Starlight

171 18 0
                                    


.

     Aku mengingat janjinya, kemarin dia hanya berjanji untuk memberiku kabar baik mengenai hasil check-up nya. Ya Tuhan, apakah hasilnya tidak memuaskan?

Aku yakin Jaemin bercanda, Nana hanya bercanda. Jika benar ini hanya sebuah bahan candaan, akan ku marahi dia saat bertemu besok. Ini tidak lucu!

Tapi, Nana bukan orang yang seperti itu. Dia tidak pernah bercanda menyangkut kesehatannya. Itu bukan Nana.

Sudah tiga jam lebih dari terakhir ia mengirimi kabar. Rasa tidak tenang kini berubah menjadi cemas. Apa yang terjadi? Satu jam lagi masih tidak ada kabar, kuputuskan untuk menghampirinya di rumah sakit itu.

Handphone ku bergetar lagi, tanda pesan masuk. Aku hampir loncat saat membaca nickname yang mengirimi ku pesan barusan. Mark Lee, sahabat Jaemin.

Mark.Lee:
Annyeong, bagaimana kabarmu? Aku harap kau baik-baik saja. Sekarang Jaemin akan menjalani kemoterapinya. Hasil check-upnya tidak memuaskan, mau tidak mau Jaemin harus menjalankan kemoterapinya.

.

Jantungku serasa berhenti berdetak saat membaca pesan itu. Separah itukah kondisi jantung Jaemin sekarang?

Aku mengingat-ingat, apa yang sudah Jaemin lakukan hingga jantungnya separah itu.

Kemarin Jaemin menyusulku ke rofftop rumah sakit. Ok, aku ingat!

Saat ia menghampiriku, dia ikut berlari cepat mengejarku dengan menaiki tangga darurat yang berpuluhan anak tangga hingga sampai di rofftop?!

Pabbo! Jaemin tidak boleh berlari secepat itu! Apalagi ada sembilan lantai yang terlewati saat menuju rofftop.

Kenapa dia tidak memikirkan kondisinya?!

Aku juga mengingat saat dia memelukku. Aku merasakan detak jantungnya yang begitu cepat, tidak senormal biasanya. Dan saat aku tanya dia hanya menjawab, I'm fine.

Bodohnya aku juga tidak memikirkan penyakitnya. Ini salahku, jika bukan karena kemarin sifatku yang seperti anak kecil, Jaemin tidak akan seperti ini.

Lettaa:
Lalu bagaimana keadaanya sekarang?

Mark:
I don't know, aku kurang yakin. Jika kau mau melihatnya, hubungkan videocall mu padaku.
.

Ragu rasanya untuk mem-videocall Mark. Siapkah dengan apa yang akan kulihat?

.
Mark:
Bersiaplah untuk terima kemungkinan. Jaemin membutuhkan kita semua untuk melewatinya, especially you!

.
Apa-apaan ini? Sangat sulitkah memberitahuku langsung keadaanya?

Sekarang layar handphoneku sudah memperlihatkan seorang namja tampan ala bulenya, Mark Lee. Kerabat Nana.

Beberapa pertanyaan berpetualang di benakku sekarang. Mark yang biasanya ceria dengan senyuman khasnya, kini tidak ada keceriaan yang aku lihat pada raut wajahnya.

Gambar di layar handphoneku bergeser, memperlihatkan seorang namja dengan beberapa selang ditubuhnya. Yang terhitung ada tiga selang yang menempel pada tubuhnya. Ya Tuhan, apa ini?

Nana ku namja yang kuat sedang tidur terbaring lemas disana, wajahnya yang selalu terlihat hangat kini menjadi pucat.

Hening. Tidak ada kalimat yang keluar, baik dariku, dari Mark, apalagi Jaemin.

Terjawab sudah beberapa pertanyaan yang ada dibenakku.

Sudah terlihat jelas. Apa yang terjadi hingga membuat Nana ku terbaring disana? Namja yang selalu membuatku tertawa kini diam tidak bergerak, membisu disebelah alat-alat medis diruangan itu.

Aku melihat Mark bangkit dari duduknya, "jika masih ingin melihatnya, akan ku tinggal handphone ini dengan menghadap ke arah Jaemin. Aku harus ke ruang dokter bersama Ahjjuma." Kata Mark.

Ahjjuma? Pasti yang Mark maksud adalah eomma Jaemin.

Sungguh rasanya ingin sekali aku berdiri disampingnya, tapi Mark melarang ku datang kesana. Dan itu pesan dari Jaemin. Apa yang bisa aku lakukan?

"Seandainya saja aku ada disana, duduk disampingmu, seandainya aku yang sedang terbaring disana." Suaraku tercekat dengan sendirinya.

Kutahan sekuat mungkin air mata ini agar tidak jatuh.

"You know? Bulan dilangit malam ini terlihat sedih, cahayanya tidak seterang yang biasa dipancarkan. Kau tahu kenapa? Karena bintang yang biasanya bersinar terang, kini cahayanya redup hingga tidak terlihat." Kataku masih dengan berusaha menahan air mata agar tidak jatuh.

"Cahaya bulan juga ikut redup, karena bintang yang biasa mengajaknya untuk terus bersinar, kini telah redup, membuat bulan jadi tidak semangat untuk bersinar."

Kini aku tidak bisa menahan air mata ku lagi.

"Bintang itu harus kembali, harus bersinar lagi, bintang itu kamu Nana! Kembalilah tertawa berasamaku disini!"

Semoga saja dia dengar apa yang ku katakan.

Mark datang kembali, "Lima belas menit lagi kemoterapi akan dilaksanakan, doakan yang terbaik." Mark tersenyum. Tapi senyumannya kali ini aneh.

"Pasti."

"Kalau begitu, aku akhiri videocallnya, bye."

"Bye."

Aku mengakhiri video call itu. Cukup bagiku untuk melihatnya. Tanpa kusadari, hari sudah malam. Aku butuh tidur sekarang, butuh waktu istirahat untuk mendinginkan pikiran. Jaemin tidak boleh melihatku dalam keadaan kacau, jadi aku harus beristirahat.

Untungnya aku sendirian dirumah, Taeil oppa sedang menginap dirumah temannya. Jadi, aku leluasa untuk menangis tanpa ditanya-tanya oleh Taeil oppa seperti biasanya.

Tuhan, kutitipkan dia padamu.

Aku mencoba untuk tidur, tapi tidak bisa. Aku mencoba tidak mengingat semua yang terjadi hari ini.

Akhirnya kuputuskan untuk memikirkan wajah manisnya saat tersenyum, mungkin itu bisa membantuku untuk terlelap malam ini.

.

~~Ñj~~

.

-Mark Lee

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-Mark Lee.

.
Nana kenawhy? ;(

[1]THE MOON // 𝐂𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞𝐝✓Where stories live. Discover now