01

74 2 2
                                    

"Kak, lo beneran pacaran sama kak Iyo?"

Seorang gadis dengan rambut sebahu menoleh, menatap salah satu temannya yang sudah lebih dulu menghuni kelas. Gadis dengan balutan kemeja putih dipadukan rok abu-abu yang menandakan bahwa dia seorang gadis SMA.

Carel Ratih, seorang gadis pendiam dan pintar. Gadis berkulit putih pucat ini sangat menyukai bahkan mencintai sesuatu yang berhubungan dengan Sejarah. Baik itu Sejarah hidupnya, keluarganya, negaranya bahkan dunia yang ditempatinya.

Ratih menatap Melia yang baru masuk kelas, "nggak, siapa bilang?" tanyanya menunduk, satu hal yang menjadi kebiasaannya ketika malu, takut dan gugup.

"Elah bo'ong lu. Mau gue doain putus?!" sergah Melia yang biasa dipanggil Melly, gadis bertubuh mungil yang menjadi teman sekelas Ratih.

Ratih mengangkat mukanya, terpampang jelas keterkejutan dan tidak suka di wajah pucatnya. Dengan gelagapan dia mengangkat kedua tangan, "eh, jangan dong!" pintanya.

Melly tersenyum licik, dia sebenarnya sudah tahu informasi ini dari salah satu teman sekelas mereka. Namun Melly hanya ingin memastikan saja, apakah seorang Carel Ratih mau jujur jika ditanya.

"Tapi jangan bilang-bilang ya Mell, please!" pinta Ratih menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.

Melly mengerjap, "lah 'kan udah disebarin sama Mody." Katanya polos.

Ratih mendengus, dia menunduk menatap ujung sepatunya. Ratih berjalan mengikuti langkah kakinya, mendongak Ratih sudah berada di luar kelas. Tas merah muda masih menggelayut manja di punggungnya. Ratih melangkah ke taman sekolah yang idak jauh dari kelasnya.

Apa yang dilakukan gadis itu disana?

Tentu saja menghindari pertanyaan Melly yang pasti lebih banyak, namun dia tahu jika nanti teman sekelasnya sudah bermunculan, maka dapat dipastikan seorang Carel Ratih yang pendiam akan diterjang ombak pertanyaan yang maha dahsyat.

***

Kelas 12 IPA merupakan kelas yang tertinggi. Kelas ini biasa disebut sebagai kelas Enstein oleh mayoritas murid, tapi ternyata di SMA Sinar Kasih, 12 IPA tidak sejenius dan sekaku yang dibayangkan orang-orang.

Kelas ini lebih pantas sebagai tempat nongkrong layaknya di café. Menggosip, adalah salah satu bukti kekompakan dari kelas ini. Para gadis akan mengumpulkan kursi menjadi dekat dan membentuk lingkaran, dan akan ada yang membawakan camilan berupa permen harga gopek, fullo, coklatos, dan yang paling mahal biasanya roti roma kelapa yang seharga seribu rupiah dan kwaci. Kelas ini sangat ditanamkan rasa berbagi ketika sedang diadakan acara rutin yang biasa dilakukan sesering mungkin dalam seminggu.

Oh, iya jangan lupakan seorang pria yang bertugas memimpin acara, namanya Mody. Seorang cowok berperawakan kurus dan tinggi, setiap berbicara ada legato yang keluar dari mulut lebarnya. Jari telunjuknya yang panjang akan sedikit melentik ketika menunjuk seseorang, namun percayalah bahwa pria ini adalah laki-laki tulen.

"Berarti berita lo semalam benar Mod!" Felia mengangguk-angguk.

Mody mengernyit, "ja~di kemaren lu kagak percaya!?" tanyanya kesal, Felia mengangkat bahu., tangannya terurul menjemput kwaci yang sudah dikeluarkan dari bungkusnya dan diletakkan di atas meja yang berada di tengah-tengah mereka.

Tadi Melia sudah bercerita pada mereka perihal kebenaran Ratih yang berpacaran dengan alumni murid emas sekolah mereka. Mereka langsung mengumpulkan kursi dan duduk disana untuk 'rapat'.

Jifka menghela napas, mereka sudah menghabiskan waktu 'rapat' selama satu mata pelajaran. Tapi seorang gadis yang mereka kelilingi kali ini, hanya menunduk seperti patung, gadis itu bertingkah seolah-olah bukan dia yang menjadi bahan pembicaraan kali ini.

"Gue masih nggak percaya. Masa seorang Arilyo Thomas mau sama ampas kelapa?" Jifka berseru, menyuarakan pendapat tidak setuju perihal temannya yang berpacaran dengan idola sekolah.

Mody yang ada di samping Jifka menempeleng kepala gadis itu pelan, "you ... ngomong kaya lo cantik aja!"

"Tapi Mod, walaupun Jifka nggak cantik dia tetep cocok sama Doni yang mukanya mirip guik!" ujar Felia membela Jifka atau mengejek, gadis berambut kriting gantung itu masih setia menggigit kwaci dan memakan isinya. Setelah yang digenggamannya habis, dia menjemput lagi yang di atas meja. Begitu seterusnya sampai pemilik kwaci mendelik tidak suka dan merampasnya dari meja sampai habis.

"AN---"

PLAKK.

"BERANI LO NGUMPAT DEPAN COWOK SEGANTENG GUE?!" Mei memukul kepala Jifka ketika gadis itu hendak menngumpati sahabatnya.

"Kalau menurut gue Ratih sama kak Iyo diumpamakan seperti burung pungguk dengan bulan!" celetuk seseorang yang sudah pasti menjadi anggota 'rapat'.

"Bukan," Felia meralat. "Menurut gue seperti bulan dengan tutup kaleng pinggir selokan, bau kumuh dan berkarat!" hinanya, "gue sama sekali nggak setuju babang Iyo dipadukan dengan Ratih!" pendapatnya disetujui.

Ratih menghela napas, ternyata dirinya masih hidup walau pun sedikit sesak setelah diterjang badai yang dahsyat kali ini. Dia mengangkat kepalanya. Lehernya terasa sangat pegal setelah berpuluh-puluh menit menunduk.

"Mody ..." panggilnya mendongak, "lo tahu dari mana gue sama kak iyo pacaran?"

Mody tersenyum sombong, cowok itu merapikan rambutnya dan menyisir ke belakang. "Lo meragukan gue?" tanyanya, Ratih menggeleng. Kali ini dia menatap teman-temannya, "kalian meragukan berita dari gue?" teman-temannya juga sama, menggeleng. Mody memperbaiki kerah kemejanya dan mengangkat-angkat alisnya lebay.

"Dari mana pun kak Mody tahu, menurut gue kak Ratih tetep nggak pantas sama babang kita!" Melly yang tadi diluar tiba-tiba nyelonong.

"Gue ...," kata Felia pelan, terkesan ragu. "Pengen oplas, muka gue samain kaya Ratih!" celetukkannya menghadiahkan tatapan tajam dari teman-temannya tak terkecuali Ratih. Felia nyengir, "ya 'kan mana tahu Kak Iyo jadi suka sama gue"

"Ratih, lo pasti bahagia banget bisa pacaran sama kak Iyo," kata Jifka dengan binar tidak rela di matanya. Melly, Felia dan yang lain mengangguk setuju.

Mei menatap sekeliling jengah dia menghela napas. "Emang cewek kaya gini ya Mod? Lebay!"

"MACAM LO NGGAK CEWEK AJA!"

"GUE COWOK BEGO, MAU LIAT?!"

"YA UDAH MANA?"

Mei nyengir kuda, "jangan dong. Dosa!" katanya membuat anggota 'rapat' yang mayoritas dihadiri oleh cewek mendengus kesal.

***

Diperbarui ya...

Putri MaluWhere stories live. Discover now