Bab 1 - Karisa Aulia

2K 124 13
                                    

Risa takut film horor. Risa takut badut. Trailer film It bisa bikin Risa langsung pingsan. Tapi bagi Risa, ada satu yang lebih horor dari semua itu:

KRL jalur Bogor-Jakarta di pagi hari.

Ini untuk pertama kalinya Risa naik kereta komuter melalui jalur itu dari Cilebut ke Tebet karena mulai sekarang ia menjadi anak SMA Litarda, sebuah SMA swasta elit yang saat ini katanya terbaik di Indonesia. SMA Litarda tidak hanya berhasil mengirimkan puluhan siswa-siswinya ke perguruan tinggi favorit di Indonesia, tapi juga kampus-kampus unggulan di luar negeri.

Tahun ini Yayasan Litarda mengadakan program CSR (Corporate Social Responsibility) dalam bentuk pemberian beasiswa bagi siswa-siswi SMP berprestasi dan kurang mampu untuk mengenyam pendidikan di SMA Litarda. Ada 6 kursi yang diperebutkan dan Risa adalah salah satu yang beruntung.

Risa tidak mendaftar. Bu Intan, wali kelas Risa saat kelas delapanlah yang mengirimkan berkas Risa ke Litarda tanpa sepengetahuan Risa. "Risa, Ibu ambil resiko yang besar daftarin kamu karena Ibu tahu kamu punya potensi untuk bersaing dengan mereka."

Mana mungkin Risa menolak? Bu Intan sangat banyak membantu Risa, terutama semenjak ayah Risa meninggal dua tahun yang lalu. Dan ibu Risa girang bukan main saat tahu anaknya akan menjadi salah satu lulusan dari SMA terbaik di Indonesia. Dia langsung mengumumkan pada semua ibu-ibu di komplek rumah mereka soal itu bahkan sebelum Risa mengirimkan konfirmasi jawaban ke SMA Litarda. Wanita itu lupa kalau anaknya harus menempuh perjalanan melelahkan dengan kereta dan ojek setiap hari. Karena badan mungilnya itu, pepesan manusia di dalam gerbong kereta bisa menelan Risa dengan mudah.

"Pemberhentian berikutnya, Stasiun Cawang."

"Risa, aku turun di sini ya. Kamu mulai geser ke pintu dari sekarang," bisik Mbak Gita, tetangga depan rumah Risa yang kebetulan mengambil jalur kereta itu setiap hari untuk berangkat kerja. Khusus hari ini, Mbak Gita berbaik hati mau menyamakan jam berangkatnya untuk menemani Risa. Lumayan membuat Risa lebih tenang. Sejak berangkat Mbak Gita sudah mewanti-wanti, kalau kereta penuh, Risa harus bergeser ke dekat pintu kereta mulai dari satu stasiun sebelumnya.

"I-iya, Mbak."

Tergopoh-gopoh Risa mengekor Mbak Gita. Namun, tidak semudah itu.

Risa buru-buru dihadang gerombolan wanita yang juga hendak turun seperti Mbak Gita. Risa pun menunggu dengan sabar karena mereka memang mau turun di stasiun ini, pikir Risa. Kemudian ponselnya bergetar. Satu grup WhatsApp baru sudah tercipta dan mengundang Risa masuk. Risa tersenyum membaca nama grup itu: X-Delta. Semua orang di grup ini adalah teman-teman sekelas Risa.

Secha: hi, guys! Jangan terlambat ya! Ada upacara penyambutan mahasiswa baru! Katanya bakal nyesel deh kalo nggak ikut!

Deva: eh? Seriusan? Tapi nggak ada plonco-ploncoan kan?

Eba: Nggaaak. Masih jaman plonco? Kita sih party!

Adeline: Katanya ada The Soultrap yaa? Ihhh! Mau nonton!

Deva: Soultrap? Paan tuh?

Adeline: Bandnya Litarda! Kemarin main di Java Jazz! Aaaa! Kak Hara! Aku padamuuu!

Eba: Hara? Siapa lagi?

Secha: Duh! Nanya mulu! Lain kali cari tau soal calon sekolah kalian sebelum masuk! Kak Hara Dhana itu Ketua OSIS kita. Dia juga bassist-nya The Soultrap!

Caroline: Udah ganteng, pinter, bintang lapangan pula! Tipe gue banget!

Eba: Etdah! Semua tipe diborong, kayak tukang bangunan lu. Borongan.

Deva: Wkwk

Satu kiriman gambar mengikuti, sepertinya foto dari seseorang yang bernama Hara Dhana itu. Namun Risa tak tertarik untuk mengunduh. Kapasitas penyimpanan ponselnya sekarat. Jadi, Risa hanya mengamati percakapan mereka sambil dalam hati bertanya-tanya bagaimana caranya bisa saling bercakap-cakap seakrab itu padahal mereka belum bertemu satu sama lain.

"Pemberhentian berikutnya, Stasiun Tebet."

"HAH?!"

Risa kelabakan. Sebentar lagi kereta akan tiba di stasiun tujuan, tapi ia sendiri tanpa disadari malah semakin terhimpit ke tengah gerbong. Mbak Gita sudah turun tadi di Stasiun Cawang. Sisa Risa yang harus berjuang seorang diri.

"Permisi..."

Suara Risa tertelan pengumuman dari masinis. Barisan orang-orang di gerbong itu begitu rapat. Oksigen pun sampai berebut. Namun syukurnya ada banyak orang yang akan turun di Stasiun Tebet. Jadi, sebenarnya Risa tinggal mengikuti arus keluar.

Risa mengantri di belakang seorang anak SMA berseragam putih-abu. Satu kali cewek itu melirik emblem yang terpasang di dada kardigan seragam Risa. Seketika keningnya mengerut. Beberapa kali ia melirik emblem itu dan wajah Risa bergantian. Mungkin dia heran, kenapa ada anak Litarda naik kereta bukannya Alphard?

Kereta berhenti, pintu gerbong terbuka. Arus manusia berdorong-dorongan berusaha segera keluar gerbong. Siapa pun pasti muak berada di gerbong yang sesak itu. Selama beberapa detik semuanya berjalan lancar. Tiba-tiba seorang wanita paruh baya bertubuh gempal menyeruduk Risa dari belakang hingga Risa sedikit terpental.

"Aduh!" pekik Risa. Bukannya minta maaf, wanita itu justru melotot ke arah Risa.

Risa tidak mau ambil pusing. Ia harus lanjut berusaha keluar dari sana. Sayangnya orang-orang yang hendak masuk ke dalam gerbong meringsek Risa terlebih dahulu. Risa coba melawan, tapi tubuhnya tidak sekuat itu. Belum lagi tas bekalnya tersangkut menjangkar geraknya.

"Yah...YAAAH!"

Risa hanya bisa melongo menatap pintu gerbong yang sudah menutup kembali. Alhasil, ia pun terbawa sampai stasiun berikutnya.

* * *

Bekal RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang