FaNa-Sembilan

2.6K 227 27
                                    

°•° Aneh
Benar-Benar Aneh. Setelah Kalimat itu Keluar dari Mulut-nya. Membuat diri-Ku tidak ingin Menyakiti perasaan-Nya Lagi°•°

•°•

"Bangun." 

Faza tidak bergerak, matanya tetap terpejam. Perempuan berhijab hitam dengan stengah wajah di tutupi cadar beranjak dari kasur. Ia menarik paksa selimut Faza.

"Bangun Faza! Udah jam berapa ini?!"

Faza bergumam tidak jelas, ia memutar tubuhnya memeluk bantal guling. Perempuan berumur dua puluh sembilan tahun tersebut jengah dengan sikap Faza.

"Bangun nggak!! Atau gue siram wajah jelek lo dengan air panas!!" Wanita tersebut naik keatas kasur. Memukul Faza berkali-kali.

Pukulan bertubi-tubi membuat Faza sadar dari tidur. Kedua mata Faza perlahan terbuka. Samar-samar ia melihat sosok perempuan bercadar. Tidak mungkin itu Hana, apalagi sampai memukulnya seperti ini. Jangankan memukul, masuk ke dalam kamarnya saja tidak pernah. 

Lalu siapa perempuan yang berani membangunkan dengan cara yang tidak baik ini.

"Apartemen mewah. Suasananya kayak kuburan." Wanita itu beranjak dari tempat tidur membuka tirai jendela, sehingga cahaya matahari menyinari kamar Faza.

'Suara itu' Faza membuka matanya sempurna. Ia bangkit dari tidur. "Lo,-" Tunjuk Faza terkejut pada perempuan yang memiliki bola mata hitam sama hal dengannya.

"Hai brother." Wanita itu melambaikan tangan pada Faza.

"Kapan ke sini?" Tanya Faza heran.

"Enggak jemput ke bandara. Enggak datang ke rumah semalam. Mau jadi adik durhaka?"

Ekspresi terkejut Faza karena sang kakak datang tanpa memberi kabar, digantikan dengan ekspresi biasa. Wajahnya memasang raut datar, dengan mulut agak membulat "Oo. bunda nyuruh ke rumah karena anak kesayangannya pulang?"

Perempuan bernama Fani mengangguk. Duduk di sisi tempat tidur. "Malam tadi kemana? Kenapa enggak kerumah? Di hubungi malah enggak di angkat."

"Sibuk." Faza kembali merebahkan tubuhnya. Menarik selimut menutup seluruh tubuh. 

"Apanya yang sibuk? Zafran bilang enggak ada kerjaan di studio."

"Urusan gue enggak di studio aja kak."

Fani mengamati kamar Faza. Selera adiknya benar-benar tidak berubah dari dulu. Dekorasi kamar agak dark dengan aroma ruangan papermint. Dan paling penting adalah rapi. Tidak ada barang-barang yang berserakkan dalam kamar ini. Hal itu membuat Fani tersenyum kagum dengan adiknya ini.

"Hana mana?" Fani beranjak dari tempat tidur mendekat pada meja belajar.

"Keluar."

"Kemana?"

"I dont know."

Tangan Fani akan mengambil figura foto keluarga mereka tertahan mendengar jawaban Faza. Memutar kepala menatap Faza "Istri sendiri enggak tau kemana?" tanya Fani heran.

Faza mengalihkan pembicaraan. "Lo kesini mau ngapain?"

"Bertamu." Tangan Fani kembali bergerak mengambil foto keluarga mereka yang di ambil ketika Faza lulus SMA. Ia tersenyum menatap foto itu. Kemudian menatap sang adik di bungkus dengan selimut. "Ayo bangun. Ada bang Ihsan di luar."

"Hmmm." Gumam Faza pelan. Namun masih enggan bergerak dari tempat tidur.

Fani meletakkan kembali foto ke tempat semula. Lalu mendekat ke tempat tidur. Menarik paksa selimut dari tubuh Faza. "Ehh, kamu udah nikah loh. Jangan biasakan tidur selesai sholat subuh. Ayo bangun cepat." Kenapa Fani bilang seperti itu? Walaupun sikap adiknya yang kadang membuat ia mengusap dada menahan sabar. Fani yakin, yang namanya ibadah wajib tidak akan ditinggalkan Faza.

FaNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang