Dua Puluh Delapan

2.6K 438 48
                                    

Gavin berjalan tertunduk menuju apartemennya. Selepas didorong Michael sekuat tenaga tadi, rupanya tangannya sedikit terkilir saat berusaha menjaga keseimbangannya. Tangan kanannya pula. Tadi dia sudah datang ke rumah sakit untuk diobati dan sekarang tangannya diperban. Entah bagaimana tanggapan kru saat Gavin datang ke lokasi syuting besok. Gavin tidak peduli karena tahu ini jauh lebih baik dari yang seharusnya dia terima.

Gavin tahu bahwa Michael sangat menyayangi Marshella. Sejak pertama kali Michael dan Marshella berpacaran, Gavin sudah tahu bahwa perasaan Michael tidak main-main. Dia juga tahu hanya dengan Michael, Marshella bisa jadi lebih bahagia, selain dengan keluarganya. Jujur, saat itu Gavin pun merasa cemburu. Dia tidak rela Marshella bahagia dengan orang lain. Seharusnya hanya Gavin yang bisa membuat Marshella bahagia, selain keluarganya.

Bentuk kebodohannya adalah dengan menjadikan banyak wanita sebagai pelariannya. Berpacaran dengan banyak wanita dengan waktu yang bervariasi. Kadang sebentar, kadang lama. Puncak dari semuanya adalah saat Gavin melakukan hal ekstrim bersama Eliza.

Ya, Gavin baru pertama kali melakukan hubungan intim saat bersama Eliza. Perempuan yang 'pemberani' sehingga membuat Gavin berani melepaskan status perjakanya. Siapa sangka bahwa wanita itu ternyata mengkhianatinya. Gavin ingin menyesal tapi itu semua sudah terjadi. Apa yang harus Gavin lakukan saat ini adalah mengintrospeksi diri sendiri.

Gavin berbaring di sofa dan menatap langit-langit. Dalam dua hari, hidupnya penuh perubahan. Tanpa tunangan dan bisa jadi tanpa sahabat.

Malam saat Gavin menginap di apartemen Marshella, Gavin hanya bisa tidur selama dua jam. Dia tidak bisa tidur lagi karena pikirannya terasa penuh. Maka Gavin membuka matanya dan duduk bersebelahan dengan Marshella. Selama hampir satu jam lamanya, Gavin hanya duduk memandangi Marshella yang sedang tidur.

Marshella tidur dengan nyenyak. Dia hanya bergerak sedikit dari tidurnya. Bahkan saat tidur pun Marshella tetap terlihat cantik, dengan posisi tidur yang tidak banyak berubah dan mulut yang tertutup.

Gavin akhirnya berusaha untuk kembali tidur dengan mencoba membuat minuman hangat. Kenyataannya, dia hanya kenyang tapi tetap tidak mengantuk. Gavin mencoba untuk berjalan-jalan dan menyadari pintu kamar Marshella yang terbuka. Di atas tempat tidur, tergeletak handphone Marshella. Dorongan keingintahuannya muncul. Pelan-pelan, Gavin masuk ke dalam kamar dan mengambil handphone itu.

Tentu saja benda itu terkunci. Hanya bisa dibuka oleh wajah atau sidik jari Marshella. Ada kode tapi Gavin tidak tahu berapa kodenya. Dia juga tidak berminat untuk mencari tahu sampai sedetil itu. Karena begitu Gavin mengaktifkan layarnya, muncul pesan yang belum terbaca.

Michael Adhitama Indrajaya: Aku sudah sampai Jakarta. Kamu sudah tidur?

Perasaan Gavin mendadak tidak nyaman. Apakah seharusnya Marshella menemui Michael malam ini? Tapi Marshella entah mengabaikan entah lupa akan hal tersebut. Di satu sisi Gavin merasa senang karena Marshella mengutamakan dirinya. Di sisi lain, Gavin juga merasa tidak enak kepada Michael. Biar bagaimanapun, Michael masih pacar sah Marshella.

Handphone itu kembali diletakkan di tempat tidur Marshella seperti semula. Masih dengan langkah sepelan mungkin, Gavin kembali ke sofa dan duduk di sebelah Marshella lagi. Kali ini ada dorongan atas perasaannya yang kuat. Gavin menunduk begitu pelan, punggungnya sampai terasa sakit saat menahan agar tubuhnya tidak jatuh menimpa Marshella. Gavin hanya menunduk sepelan mungkin hingga bibir lembut sahabatnya menyentuh bibirnya sendiri.

"Oh biarlah," Gavin membatin.

Bibir mereka bersentuhan beberapa saat hingga Gavin merasa cukup. Dia kembali mengangkat tubuhnya dan memandang Marshella.

Kilatan Kisah Kita - END (CETAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang