Tomorrow

95 13 4
                                    

 “Mulai sekarang kau juga harus mengukir kenangan yang indah, walau tidak bersamanya.”

°



  Kudengar nafasnya yang mulai sesenggukan. Dia menangis. Aku melepas pelukanku, aku menatapnya terpana.

"Kenapa melihatku seperti itu?" Katanya masih dengan air mata yang keluar dari kelopak matanya.

"Aku tak menyangka kau berbicara seperti itu." Kataku sambil tetap menatapnya dengan tatapan terpana, membuat pipinya memerah, salah tingkah.

Aku tertawa. Dia tertawa dan menghapus air mata yang masih mengalir di pipinya.

"Akhirnya kau tertawa." Ucapnya dengan tersenyum. "Aku merindukanmu yang dulu, rindu dengan semua leluconmu." Lanjutnya dengan memelukku lagi.

Aku hanya tersenyum dan membalas pelukannya.

Maafkan aku Tuhan. Kau hanya memberiku sedikit ujian kecil, tapi aku sudah melupakan anugerah yang kau berikan. Kau hanya membiarkan aku tersandung batu kecil, membuatku sudah melupakan kalau aku seharusnya memilih jatuh di tanah penuh rumput, bukan di tanah yang gersang.

"Hari ini kita harus bersenang-senang!" Katanya semangat.

Aku melihat sebuah hal yang berbeda pada diri Sehya. Dia sudah kembali. Sudah bangkit dari keterpurukannya. Mungkin dia sudah menerima kenyataan yang Tuhan berikan.

~~Ñj~~

   Disinilah kami sekarang, ini adalah Cafetaria American dekat sekolah, yang aku dan Jaemin kunjungi tempo hari. Kalian masih ingat, tidak?

Mataku tak dapat terlepas dari tempat duduk yang dulu kami tempati. Senyuman bahagianya saat menyeduh caramel macchiato yang masih jelas tercetak di pikiranku. Kebahagian menguasai kami saat itu, sampai Hyuri datang merenggut setiap mili kebahagian kami, menghancurkan setiap tawa yang sudah tercipta.

"Hya'!, Kenapa melamun?" Tanya Sehya mengagetkanku.

"Cuma terkenang yang dulu," jawabku sambil tersenyum kecut.

"Memang tak ada salahnya mengenang, tapi juga tak ada salahnya untuk mencoba melupakannya."

"Kamu tahu, kan, aku tak bisa melupakannya secepat itu." Kataku dengan meminum ice milk tea yang menjadi menu kita sekarang.

Sehya melanjutkan menikmati minumannya tanpa berbicara mengenai Jaemin lagi. Kurasakan getaran dari handphone di saku seragamku memanggil untuk segera diangkat.

Nafasku tertahan saat melihat nama di layar handphone. NANA!

Aku segera pamit pada Sehya untuk mengangkat panggilan di luar cafetaria.

"Yeoboseo?! Nana? Kemana saja selama ini?! Datang dan pergi seenaknya saja!" Seruku saat menerima panggilan itu.

Tidak ada suara.

"Yeoboseo?" Aku hanya mendengar tarikan nafas pendek dari seseorang yang memanggilku disebrang sana.

"Nana?"

Tetap tak ada jawaban. Perasaanku memburuk.

"Letta, mianhae," katanya setelah beberapa detik berlalu hanya dengan hembusan nafas.

"Mianhae, jeongmal mianhae, sepetinya hubungan kita akan berakhir sampai sini..."

Aku tercekat mendengar kalimat yang barusan ia ucapkan. "Arraeso, take care, Na. Bye."

[1]THE MOON // 𝐂𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞𝐝✓Where stories live. Discover now