FaNa-Dua Puluh Tujuh

2.6K 270 117
                                    

°•° Melindunginya. Itu Salah Salah Satu Tujuan Aku Menerima-Nya °•°
°•°

Perkiraan Dokter Adrizel terkait Faza keluar dari rumah sakit sore harinya memang benar. Keadaan Faza sudah membaik, pusing juga sudah hilang. Sehingga tidak jadi dilakukan CT Scane kepala. Saat ini hanya tinggal pemulihan bengkak di kening.

Seperti yang dikatakan dokter Adrizel, bengkak akan berkurang jika sering mengompres dengan air dingin atau batu es. Faza melakukan itu ketika akan tidur--dan berlanjut pada besok di pagi harinya setelah ia sarapan bersama sang istri.

"Perasaan sama aja kayak malam tadi. Enggak ada kempes-kempesnya ini benjolan." Gerutu Faza menatap keningn di cermin sambil mengompres dengan es batu dibungkus dengan sapu tangan

Hana yang akan membuka pintu lemari, membawa diri mendekat ke cermin. "Coba aku liat."

Niat hati Hana ingin menjinjit kaki. Tapi Faza lebih dulu menunduk. Hana membawa anak rambut Faza ke belakang supaya lebih leluasa menatap bengkak yang agak membiru.

Kening Hana agak bekerut memeriksa apa yang dikatakan Faza benar apa tidaknya. "Berkurang kok. Udah mulai kecil dari yang kemaren." Jelas Hana, karena ia sering memerhatikan bagian kening Faza yang terbentur.

Faza kembali menatap dirinya di cermin. Menatap lebih teliti bagian kening yang bengkak.

"Perasaan kamu aja mungkin. Kemaren kan dokter Adrizel bilang, sering-sering dikompres. Supaya bengkaknya berkurang. Enggak mungkin juga kan, baru berberapa kali di kompres langsung hilang. Sembuh itu butuh proses." Hana kembali ke lemari baju, membuka lemari pada bagian satu pintu.

Sedangkan Faza kembali mengompres kening. "Ini si benjolan kalau sampai permanen. Bisa enggak estetik wajah gue."

Hana hanya tertawa kecil mendengar celoteh Faza. Kedua tangannya bergerak mengambil baju kaus putih lengan pendek, kemeja warna abu-abu terang (cloud), dan celana hitam berbahan dasar katun.

Hana melakukan ini setelah bertanya pakaian apa yang digunakan Faza kuliah hari ini. Dan yang lebih penting ialah, Faza mengizinkannya menyiapkan pakaian yang akan digunakan ketika akan berpergian dari sekarang sampai seterusnya.

Hana meletakkan pakaian kuliah Faza di atas tempat tidur. Setelah itu, ia menatap suaminya yang kini sedang mengoles cairan putih berbusa ke area rahang. "Menurut kamu,-" Ia mendekati Faza yang masih berada di depan cermin. "Kalau kita beri bude Dewi sebagaian lauk pauk yang di bikin untuk di bawa bude pulang, gimana?"

"Enggak papa." Balas Faza. Setelah memberi krim cukur pada area rahang yang ditumbuhi bulu tipis. Ia membawa pisau cukur elektrik pada rahang. "Bagus itu. Sampai dirumah, bude bisa istirahat. Enggak perlu masak lagi untuk makan siang."

"Oke. Baju kamu di atas kasur. Aku keluar dulu." Hana mengambil ember kompres dari atas meja depan cermin. Sebelum beranjak keluar dari kamar, suaminya bilang ini.

"Terima kasih." Tuturnya menatap Hana melalui cermin.

Hana mengangguk, bibirny melengkung tersenyum simpul. Ia beranjak dari depan Faza menuju pintu kamar. Selama itu lah senyum Hana bertahan dibibir. Bahkan sampai bertemu bude Dewi duduk di sofa.

"Bude mau pamit neng." Bude Dewi berdiri dari duduk.

"Tunggu sebentar bude." Tutur Hana ramah. Ia pergi ke dapur melakukan apa yang ia katakan pada Faza di kamar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FaNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang