Dua

5.9K 637 36
                                    

"Sewa apartemen di tempat yang sama denganku," Gavin berdeham. "Jadi kamu gak akan merasa sepi. Ada aku gak jauh dari tempat tinggal kamu."

"Oh..." Marshella menepuk dadanya tanpa sadar. Benar-benar kaget atas kalimat Gavin barusan. Jika Gavin bermaksud mengajaknya tinggal bersama, Marshella pasti akan menolak. Apa kata orang tuanya? Bagaimana kalau Gavin membawa perempuan ke tempatnya? Hii, Marshella bergidik ngeri. Untuk saja bukan itu yang dimaksud.

"Rumahku?"

"Bisa dikontrakkan atau gimana," Gavin mengangkat bahu. "Uangnya dipake bayar sewa apartemen. Sama aja kan?"

"Mungkin bisa," Marshella menggeleng lalu meminum kembali es jeruknya. "Tapi aku harus ngobrol dulu dengan Mama dan Dad. Tadi aku langsung pergi sebelum bisa bicara dengan benar dengan mereka."

"Oke,"

"Halo! Pada bahas apa?"

Marshella maupun Gavin menoleh ke belakang. Amy menghampiri mereka dengan dua potong cake yang terlihat lezat. Marshella menutup mulutnya supaya air liurnya tidak menetes.

"Tante Dree dan Om Le mau pindah ke Palembang katanya," Gavin menunjuk Marshella dan langsung mengambil satu pisin berisi carrot cake.

"Oh ya?"

Marshella mengulang ceritanya kepada Amy. Kali ini tanpa keluhan dan rasa kesal seperti yang ditunjukkannya pada Gavin tadi. Mendengar cerita Marshella, Amy hanya mengangguk.

"Kalau misalnya kamu gak mau tinggal sendirian, kamu selalu bisa datang ke rumah ini." Amy memegang tangan Marshella. "Kamu udah kayak anak Tante sendiri. Sama kayak orang tua kamu ke Gavin. Di sini, kamu juga bisa temenin Tante kalau para cowok ini terlalu sibuk kerja."

Marshella tertawa. Tante Amy memang baik. Dia juga bukannya tidak bekerja. Amy punya dua restoran franchise yang buka di kota-kota besar seluruh Indonesia. Satu untuk kalangan high end dengan kekhususan European Cuisine, satu untuk kalangan anak muda dengan modifikasi menu-menu hidangan tradisional Indonesia. Semua resepnya dibuat di rumah ini.

"Thank you, Tante. Tapi aku akan bicara dulu dengan Mama dan Dad."

"Jangan ragu untuk kabari apa pun hasilnya ya," Amy mengelus lengan Marshella, menunjukkan dukungannya.

Gavin mengangguk penuh semangat namun tidak berkomentar apa-apa karena mulutnya sibuk mengunyah carrot cake.

***

Marshella masuk ke dalam rumahnya yang terang benderang. Tumben sekali, pikir Marshella. Sekarang baru pukul 5 sore. Biasanya Mama baru pulang sekitar pukul setengah 6 sore. Dad malah lebih malam lagi. Dia pulang paling cepat untuk makan malam di rumah. Sekitar pukul 7 malam. Jadi, siapa yang dengan tumbennya sudah sampai di rumah sesore ini?

"Mama?"

"Halo, Sayang,"

Marshella mendapati ibunya sudah berada di dapur dan sepertinya sibuk memasak sesuatu. Menu yang spesial sepertinya. Karena menu makan malam mereka bertiga biasanya tidak sebanyak ini. Marshella segera menaruh tas dan mengikat rambutnya untuk membantu sang ibu memasak.
"Kamu masih capek. Baru nyampe. Istirahat aja dulu," Driana menatap putrinya yang langsung siap dalam mode 'perang'.

"I'm good. Had too much rest at Gavin's home," ujar Marshella. Tangannya lincah mengambil sayur mayur yang sudah dicuci untuk dipotong.

"Oh kamu ke rumah Gavin?"

"Yeah. Lunch with Tante Amy and Om Lee and David. Anyway, who are you cooking for?"

"Your grandpa will join us for dinner. He is already on the way with your dad."

Kilatan Kisah Kita - END (CETAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang