13

8 2 0
                                    

Selamat membaca^^

    ***                

Disinilah seorang Ratih berakhir, di sebuah tenda biru di pinggir jalan dengan tulisan spanduk di depannya—bakso Bang Totong. Setelah pulang sekolah, Fidi dan teman-temannya menarik Ratih ke tempat ini untuk membayar jerih latih mereka hormat bendera.

"Hitam kulit gue!" Reynaldi yang memiliki kulit putih bening dan mulus semulus pantat bayi menggerutu. Lorenzo mendelik karena tangan Reynaldi menyenggol tangannya yang hendak menyuapkan bakso ke dalam mulut. Alhasil bakso itu jatuh sebelum sampai di tempat tujuannya.

Lorenzo menabok kepala Reynaldi dengan sendoknya kuat-kuat, membuat si pemilik kepala meringis dan menatap Lorenzo sengit. "Apa sih?!" sergah Reynaldi. Lorenzo menghiraukan dan kembali memakan bakso setelah mengganti sendoknya dengan yang baru, takut-takut kutu Reynaldi menempel di sendoknya yang pertama.

Lain halnya dengan Roni yang makan dengan tenang, sesekali dia menjulurkan lidahnya karena kepanasan, Ratih juga sedang makan tetapi hanya pelan-pelan sambil memperhatikan orang-orang aneh yang semeja dengannya itu. Sedangkan Sandi dan Ari sedang bermain game ludo di handphone Ari.

"Gue heran dah! Udah terik gini, lo-nya malah ngajak makan bakso panas Ron!" Fidi yang sedari tadi mengipasi dirinya dengan meminjam satu buku Ratih, mendengkus, keringat membanjiri tubuhnya sampai-sampai kemeja putih miliknya sudah basah dengan keringat.

"Diam. Gue lagi ngidam bakso bang Totong!"

"Huk ..., uhuk!" Ratih tersedak bakso yang baru saja ditelannya. Fidi tersentak dan menepuk-nepuk punggung gadis itu pelan, Lorenzo juga segera memberikan segelas air putih yang ... panas.

"Aduh!" Ratih berteriak kepanasan, gadis itu menjulurkan lidahnya sambil meniupinya pelan. Sandi dan Reynaldi yang duduk di sebelah Lorenzo memukul kepala cowok itu kuat-kuat.

"Bego atuh!" umpat Sandi.

"Gue balas lo Zoo!" cengir Reynaldi, Lorenzo mendelik karena dipanggil 'Zoo' oleh alien di sampingnya.

Ratih baru bisa tenang setelah Fidi memberinya air dingin, gadis itu menunduk karena diperhatikan oleh teman-temannya. Kemudian dia mendongak memandang Roni lama, "ngi ... ngidam?" tanyanya polos.

"Ahh, dia tersedak karna elo nih Ron!" Ari yang dari tadi hanya memperhatikan tertawa ngakak. Teman-temannya ikut tertawa sampai orang-orang di sekitar memandang mereka heran.

"Gue ... aduh perut gue sakit banget, nggak nyangka kalo Ratih pikir itu beneran!" Roni memgegang perutnya tertawa sambil sesekali merintih. Fidi juga ikit tertawa sampai air matanya keluar.

Ratih menunduk malu, diam-diam merutuki kebodohannya.

"Lucu pisan euy!" Sandi menendang-nendangkan kakinya membuat meja bergeser-geser.

"Udah, udah. Hahaha ...!" hendak menghentikan aksi teman-temannya, tetapi Fidi pun belum bisa menghentikan tawanya. "Eh, aduh. Udah dong!" kali ini Fidi benar-benar berhenti tertawa saat melihat Ratih yang semakin menunduk dalam. Teman-teman Fidi pun mulai mengikuti diam, namun sisa-sisa tawa masih melekat di wajah mereka, merasa lucu dengan Ratih yang terkejut sampai tersedak sebulat bakso karena pernyataan Roni.

"Oke stop!" kali ini Roni yang menyetop, membuat teman-temannya mendelik, kecuali Ratih dan Fidi tentu saja. "Apa?" sergahnya pada Reynaldi, Sandi, Ari dan Lorenzo yang menatapnya tidak suka --merasa cowok titisan alien ini tidak pantas mengatur mereka. "Gue Cuma belain jodoh sahabat gue –Bang Fidi. Ratih malu tuh!" katanya menunjuk Ratih dengan dagu.

Teman-temannya mengangguk serentak membuat Roni mengelus dada.

"Eh!" Ari dan kursinya terjungkal karena gerakan tiba-tiba dari cowok itu.

Putri MaluWhere stories live. Discover now