3. EPISODE KETIGA : MY DAYS

70 14 4
                                    

Pagi Hari = Sebal

Aku mengambil sepeda warna coklat dari garasi rumah yang terparkir di antara mobil Ford milik kakakku dan VW Beetle milik saudaraku. Aku letakkan tas di keranjang sepeda.

"Semoga hari ini menjadi hari yang tenteram." Aku bergumam sambil memperhatikan sekeliling rumah. Dari dalam, aku mendengar dua saudaraku bertengkar berebut mobil. Lagi.

"Hari ini aku pakai mobilmu!" Itu suara Darius.

"Enak saja! Kemarin kau sudah memakainya dan kau tabrakkan ke trotoar! Biaya ganti catnya yang tergores juga belum kau ganti!" Nick tidak bersedia. Yeah... Nick Thompson, idola para gadis di sekolah. Dia adikku. Tepatnya, saudara kembarku dengan beda waktu kelahiran sepuluh menit. Teman satu sekolah tak ada yang mengetahui status kami, karena memang tak ada yang berasal dari junior high school yang sama dengan kami.

"Aku ganti nanti. Mana kuncinya?" Darius tetap memaksa.

"Tidak mau!"

Aku kembali ke dalam rumah. Oh, tidak! Mereka sudah bergumul di karpet ruang tamu memperebutkan kunci mobil. Aku melewati mereka begitu saja menuju lantai dua, mencari dad dan mom untuk berpamitan.

"Mom?" Aku melongokkan kepala ke dalam kamar orang tuaku yang terbuka pintunya. Aku temukan mom memasangkan dasi ke leher dad.

Dad menoleh padaku dan tersenyum. "Zee, kau sudah mau berangkat?" Dad menyuruhku mendekat.

Selesai memasangkan dasi, mom beralih ke kancing jas dad. "Makan siangmu sudah Mom masukkan ke tas, tapi Mom lihat kemarin ban belakang sepedamu agak kempes." mom memandangku.

"Aku sudah minta tolong Paman Sebastian untuk mengisi angin tadi pagi-pagi sekali." Aku mengecup pipi dad dan mom. "Sekarang sudah tidak apa-apa." Pandanganku menuju ke jendela dan kulihat wanita cantik yang rumahnya berhadapan dengan rumahku, menyeberang jalan dan melangkah di halaman rumah.

"Aku berangkat!" Aku bergegas turun, melewati kedua saudaraku yang terus saja bergumul dan sekarang pindah ke sofa ruang keluarga. Sebelum keluar dari pintu, aku sempat mendengar dad berteriak pada mereka.

"NICK! DARIUS! HENTIKAN!! SELALU SAJA BEGINI! SEKARANG SIAPA YANG MULAI!?" Aku mendengar dad menuruni tangga dengan kesal.

Aku pergi ke teras dan benar saja, wanita cantik itu berdiri di sana. Tangannya membawa kotak besar, entah apa isinya.

"Emm... aku datang di saat yang kurang tepat?" Dia terlihat tidak nyaman.

Aku tersenyum dan menggeleng. "Tidak, kau kan tahu sendiri kalau setiap pagi selalu begini."

Dia juga tersenyum.

"DARIUS! DAD BILANG BERHENTI! KAU SUDAH DEWASA!" Teriakan dad terdengar hingga ke teras.

Wajah Kak Tessa benar-benar tak nyaman.

Aku ingin sekali memberi makan kedua saudaraku dengan bom nuklir yang bisa menghilangkan mereka dari muka bumi.

"Tunggu sebentar Kak." Aku mundur dan melongok ke dalam. Dad yang tadinya sudah rapi, kini melonggarkan dasi juga kancing atas kemeja dan berdiri di atas kursi ruang keluarga sambil berkacak pinggang. Darius dan Nick berdiri terpisah dengan ibu sebagai tameng.

Benar-benar tidak tahu malu. Terus bicara dengan intonasi tinggi.

Aku bersuara. "Hello, bisakah mengecilkan volume sedikit? Berteriak dan bertengkar di pagi hari sangat tidak baik bagi kesehatan."

Dad, Nick, Darius, dan mom menoleh padaku serempak. Wajahku benar-benar memohon.

"Di sini, ada Kak Tessa. Jadi, jangan permalukan diri kalian di depan tetangga sepagi ini. Oke? Aku sangat memohon sedikit perhatian kalian." selesai berkata aku kembali menemui Kak Tessa.

LOVE AT THE NEIGHBORHOODWhere stories live. Discover now