Tiga: Pagi yang Menghebohkan

33 5 0
                                    

Seya menggeliat dan secara perlahan membuka kedua matanya. Netranya mulai menangkap pemandangan yang perlahan ia kenali sebagai kamar Wooseok dan itu membuatnya lega. Pasalnya ia hanya ingat terakhir kali di mana ia memasuki klub malam tempat Hera bekerja, semoga saja tidak ada hal aneh yang ia lakukan semalam. Sambil mengusap kedua matanya, ia mengambil ponsel di atas nakas sebelah tempat tidur Wooseok dan mulai berjalan keluar.

"Wooseok?" panggil Seya karena ia merasa apartemen Wooseok terlalu sepi.

"Apa?" sebuah suara merespon panggilan Seya.

"Kyaaaaa!!!!!"

Secara spontan Seya melempar ponsel yang ada di tangannya dan benda kecil namun keras itu mendarat tepat di lantai yang sebelumnya sempat menghantam dahi orang yang tiba-tiba bangun dari sofa. Seya benar-benar terkejut dan tidak mengenal siapa orang yang ada di depannya ini. Apakah dia pencuri? Karena sangat jelas ini adalah apartemen Wooseok bukan tempat lainnya.

"Aduh..." Laki-laki di depannya mengeluh kesakitan. Ponsel Seya sendiri tergeletak mengenaskan di lantai.

Meow.

Kepala Seya teralihkan karena suara Woori yang ia dengar. Kucing kesayangan Wooseok itu naik ke atas pangkuan laki-laki tersebut dan merapat pada tubuhnya seakan tahu dia sedang kesakitan.

"Aduh Woori, apa dahiku berdarah?" Laki-laki itu mengajak bicara Woori dengan nada serius sambil menunjuk dahinya.

Mendengar kalimatnya Seya sedikit mengendurkan kewaspadaan dan berusaha memeriksanya dari kejauhan.

"Ya ampun!!!"

Dia terperanjat di sofa karena teriakan heboh Seya, untung saja Woori yang ada di pangkuannya tidak terlempar jatuh. Kalau hal itu sampai terjadi, Wooseok pasti akan murka kepada mereka berdua.

"Astaga wanita ini ... Kamu tidak bisa ya kalau tidak teriak?" Protesnya benar-benar kesal karena sudah dua kali Seya membuatnya terkejut.

Seya meringis dan menunjuk dahi laki-laki itu. "Itu, itu ... Dahimu merah sekali."

Spontan dia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi kamera. "Astaga pantas saja nyeri sekali." Dia menyentuh perlahan dahinya sambil meringis kesakitan.

- - - - -

Seya hanya bisa terduduk diam setelah kejadian yang terlalu ia hebohkan tadi pagi. Sekarang laki-laki tadi yang sudah ia ketahui bernama Seungyoun itu sedang duduk sambil memegang kompres es batu di dahinya.

Wooseok sudah sempat berbicara pada Seya maupun Seungyoun dan membuat Seya meminta maaf padanya karena itu memang murni kesalahan Seya. Wooseok sendiri sekarang sibuk berada di dapur menyiapkan makanan untuk Woori karena tadi pagi ia pergi keluar untuk membeli makanan kucingnya itu. Tentu saja Wooseok tidak lupa membelikan makanan untuk mereka bertiga sarapan.

"Woori! Ini Kakak siapkan makanan untukmu." Wooseok melangkah ke sudut ruang tamu dan meletakkan mangkuk makanan milik Woori. Kucing manis itu menghampiri Wooseok, ia sempat mengeong dan menempel pada kaki Wooseok sebelum menikmati makanannya.

Wooseok mengelus kepala kucingnya itu dengan sayang. "Hmm makan yang banyak ya Woori, Kakak tau kamu pasti terkejut karena ada keributan pagi tadi."

Selagi Wooseok masih asyik dengan Woori, bel apartemennya berbunyi. Seya tiba-tiba langsung berdiri dan menghampiri intercom apartemen Wooseok.

"Itu Hera." ucap Seya ketika melihat layar intercom yang menampilkan wajah Hera, suaranya terdengar sangat bahagia mengetahui kedatangan temannya.

Wooseok beranjak mendekat ke arah intercom. "Kamu sudah sangat terlambat Song Hera, sebaiknya kamu membawa makanan atau aku tidak akan mengizinkan kamu masuk." Sambil berbicara lewat intercom, Wooseok menekan tombol untuk membuka pintu apartemennya.

"Kau sudah sadar Seya?" Tanpa salam ataupun sapaan pagi, Hera langsung masuk ke dalam apartemen Wooseok dan memeriksa keadaan Seya.

Seya memberikan senyuman lebarnya. "Kamu bawa apa?"

Hera mengulurkan tas kertas yang ada di tangannya. "Aku bawakan spaghetti untuk kalian. Sebelum ke sini, aku meminta izin pemilik klub agar aku bisa memasak di sana."

Seya menerima tas itu dengan senang hati dan tidak lupa sebelumnya memeluk Hera dengan erat. Ia membawa tas tersebut ke atas meja makan di mana Wooseok sudah menyiapkan tempat untuk makanan-makanan itu.

"Oh, kau juga sudah sadar?" Hera menyapa Seungyoun yang masih sibuk duduk di sofa dengan kompres di dahinya. Ia melepaskan coat panjangnya dan menggantungnya di tiang pakaian.

Seungyoun menatap Hera, wajahnya cukup terkejut ketika melihat penampilan gadis itu setelah melepas coat. Pakaian yang dikenakan oleh Hera terlalu minim di mata Seungyoun.

"Kau gay tapi masih bisa menatapku seperti itu?" Dengan santai Hera menarik kursi makan sambil berbicara pada Seungyoun.

Seya tersedak mendengar ucapan Hera padahal ia tidak sedang memakan atau meminum apapun. Seungyoun sendiri juga terkejut mendengar komentar yang keluar dari mulut Hera. Beberapa saat setelah tenang, Seya langsung memandang Wooseok meminta penjelasan.

"Wow wow, bukan denganku. Aku masih suka wanita dan kalian semua tau persis siapa yang aku sukai." Wooseok langsung melemparkan pembelaannya karena Seya sepertinya mengira Seungyoun adalah pasangan Wooseok atau semacamnya.

"Temanmu blak-blakan sekali." komentar Seungyoun.

"Sudah. Hari ini aku harusnya masih bersantai karena cuti tapi karena kalian tiba-tiba merajuk bersamaan kepadaku, waktu santaiku terpaksa menghilang," Wooseok memindahkan spaghetti yang dibuat oleh Hera ke piring mereka masing-masing. "Ayo makan kemudian kalian bisa melanjutkan kembali kalau masih ada yang ingin dilampiaskan kepadaku."

- - - - -

Wooseok kira salah satu dari Seya, Seungyoun bahkan Hera akan meninggalkan apartemennya. Kenyataannya tidak. Ketiga orang itu malah sedang bersantai di ruang tamu Wooseok sampai saat ini.

Ia daritadi hanya bisa duduk di kursi meja makan sambil memijit dahinya ketika melihat ketiga temannya itu. "Kalian kapan pulang sih?" Wooseok menggerutu.

"Sebentar lagi aku pulang tapi aku mau menumpang mandi dulu oke? Jadi aku bisa langsung ke tempat kerjaku," Hera menjawab pertanyaan Wooseok. Ia membuka tasnya dan mengeluarkan baju dari sana. "Wooseok aku mau pinjam handuk."

Wooseok menghela nafas, dia benar-benar hanya bisa mengalah sepertinya. "Di lemariku, paling bawah. Punyamu yang warna hijau yang lama sudah kubuang karena sudah tidak layak digunakan."

"Kau punya barang mereka di sini??" Seungyoun bertanya pada Wooseok dengan heran.

Wooseok hanya mengangguk. "Baju Sejin juga pasti ada di apartemenmu karena sering menginap kan?" nada bicara Wooseok sedikit terdengar sangsi.

Seungyoun langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Jika Wooseok sudah berkata menyakitkan seperti itu, tandanya lelaki itu sudah sangat kesal padanya.

- - - - -

AtlasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang