akan langsung membawa Nadine pulang ke rumah.

"Lo kenapa biarin Nadine pergi?!" Sentak Zico.

"Dia maksa turun!!" jawab Alan menaikan intonasinya, ia pun saat ini sedang emosi, terlebih lagi dengan Arvin.

"Gue mau liat Kara."

Zico mencegat Alan. "Biarin Arvin sendiri disana," kata Zico.

Alan menatap tajam Zico. "Gue khawatir sama Kara, dan semua ini gara gara Arvin. Kalau aja Arvin gak berpikiran bodoh, Revan gak akan ganggu Kara!"

Zico menggeram. Ia juga tersulut emosi karna Alan. Tapi ia tidak mau melepaskannya sekarang. "Gue lebih kenal Arvin dari pada lo. Arvin gak akan nyakitin Kara gitu aja. Jadi biarin dia disana dulu," kata Zico.

Alan menghembuskan nafas frustasinya. Ia menunduk. Ia benar benar menyesal karna lebih memilih pergi.

***

My Protector, Arvin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang