Michael memarkirkan mobilnya dan segera turun. Langit masih terbilang gelap saat dia tiba di depan rumah berpagar putih. Untuk menyatakan kehadirannya, Michael memencet bel. Tidak lama kemudian pintu utama dibuka oleh seorang Asisten Rumah Tangga yang sudah mengenal dan dikenal Michael."Pagi, Mas," sapanya.
"Pagi, Mbak. Maaf ganggu pagi-pagi," sapa Michael pada Mbak Eno.
"Nona Inces masih siap-siap. Mas bisa tunggu di dalam," Mbak Eno kembali mengunci pagar dan membimbing Michael menuju ke rumah. Padahal sudah bukan hal yang aneh Michael mengunjungi rumah ini. Tapi tetap saja dia merasa dirinya seorang tamu.
Mbak Eno baru bekerja di rumah ini saat Marshella kuliah. Tepatnya setelah Ibun meninggal dunia dan perlu orang untuk merawat rumah ini. Mungkin karena itulah dia tidak terlalu akrab dengan Michael dan sejujurnya lebih akrab dengan Gavin. Mbak Eno memanggil Marshella dengan sebutan Nona Inces karena Marshella--tentu saja--diperlakukan seperti Putri.
"Michael," Driana menyapa Michael begitu dia masuk ke dalam. Pintu di belakang Michael ditutup oleh Mbak Eno dan dia langsung menyelinap ke dapur.
"Pagi, Tante," Michael mencium tangan Driana.
"Mau kopi? Marshella masih siap-siap soalnya."
"Santai aja, Tante. Saya memang datang kepagian."
"Ya udah, tunggu sama Leandro aja ya. Dia lagi bikin kopi juga di dapur. Tante bantu Marshella dulu," Driana menunjuk ke atas ke lokasi kamar Marshella. Michael sementara itu mengangguk dan melangkah ke dapur.
"Pagi, Om," Michael menyapa Leandro yang sedang memperhatikan mesin pembuat kopi.
"Eh, Mik. Udah siap?"
"Sudah, Om. Om datang juga kan?"
Leandro mengambil kopinya dan mengangguk. "Agak siang. Tapi kru sudah siap dari kemarin sih. Ngopi, Mik."
"Siap, Om." Michael menanggalkan jasnya lalu membuat kopi. Sekarang dia merasa ini sudah seperti rumahnya sendiri. "Om cuma pantau proses syutingnya aja ya?"
Leandro mengangguk. "Karena ini live. Jadi saya juga penasaran gimana jadinya."
"Saya gak nyangka aja..."
"Gak nyangka nikahan sahabatmu masuk TV?"
Michael tertawa. "Iya. Kayaknya itu buat artis-artis aja. Sahabat saya itu kan bisa dibilang manusia biasa saja."
Leandro mengangguk. Kopi Michael sudah jadi dan dia pun duduk di hadapan Leandro.
"Yang nggak biasa kan calon mertuanya. Zaid baru naikin posisinya sebagai orang terkaya di Indonesia dari nomor 3 ke nomor 2. Risa lagi panen penghargaan sana sini. Jadi ya, memang nikahan ini jadi salah satu yang ditunggu. Tapi reaksi Gio gimana?"
"Jujur memang awalnya dia cukup terbebani, Om. Dia orangnya gak macem-macem. Mau yang sederhana aja. Tapi ya kita juga tahu Nira anak pertama Pak Zaid, Pak Zaid juga sayang banget sama Nira, jadi mau gak mau ya gak yang biasa aja. Toh Om Javas juga setuju aja. Budget nikahan Gio juga kan dobel." Michael nyengir.
Leandro tersenyum. "Dari keluarga Ayah dan keluarga Ibunya ya?"
Michael mengangguk. "Iya. Om Javas dan Tante Indah masing-masing support biaya. Gio juga udah nabung sejak dia mulai naksir Nira. Jadi masih bisa ngimbangin lah Om. Meskipun tetep aja biaya paling besar dari Pak Zaid."
"Saya gak kebayang kalau saya harus nikahin Marshella nanti bakal gimana," Leandro mengusap wajahnya.
Jantung Michael langsung berdetak lebih cepat. Memang bukan berarti dia dipaksa sekarang untuk menikahi Marshella sih, tapi kan...

YOU ARE READING
Kilatan Kisah Kita - END (CETAK)
RomanceBerteman sejak kecil tidak memberikan keuntungan lebih dalam sebuah hubungan percintaan. Setidaknya itu yang dipahami Marshella Anindira Irawan-Anderson. Sejak kecil mengenal Gavin Huan Kusuma, mengetahui semua kebiasaan baik dan buruknya. Hanya itu...