🍀 2. keputusan 🍀

6.1K 441 67
                                    

Arumi pov.

Gue dan Kak Nathan pun langsung di giring pulang oleh Kak Vinka setelah kita selesai membeli perlengkapan untuk anaknya.

"Kak.. Nathan tadi cuman khilaf." mohon Kak Nathan lalu memegang tangan Kak Vinka yang langsung di tepis nya kasar.

"Khilaf apaan? Kalo khilaf tuh kalian lagi ada di tempat sepi, itu baru khilaf. Nah ini, ada di toko perlengkapan bayi. Gila ya lu omes." omel Kak Vinka yang kesekian kalinya.

Gue pun cuman bisa diem sambil ngamatin keduanya. Mau ngebela diri dari tadi selalu di pelototin sama mereka. Jadilah gue cuman bisa berdiam diri saja.

"Ya kan itu juga tempatnya lagi sepi Kak." bela Kak Nathan lagi.

Kali ini gue sama Kak Nathan dan Kak Vinka sudah berada di dalam mobil yang di kemudikan oleh Kak Vinka. Dan gue duduk sendirian di jok belakang mobil. Sedangkan mereka, duduk di depan dengan perdebatan yang gak ada abisnya.

"Alah bela diri aja kamu bisanya. Kamu juga Rumi, dah tau kamu tuh cewek masih mau di ajak ciuman sama si Nathan." omel Kak Vinka sembari menatap gue tajam melalui kaca di mobilnya.

Gue pun mengerutkan kening gue dalam lalu menunjuk diri gue sendiri.

"Rumi Kak?." tanya gue.

"Yaiyalah kamu, siapa lagi emang nya yang tadi ciuman sama si Nathan?!." cerocos Kak Vinka.

"Kok Kakak gitu sih ke Rumi?!." protes gue kesel.

"Ya gak gitu gimana, kamu mau-mau an lagi ciuman sama si Nathan." omel Kak Vinka yang kesekian kalinya.

"Sumuhun Kakak." balas gue sok manis. Mending ngalah aja deh daripada adu mulut sama Kak Vinka, gak ada abisnya.

Gue pun menghembuskan nafas gue dengan kasar lalu membuang pandangan gue kearah jendela.

Bodo amat sama mereka yang lagi berantem, pokoknya gue juga lagi kesel.

***

Sesampainya kita di rumah, gue sama Kak Nathan langsung diseret sama Kak Vinka ke rumah kedua orang tua Kak Nathan.

"MAAAA." teriak Kak Vinka kencang seraya mencengkram erat pergelangan tangan gue dan Kak Nathan.

Semua orang yang sedang sibuk membantu persiapan aqiqahan anak Kak Vinka pun langsung menoleh kearah Kak Vinka cepat.

Mama Kak Nathan pun langsung menghampiri keberadaan kami.

"Ada apa sih Vin, teriak-teriak gitu manggil nya." tegur Mama Kak Nathan.

Kak Vinka pun maju selangkah lalu membisikan sesuatu ketelinganya Mamanya, sontak saja, mata itu langsung membelalak tak percaya. Udah bisa di tebak sih Kak Vinka ngomongin apa.

'Plak'

Bunyi tamparan pun langsung terdengar hingga ke seluruh penjuru ruangan. Tante Dina, nampar Kak Nathan?!.

Mata gue pun langsung membelalak kaget. Sumpah demi apapun, ini pertama kalinya gue ngeliat Tante Dina alias Mamanya Kak Nathan marah besar kek gini.

"PENGECUT KAMU NATHAN." teriak Tante Dina kencang, matanya pun memerah menunjukan bahwa ia tengah marah besar pada Kak Nathan.

Gue pun memilin jari-jari gue karena gugup sekaligus takut. Gimana ini? Kok jadi ruwet gini sih masalahnya?!.

"Ta.. Tante." panggil gue takut-takut.

"Maafin Rumi. Ini bukan salah Kak Nathan, ini salahnya Rumi. Rumi yang bodoh Tante." ucap gue menjelaskan.

Tante Dina pun menghembuskan nafasnya kasar.

Nathan Untuk ArumiWhere stories live. Discover now