WFY-40 // Desha Galak

70 9 0
                                    

Keesokannya, di pinggir lapangan pada jam istirahat. Arvi dkk dan anak Virgata menghampiri Ersha yang baru saja selesai pelajaran olahraga. Kedatangan mereka membawa secercah harapan untuk Ersha. Ersha pikir mereka telah mempercayainya.

Namun, perkataan Arvi selanjutnya berhasil mematahkan semua harapan Ersha.

"Sori, Cha. Kita lebih percaya sama Sesil daripada sama lo," Arvi menatap Ersha penuh penyesalan.

"Meski lo nggak sengaja, tapi tetep aja lo yang ngedorong Sesil," kata Tara menambahkan.

Nessa menatap jari-jarinya yang saling bertautan. "Kita minta maaf. Mungkin pertemanan ini cukup sampai di sini aja."

Perkataan Nessa mampu mengoyak hati Ersha. Itu tandanya, dia tidak akan memiliki teman-teman seperti dulu lagi? Dia akan dijauhi, dikucilkan, dan diabaikan oleh banyak orang? Pernyataan yang membuat Ersha menangis dalam hati. Meski begitu ia mencoba untuk tetap tegar dan baik-baik saja.

Ersha tersenyum pedih. "Oke. I'm fine. Itu keputusan kalian. Seberapakeraspun gue maksa kalian, kalau memang itu yang udah tertanam di benak kalian, gue bisa apa? Sia-sia aja karena kalian pasti akan tetep teguh sama keputusan itu. Gue sadar diri kok. Gue pantes dijauhin kayak gini. Makasih udah mau temenan sama gue sampai sejauh ini."

Desha yang turut mendengar pernyataan Nessa sekaligus mendengar tanggapan dari Ersha, tiba-tiba dilingkupi perasaan kecewa. "Gila ya kalian! Kenapa kalian lebih percaya sama si Sesil sih?! Kalian nggak deket sama dia, dan lebih lama kenal Echa. Come on guys! Jangan terlalu cepat ambil kesimpulan kayak gini!" frustasinya.

"Kita pantes gituin kakak lo! Gimana pun juga dia tetep salah!" Kali ini Zidan yang angkat bicara. Beberapa teman-temannya bahkan tak percaya bahwa seorang Zidan yang terkenal karena kegesrekannya mendadak mengatakan hal serius yang tidak mengenakkan.

"Sumpah! Nggak habis pikir gue sama kalian. Ninggalin yang lama demi orang baru yang bahkan kalian belum belum tau luar dalemnya kayak gimana? Wow sekali!" Desha bertepuk tangan atas perlakuan teman-teman Ersha yang menurutnya sangat luar binasa.

Zidan berdecak kesal. "Lo harusnya juga ikut belain Sesil dong! Dia kan temen lo juga!"

"Di mana-mana, orang bakalan lebih milih kakaknya yang udah jelas sebagai bagian dari keluarga dibanding temennya yang bukan siapa-siapa!" jawab Desha tersulut emosi.

"Gue sih kalau jadi Sesil udah gue nggak anggap temen. Temen macam apa kayak gitu? Nggak ada solid-solidnya!" Kini, Zeon yang ikut ambil andil dalam perdebatan ini.

"Silahkan. Gue sama sekali nggak rugi kehilangan temen model kayak dia. Yang bisanya cuma memutar-balikkan fakta dan merasa seolah-olah dia yang jadi korban. Banyak drama, najis!" Sumpah serapah terlontar dari mulut Desha. Sungguh, ia tak ingin melihat kakaknya terluka ataupun sedih. Ia hanya ingin keadaan menjadi membaik seperti sebelumnya. Hanya itu.

"Udah dong. Jangan ribut hanya karena masalah gue. Gue nggak mau jadi perusak pertemanan kalian. Di sini gue yang salah. So, kalian berhak mencaci gue kayak gimana. Tapi, tolong jangan salahin Decha, dia nggak ada hubungannya sama sekali dengan masalah ini." Ersha yang sedari tadi diam mulai kembali berbicara. Ini masalahnya, bukan masalah Desha. Jadi, Desha tak boleh ikut terkena imbas dari permasalahannya.

"Kak! Lo nggak salah! Lo nggak berhak nyalahin diri lo kayak gitu!" Desha mengamit lengan Ersha. "Kita pergi aja dari sini. Percuma, mereka akan tetep kekeuh nyalahin lo."

Desha membawa Ersha pergi dari tempat itu. Ia menggandeng kakaknya sambil mencibir semua teman-temannya yang menyalahkan Ersha.

Ersha menahan langkahnya hingga Desha pun ikut berhenti. "Why?"

Perlahan, Ersha melepas gandengan tangan Desha di tangannya. "Decha, gue minta maaf sebelumnya. Tapi ada baiknya kalau lo juga jauhin gue. Gue nggak mau kalau lo juga sampai kena imbas dari masalah ini."

Lagi. Apa yang dikatakan Ersha membuat Desha bertambah kesal. "Lo masih waras nggak sih?! Lo bilang kalau cuma gue yang bisa lo harapin untuk sekarang ini. Tapi kenapa justru lo nyuruh gue ngejauh? Kalau bukan gue, siapa lagi yang akan ngedukung lo dan nyemangatin lo? Siapa, Kak?"

Ersha terdiam sesaat. "Gue akan berusaha baik-baik aja. Gue pasti bisa jalani semuanya sendiri."

Kali ini, Desha menatap Ersha dengan sorot marah. "Dan apa lo pikir gue akan ngebiarin lo jalani semua hal menyakitkan ini sendirian?! No! Gue nggak bisa ngelakuin itu, Kak!"

"De--"

"Cukup! Kalau lo masih keras kepala untuk nyuruh gue ngejauhin lo, lebih baik lo diem. Gue nggak suka lo ngomong begitu!" Setelah mengatakan itu, Desha pergi meninggalkan Ersha. Perasaannya benar-benar kacau. Ersha adalah kakaknya, sudah seharusnya ia mendukung bukan malah ikut menjauhinya seperti yang lain. Di mana letak kewarasan Ersha saat ini?

_

Desha pergi menemui Sesil. Berdasarkan informasi dari temannya, Sesil tengah berada di rooftop. Di sinilah Desha sekarang berada. Menatap jijik pada dua insan yang saling melemparkan senyum.

"Bagus bener kalian. Seneng-seneng di sini sementara kakak gue dibiarin susah," ucap Desha yang membuat dua insan tadi menoleh langsung ke arahnya.

Sesil mengernyit bingung. "Desha? Lo ngapain ke sini?"

"Kenapa emangnya?! Nggak boleh? Nggak seneng kalau gue di sini? Iya?!" tantang Desha tanpa rasa takut sama sekali.

"Ya nggak gitu juga."

Desha melangkah maju hingga dua langkah di depan Sesil.

Satu

Dua

Tiga

PLAK!

Desha menampar Sesil dengan keras. Ia meluapkan segala amarahnya lewat tamparan itu.

"Harusnya lo dapet lebih dari itu," desis Desha.

"Kak Fadil ...," lirih Sesil menatap Fadil, berharap cowok itu membelanya.

"Desha! Maksud lo apa nampar Sesil?!" sentak Fadil.

"Kenapa emangnya? Gue nggak akan ngelakuin sesuatu tanpa alasan. Dan alasan gue nampar dia karena dia udah bikin kakak gue menderita!"

"Bukan Sesil, tapi kakak lo sendiri yang buat dirinya menderita! Lo jangan asal nyalahin orang kayak gini dong," jawab Fadil tak terima.

"Sekarang aja lo bisa belain Sesil. Tapi nanti, di saat semuanya terungkap, gue nggak yakin kalau lo masih mau ngeliat muka si Pendusta ini," ujar Desha dengan menekankan kata 'pendusta'.

Fadil tersenyum kecut. "Emang bener kan? Kakak lo yang salah. Dia yang udah nyelakain Sesil! Harusnya lo bisa bedain mana yang salah mana yang bener!"

"Dih? Yang harusnya bisa ngebedain itu lo! Bedain mana yang jujur mana yang bohong aja nggak bisa. Awas aja kalau nanti nyesel. Jangan harap lo bisa ngemis-ngemis cintanya Echa!" ancam Desha.

Tatapan mata Desha kini beralih pada Sesil yang masih memegangi pipinya yang nyeri pasca tamparan tadi. "Dear pendusta, lo bukan temen gue lagi ya! Jauh-jauh sana dari hidup gue, dasar parasit!"

Desha mundur beberapa langkah. Kemudian memasang smirk. "Bye-bye buat kalian. Kalau kata Githa mah, 'Couple goblok, bukan couple goals' hahaha!" Desha tertawa seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Selamat bersenang-senang, lalu bersedih-sedih di kemudian hari!" lanjutnya.

Setelah mengatakan hal tersebut, Desha pergi meninggalkan rooftop, tempat di mana couple goblok itu berada.

____

Galak bener ya si Desha :v

Kira-kira ada yang nyangka si Zidan ngomong serius kayak gitu ga?

Jangan lupa baca ceritaku yang judulnya THE CHOICES ya! Kasih vote sama komen juga!

Tararengkyu

Luvall💕

TBC...

Waiting For You [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang