5. Terluka

3.1K 174 2
                                    

Lalu, apa makna lain dari cemburu jika bukan karena kamu menyukaiku?

®BaraDanendra

•────────────•
[SUDAH DIREVISI]

Bara melirik ke belakang, dan memperhatikan gadis lucu tengah tertidur pulas dengan kepala yang bersandar di punggungnya. Bara terkekeh menikmati pemandangan tersebut. Karena ini adalah kali pertamanya dia membonceng seseorang yang mampu tertidur pulas dalam keadaan seperti ini. Tangannya menarik tangan Bila lembut untuk mempererat pelukan di pinggangnya. Dan Bara yakini, malam ini dirinya tengah memerankan film romansa secara tidak sengaja.

"Bara..? Kok ganteng, ya?

Sittt!

Bara refleks mengerem laju motornya secara mendadak, membuat Bila yang tadi tertidur jadi bangun dengan kantuknya yang terasa diguncang oleh gempa. Bila mengusap jidatnya yang terbentur oleh bahu Bara sambil mendengkus.

"Kenapa, sih?" tanya Bila setengah sadar seraya mengelus jidatnya yang berdenyutan.

"Lo bilang apa tadi?" tanya Bara, semakin membuat Bila kebingungan tentunya.

"Emang gue bilang apa?" gerutu Bila.

Bara mendengkus. Mungkin Bila hanya mengigaukan dirinya.Tetapi kenapa justru namanya yang terpanggil? Atau jangan-jangan Bara baru menyadari bahwa dirinya ganteng? Atau mungkin, Bila baru saja memimpikannya?

Dua-duanya adalah fakta yang begitu memalukan untuk diakui. Jika Bara mengaku memang ganteng, dia malah akan dikatakan geer dan terlalu percaya diri. Sedangkan Bila? Dia gengsi! Jika mengaku, itu sama saja mempermalukan dirinya di depan Bara.

Bara mengeratkan tangannya pada gas. Dengan posisi tubuh yang agak ditegakkan, lelaki itu berdeham untuk menetralisir kesalahtingkahannya. "Udah, lo tidur lagi aja!" pinta Bara, lembut lagi....

"Orang udah bangun malah disuruh tidur lagi, ya, mana bisa! Aneh lo," omel Bila kesal karena Bara yang membangunkannya tapi dia juga yang menyuruhnya tidur lagi.

Bara hendak menyalakan motornya kembali tapi tiba-tiba....

Hiks, hiks..

Bara mendengar suara tangisan yang tak jauh dari tempatnya. Dan sepertinya Bara tahu siapa pemilik suara itu. Bara menoleh ke belakang saat bahunya merasa di guncang oleh Bila berkali-kali.

"Lo denger nggak?" tanya Bila bergidik ngeri. Gadis itu mulai meraba lehernya yang merinding. "Gue takut ....," lirihnya, tanpa sadar Bila telah memeluk tubuh Bara begitu erat.

Bara tidak terlalu peduli atas apa yang Bila katakan. Karena yang dia pikirkan, mengapa suara indah itu berubah menjadi suara tangisan? Apa sahabatnya telah menyakiti gadis itu? Bara tidak habis pikir dengan sahabatnya. Jika itu benar seperti apa yang dia pikirkan, Bara akan menghajar sahabatnya tanpa belas kasih.

"Lepasin!" Bara menyentakkan tangan Bila dari luar kesadarannya. Kemungkinan besar Bara sedang lepas kendali. Tapi Bila sudah cukup kaget diperlakukan seperti itu. Dia-pun turut menatap Bara tak percaya.

"Lo kenapa, sih?!" gertak Bila yang sekarang sudah berlinang air mata. Ya, Bila memang tidak suka dibentak. Bila sensitif dan cengeng. Bara tidak mengindahkan Bila dan turun dari motornya, sehingga mau tak mau Bila ikut turun mengikuti lelaki itu.

"Baraa?!" panggil Bila ketika Bara mulai menjauh.

Dugaan Bara benar. Yang menangis di balik pohon berukuran sedang itu adalah perempuan yang sampai saat ini masih mengisi ruang hatinya. Dan hati Bara seperti teriris melihat gadis itu menangis.

"Jesika?" panggil Bara pelan.

Gadis yang tengah terduduk di bangku taman sambil terisak itu dengan cepat langsung menghapus bercak air matanya saat mendengar panggilan dari Bara.

"Eh. Bara? Lo di sini juga ternyata?" Jesika bertanya dengan suara parau yang begitu ketara.

"Agam apain lo lagi?" Rahang Bara mengeras. Bara sudah tak tahan ingin menghajar sosok Agam yang berhasil membuat Jesika menangis.

Jesika terkekeh canggung. Seolah tak mengerti apa-apa, gadis itu memandang Bara dengan tatapan biasanya agar lelaki itu mempercayainya. Jesika berdiri menghadap Bara guna memandang lekat lelaki itu. "Lo bicara apa, sih? Gue nggak ngerti."

Bara tersenyum miris karena Jesika membohonginya. Langkahnya maju selangkah. Dipegangnya kedua bahu gadis itu erat hingga mata mereka terkunci. "Lo bisa cerita apa aja ke gue, Jes. Lo bisa tumpahin segala emosi lo ke gue. Gue paling nggak rela ngeliat lo nangis," ujar Bara yang berhasil menumpahkan cairan bening dari mata Jesika. "Gue masih jadi sahabat lo. Gue masih pendengar setia lo. Dan gue masih sayang sama lo. Sakit ngeliat lo kaya gini, Jes."

Jesika kembali menangis mendengar penuturan Bara. Jesika terisak dengan tangan yang menutupi wajahnya. Bara memejamkan mata sejenak. Dan detik kemudian, tangannya menarik Jesika ke dalam dekapan. Terlihat jelas gadis itu sangat terluka, meski Bara tidak tahu hal apa yang berhasil membuatnya terluka.

Sedangkan di sisi lain, ada seseorang yang merasakan hal yang jauh lebih sakit. Jatuh dalam sebuah harap, kemudian ditinggalkan. Rupanya Bara hebat. Bara seolah menuangkan rasa cinta yang dia rasakan agar Bila juga merasakan cinta. Tapi setelah gadis itu merasakannya, Bara malah lupa menuangkan gula sehingga semakin ditelan semakin pahit pula rasanya.

"Kenapa dari awal kenal lo nggak kasih tahu gue kalau hati lo masih ada yang ngisi? Dan kenapa lo malah buat gue berharap?" Gadis itu terisak dengan mata yang masih memandang kedua remaja yang tengah berpelukan di bawah langit yang gelap. "Perasaan gue lemah dan lo malah semakin buat gue takut buat deketin lo. Hiks..." Bila menghapus air matanya secara kasar.

Dengan langkah cepat, gadis itu mulai meninggalkan tempat tersebut. Tempat di mana dia merasa dibohongi.

Mungkin, Bila terlalu banyak berharap kepada Bara untuk dianggap sebagai orang yang baru mengenal. Sampai akhirnya Bila harus terluka karena Bara. Berawal dari rasa penasaran, dia harus pasrah jika hatinya telah direnggut oleh rasa kecewa. Dan sekarang Bila sadar, bahwa dia menyukai Bara.

Cinta? Apa harus Bila merasakannya sekarang? Lukanya begitu sakit. Dia begitu jahat. Dan dunia seolah tak menyetujuinya untuk bahagia. Seharusnya dari dulu Bila mengabaikan rasa penasaraannya. Harusnya dari dulu Bila tetap tidak peduli dengan siapa yang bernama Bara. Karena sebelum mengenalnya, hati Bila masih baik-baik saja.

Bila membanting tubuhnya di atas ranjang. Dengan posisi tengkurap, Bila memukul-mukul kasurnya keras sembari terisak. Tak ada yang paham tentang keadaanya. Ayah, Ibu, mereka semua sibuk dengan pekerjaannya. Ranum? Bila masih pura-pura ngambek kepada gadis itu. Jovan? Ya, mungkin Bila membutuhkan Jovan untuk sekarang.

Bila mengorek ponselnya dari dalam saku. Tangannya menari mengetik nama Jovan dan menekan tombol berwarna hijau.

Telepon terhubung. Bila berusaha menahan isakannya agar Jovan menyangka bahwa dia baik-baik saja. "Ha-halo, Van? Gue butuh lo sekarang," ucap Bila lalu segera mematikan sambungannya.

Bila merasa lega. Setidaknya Jovan yang terkadang menyebalkan dan sering membuatnya marah, justru selalu ada di saat Bila merasa terluka. Begitupun sebaliknya, jika Jovan membutuhkan seseorang, Bila akan hadir menjadi orang pertama yang mampu mendengarkan keluh kesahnya.

•────────────•

𝗗𝗶𝗳𝗳𝗶𝗰𝘂𝗹𝘁 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang